Alkisah, memerintahlah seorang raja di negeri antah berantah. Sebagai raja, ia memiliki kekuasaan yang besar. Juga memiliki banyak pekerja untuk mengerjakan kebunnya yang maha luas itu.
Sejatinya, sang raja berhati mulia. Sesekali, ia berjalan mengelilingi lahannya. Melihat langsung bagaimana para buruh bekerja. Dengan ramah, ia menyapa para pekerja, dan menanyakan khabar mereka, bagaimana kesejahteraan keluarga mereka, dan apakah mereka senang.
Tetapi, ketika para buruh hendak menjawab, maka pembantu-pembantu, kaki tangan yang selalu mengiringi Sang Raja bepergian ini, dengan sigap akan memberi jawaban.
"Keluarga mereka sejahtera. Makmur-makmur. Seperti yang kami laporkan, ekonomi rakyat meningkat signifikan. Pengangguran berhasil ditekan. Dan, gizi buruk menurun drastis, tuanku. Bantuan Langsung Tunai juga sudah kami salurkan, mencapai 100 persen. Tepat sasaran, pada orang-orang yang memenuhi kriteria untuk mendapatkannya".
Lanjut mereka, "Pembangunan infrastruktur sedang masif dilakukan tuan. Embung-embung sudah berfungsi dengan baik. Bendungan besar, sudah banyak yang rampung. Program listrik kita, telah menjangkau seluruh pelosok negeri kita. Semua terang-benderang. Cahaya bintang dan bulan pun kalah ketika listrik menyala".
Demikian para penjilat selalu berusaha untuk mengambil alih jawaban dari para pekerja kepada sang Raja. ARS, Asal Raja Senang. Tak peduli RSM, Rakyat Semakin Menderita.
Sayangnya, Sang Raja yang lembut hatinya tersebut kurang tegas dengan penjilat-penjilat sekitarnya. Laporan mereka, dipercaya sebagai sesuatu yang benar. Padahal, tidak.
Beban rakyat semakin tinggi. Bantuan salah sasaran. Pengangguran meningkat karena ribuan pekerja baru-baru ini diberhentikan dengan alasan administrasi, too old, dan 1001 alasan lainnya.
Belum lagi setiap tahun, ratusan Perguruan Tinggi di negeri antah berantah, melepas wisudakan anak didik mereka.
Ya, wajah wisudawan ini terlihat happy karena dinyatakan kelar menempuh pendidikan. Mendapatkan gelar. Namun, sekaligus gundah gulana, sebab dibayang-bayangi oleh pikiran akan nasib mereka setelah ini. Orang tua menghentikan uang bulanan, pekerjaan tak dapat-dapat.