Tak ada yang ingin mengidap suatu penyakit tertentu. Apalagi penyakit yang kemudian tetap diam di dalam tubuh si penderita hingga akhir hayatnya. Salah satu penyakit dimaksud, adalah penyakit gula atau bahasa kerennya Diabetes Mellitus.
Saya sendiri, adalah penderita diabetes yang ketahuan sejak tahun 2017. Hitung-hitung, telah bersahabat dengan 'si manis' ini selama 5 tahun. Andai menduduki  jabatan politik tertentu mungkin saja sedang dalam masa akhir jabatan.
Awal mula, saya mengalami beberapa hal berikut. Berat badan menurun, sering haus dan bolak-balik ke toilet untuk membuang air kecil di malam hari. Saya juga sering lemas dan mengantuk, terutama sekitar pukul 09.00 - 11.00. Seringkali, tiba-tiba merasa lapar, dan harus makan saat itu juga. Ditambah lagi kadang pandangan serasa kabur.
Beruntung, belum sampai masuk tahap disfungsi ereksi. Dan luka yang saya alami, sembuhnya pun normal-normal saja. Tidak seperti pengidap diabetes lain yang lukanya tergolong lama baru sembuh. Bahkan, ada yang sampai diamputasi.Â
Berbekal rekomendasi dari teman yang berprofesi sebagai tenaga medis di tempat kerja, dan atas dorongan dari adik perempuan yang berprofesi sebagai bidan, jadilah saya memeriksakan gula darah di salah satu laboratorium swasta di Kota Kupang.
Saya menjalani dua kali tes gula darah pada hari yang sama. Pertama, tes gula puasa yang mana saya diminta berpuasa selama 8 jam tetapi boleh tetap minum air putih seperlunya. Lalu setelah pengambilan darah, saya diminta makan dan kembali untuk diambil gula darah. Entah fungsinya untuk apa, tetapi saya diberitahu bahwa tes kedua tersebut dinamakan sebagai tes gula darah sewaktu.
Hasilnya, mengejutkan. Gula darah puasa hampir mendekati 200 mg/dL. Sementara gula darah sewaktu mencapai 320 mg/dL. Beberapa rujukan gula darah normal agak berbeda, namun intinya saya divonis menderita diabetes yang harus menjalani pengobatan.
Jadilah, saya menjadi konsumen setia beberapa obat. Ada yang diminum sebelum makan dan sesudah makan. Yang masih saya ingat namanya adalah metformin, glimepiride dan acarbose. Yang lainnya, saya sudah tidak ingat lagi.
Selama dua tahun penuh, yaitu 2017-2018 saya menjadi konsumen setia obat-obatan tersebut. Bahkan setiap bulan, ada saja tambahan jenis obat. Di tahun 2018 awal, telinga bagian kanan saya mulai berdengung sepanjang hari. Saya pun pergi ke dokter THT untuk berkonsultasi dan menjalani pemeriksaan untuk mencari tahu penyebab berdengungnya telinga ini.
Beberapa jenis obat tambahan pun diberikan oleh dokter THT. Namun, tak ada perkembangan. Bahkan telinga kiri pun ikut-ikutan berbunyi. Jadilah kedua telinga saya berbunyi bersamaan.
Tak menyerah saya tetap berkunjung ke dokter THT. Pada kunjungan ketiga, sang dokter pun menyampaikan sesuatu. Bahwasanya telinga saya akan tetap berdengung karena pengaruh konsumsi obat-obatan diabetes tersebut.
Wah, semalaman saya tidak tidur karena berpikir untuk menghentikan obat-obatan tersebut. Tak perlu berlama-lama. Malam itu pun, saya memutuskan berhenti mengkonsumsi obat-obatan kimia.
Adik saya yang bidan pun mulai menyiapkan beberapa minuman herbal yang harus saya minum. Pilihan pertama adalah rebusan daun insulin atau disebut sebagai daun afrika. Setiap hari, saya minum rebusan dua gelas. Di pagi dan sore hari. Tentu saja, saya juga harus minum air putih yang banyak.
Daftar tumbuhan yang pernah dan masih kontinu saya gunakan untuk menjaga kestabilan gula darah saya, adalah: air rebusan daun afrika, daun kersen, daun mangga, binahong dan daun balakacida.
Daun Afrika, nama lainnya daun insulin. Mudah sekali ditanam di pekarangan. Rasa daunnya pahit sekali. Apalagi dikonsumsi langsung. Binahong juga tanaman yang tidak rewel. Ada binahong hijau ada binahong ungu. Balakacida, tumbuh liar di hutan, bernama latin Chromolaena odorata. Di Timor, kami namakan suf muti karena bunganya yang putih, mirip-mirip edelweiss.
Asupan Gula Tidak Boleh Melebih 50 gram per Hari
Saat divonis sebagai penderita gula darah, saya pun menanyakan makanan dan minuman apa saja yang harus saya hindari. Secara diplomatis, sang dokter menjawab bahwa dia tak melarang, termasuk konsumsi gula sebab gula tetaplah penting untuk tubuh. Â
Namun dokter pun 'bernyanyi': Kurangi makanan yang indeks kadar glikemiknya tinggi. Saya masih  ingat, dokter meminta untuk mengurangi konsumsi nasi putih, roti tawar putih, pasta dan mie. Hindari makanan olahan yang mengandung gula, asam, dan lemak tinggi. Jangan minum minuman yang ditambah pemanis buatan. Tetapi makanlah makanan sehat. Perbanyak sayuran, buah, dan biji. Dan jangan lupa, olahraga teratur".
Adapun rekomendasi Kemenkes RI, dalam kondisi normal maka asupan gula yang disarankan adalah maksimal 50 gram atau setara dengan 4 sendok makan per hari. Jadi kita bisa menghitung berapa sendok makan gula yang perlu ditambahkan pada makanan dan minuman sehari-hari.
Sementara, alodokter.com memberi saran agar penderita diabetes tidak mengkonsumsi gula lebih dari 50 gram per hari. Termasuk di dalamnya, gula putih, gula aren dan gula dalam bentuk lain. Terkait karbohidrat, disarankan untuk mengkonsumsinya dalam kisaran 45-65 persen dari total asupan kalori.
Demikian, saat ini saya hanya berusaha untuk tidak mengkonsumsi makanan yang dianggap meningkatkan kadar gula, sambil minum ramuan herbal secara teratur plus melakukan olahraga favorit saya, badminton, pingpong dan renang. Tak lupa, cek gula darah, kolesterol, dan asam urat setiap bulan. Semuanya demi menjaga gula darah untuk stabil, sekalipun di atas gula darah orang normal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H