Tarian Likurai sejatinya berperan penting dalam beberapa peristiwa penting masyarakat Biboki. Fungsi penting tarian Likurai adalah menyambut pahlawan, mengarak benda pusaka dan memasukkannya di dalam rumah adat.
Selain itu, juga sering dilakukan saat mengangkat belis dan mengarak pulang pengantin perempuan ke keluarga mempelai perempuan. Sering ditarikan juga dalam suasana riang gembira sebagai ajang pencarian jodoh yang dinamakan tetapilu dalam irama pukulan teherek.
Menyambut Kembalinya Sang Pahlawan
Likurai, berkaitan dengan tarian kemenangan nan agung dan mengandung nilai magis saat menyambut kembalinya pahlawan mereka karena pulang dalam kondisi selamat dan memenangkan peperangan atau duel dengan jagoan dari suku lain.
Dari tutur lisan kakek saya (alm) Usi Tnesi Kolo Nafanu Tuan, pada zaman dahulu para suku seringkali berperang. Setiap suku, biasanya terdiri dari usif, amaf, dan meo.
Usif, merupakan sebutan untuk kelompok atau turunan bangsawan. Amaf adalah sebutan untuk kelompok yang bukan bangsawan. Sedangkan meo, adalah sebutan untuk orang dan turunannya yang maju berperang melawan musuh atau mempertahankan daerah kedaulatannya.
Ketika seorang meo kembali dari medan perang, apalagi sambil memikul kepala musuh, maka ia akan disambut dengan tarian likurai oleh kaum perempuan.
Pukulan dan irama sambutannya juga beda. Kaum perempuan akan menari maju dua kali dan mundur dua kali. Sementara, sang pahlawan yang disambut akan ikut menari sambil memikul kepala lawan.
Kepala musuh ini akan diarak di kampung, lalu digantung pada pohon tertentu seperti pohon beringin. Di Desa saya, ada pohon beringin besar dan terlihat tua disebut sebagai beringin kepala atau nunu nakaf.
Mengarak dan Memasukkan Benda Pusaka dalam Rumah Adat
Selain sebagai tarian kemenangan, Likurai juga ditarikan ketika mengarak dan memasukkan benda-benda pusaka milik suku ke dalam rumah adat yang telah selesai dibangun.
Pukulan tambur pada saat memasukkan benda pusaka ini pun berbeda dengan tarian untuk kgembiraan. Seorang perempuan akan berperan untuk memanggil benda-benda keramat tersebut dengan dua benda yang dianyam dari daun lontar (napi). Bife anapit (perempuan pemanggil) ini akan berjalan mengikuti irama pukulan tambur.