Tujuan membakar padang rumput ini adalah agar tumbuh tunas-tunas baru pada bekas ilalang yang terbakar sehingga ternak bisa memakannya.
Faktor ketiga, meninggalkan api setelah berburu.Â
Kebiasaan lain, penduduk di kampung sering berburu hewan di malam hari. Diantaranya, ayam hutan, babi hutan, musang, tupai, dan aneka burung.Â
Saat mendapatkan buruan, tak jarang mereka membuat perapian untuk membakar hasil buruan mereka lalu membawa pulang dagingnya ke rumah.
Api yang telah dibuat, ditinggal dalam keadaan menyala. Ketika ada angin, maka nyala api bisa menyambar ke sekeliling sehingga kebakaran pun terjadi. Dan tentu saja, tidak ada yang bertanggung jawab. Api dianggap sebagai sesuatu yang muncul begitu saja.
Faktor keempat, membakar sampah.Â
Kebiasaan membakar sampah ini menyebar hingga ke warga yang bermukim di ibu kota kecamatan dan kabupaten.Â
Dalam berbagai kesempatan kerja bakti, membakar sampah selalu menjadi bagian dari rutinitas itu. Entah untuk membakar sampah-sampah rumah tangga yang sering dibuang serampangan oleh warga, maupun sampah daun yang dikumpulkan saat kerja bakti.
Seringkali, api ditinggal begitu saja dan kemudian merambat pada benda lain yang ada di sekitar ketika angin bertiup. Ini lebih berbahaya, karena kota memiliki pemukiman yang padat dan banyak kabel listrik berseliweran di pinggir jalan.
Upaya Mengurangi KebakaranÂ
Upaya pertama dan paling utama, tentunya harus datang dari kesadaran setiap orang. Membuat orang sadar, apalagi menyangkut seluruh warga memang sulit sekali. Ada yang langsung sadar, setengah sadar, dan tidak sadar-sadar. Kampanye, imbauan, dianggap angin lalu.