Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kisah Sang Raja dan Para Pengikutnya di Negeri Antah Berantah

26 September 2022   10:20 Diperbarui: 28 September 2022   08:54 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hari Tani karya Edi Dharma/swaranesia.com

Sementara, di rumah pekerja yang tak lagi bekerja alias terkena PHK kebingungan. Mau mencari pekerjaan baru dalam waktu yang dekat, rasanya sulit. Pahit, sepahit menyantap buah paria mentah. Atau minum jus sambiloto.

Mau usaha sendiri? Tak punya modal. Kapasitas pun tak mumpuni. Sebab, selama ini ia hanya diarahkan menjadi pekerja. Buruh kasar. Dipaksa untuk menaikkan produksi, dengan iming-iming beberapa lembar uang lembur untuk sekian kenaikan produksi.

Anak menangis, minta susu. Kompor minyak tanah tergeletak di sudut dapur, kering. Beras tinggal secangkir buat ditanak siang ini. Si sulung menghampiri, membawa surat dari sekolah perihal tunggakan uang sekolah 3 bulan. Jika tak dibereskan, maka anak tak diperkenankan mengikuti ujian sekolah.

Ah, biaya sekolah semakin tinggi rupanya. Padahal, bantuan pendidikan pun semakin meningkat signifikan. Bendahara kerajaan dan menteri urusan pendidikan kerajaan pun tak menampik peningkatan bantuan pendidikan tersebut.

Sang menteri selalu menyampaikan, bantuan pendidikan bagi warga kerajaan tak hanya untuk fasilitas sekolah, tetapi termasuk untuk beasiswa. Utamanya, bagi anak-anak rakyat biasa yang pendapatan orang tuanya tidak jelas, atau pas-pasan. Tetapi bagaimana pengelolaannya, rakyat kurang tahu. Rerumputan yang sedang bergoyang pun enggan menjawab ketika ditanya.

Sang ayah bergegas mengambil motornya, ingin mencari inspirasi dan peluang kerja. Siapa tahu, bertemu. Tiga kali men-starter motornya, tak hidup-hidup. Diperiksanya tanki motor. Ups, kering kerontang. Ah, mau cari kemana selembar sepuluh ribu untuk 'memberi minum' motorku ini?

Ia menjadi semakin galau. Buntu pikirannya. Tak sadar, mengambil selembar kertas karton bekas. Mencoret seadanya, tentang kisah hidupnya. Juga menuangkan satu dua kata harapannya. Bergegas, ia pun berjalan kaki. Sendirian, ingin menghadap sang Raja di istana.

Beberapa orang yang berpapasan dengannya, membaca tulisan sang ayah. Tersenyum kecut, merasa senasib. Seketika, memutuskan untuk berjalan di belakang pembawa karton bertuliskan kegetiran hidup.

Semakin lama, semakin banyak orang yang mengikuti di belakang. Ratusan menjadi ribuan. Mereka berjalan dengan tertib, sambil menyanyikan lagu perjuangan mereka. Satu tujuan, menghadap raja.

Satu dua penjaga keamanan kerajaan, tak mampu mengatasi rombongan. Akhirnya mereka pun ikut mengawal, memastikan agar rombongan yang semakin mengular ini, tidak memacetkan jalan atau menimbulkan keonaran sepanjang jalan.

Satu jam perjalanan. Tibalah mereka di depan istana Sang Raja. Nampak beberapa pembantu Raja yang biasa menjilat tergopoh-gopoh menghadap sang Raja. Agak kecut muka mereka. Takut jika kelakuan mereka selama ini, terbongkar di muka Sang Raja.

Para penghadap pun berseru, ingin bertemu dan menyampaikan kegalauan dan kesulitan hidup mereka, langsung kepada sang Raja. Beberapa pembantu yang mencoba memberi penjelasan, diminta untuk berdiam diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun