Indonesia memiliki berbagai seni budaya warisan leluhur yang bernilai bernilai tinggi. Usia peninggalan ini pun bukan dari beberapa tahun yang silam. Namun sudah diciptakan pada berabad-abad tahun yang lalu.
Sebut saja Candi Borobudur di Magelang yang diperkirakan dibangun pada tahun 770 Masehi. Jika benar, maka bangunan tersebut telah berusia 1.252 tahun. Atau Candi Muara Takus, satu-satunya peninggalan candi yang ada di Sumatera yang diperkirakan dibangun pada abad ke-4 atau ke-5 Masehi.
Dan banyak lagi peninggalan bersejarah yang bisa kita temukan di berbagai wilayah tanah air Indonesia. Semuanya menggambarkan, nenek moyang kita sejatinya telah memiliki pengetahuan yang sangat mumpuni di era mereka, sekalipun hanya menggunakan teknologi yang sangat minim.
Salah satu situs budaya yang masih dapat kita lihat hingga saat ini adalah situs Batu Brak. Bangunan ini merupakan situs batu megalitikum.
Batu Brak atau Batu Berak, terletak di jalan Lebuay, desa (pekon) Purajaya, Kecamatan Kebon Tebu. Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung.
Lokasinya mudah diakses dengan kendaraan, baik roda dua maupun roda empat. Kita pun tak perlu khawatir karena Lampung Barat sangat terkenal dengan wisatanya. Ada wisata alam, wisata budaya, juga wisata kuliner.
Informasi mengenai Batu Brak, dapat diperoleh dalam bentuk Leaflet di kantor Serang, Banten. Keberadaannya sebagai situs yang perlu dilestarikan, dikukuhkan dengan SK Menteri Kebudayaan dan Pariwisata nomor KM.12/PW.007/MKP/2004.
Situs ini, terletak di lembah yang dikeliling oleh bukit dan gunung. Bukit-bukit dimaksud adalah Bukit Abung di sebelah utara, dan Bukit Rigis di sebelah barat. Sementara sebelah selatan dibatasi oleh Bukit Asahan dan Bukit Begelung pada sebelah timur.
Pengelolaan Situs Batu Brak
Meskipun situs ini adalah batu megalitikum, ternyata baru ditemukan pada tahun 1951 oleh rombongan transmigran Biro Rekonstruksi Nasional (BRN). Selang 29 tahun kemudian, tepatnya tahun 1980 barulah dilakukan penelitian oleh arkeolog dari Jakarta.
Situs Megalitikum Batu Brak berada di bawah pengelolaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten.
Penataan dan pemugaran terhadap situs ini kemudian dilakukan pada tahun 1984 hingga tahun 1989. Penataan disesuaikan pula dengan unsur pendidikan dan wisata sehingga dapat menjadi daya tarik bagi bagi orang yang ingin mempelajari atau berwisata di sini.
Batu Pemujaan terhadap Roh Nenek Moyang
Dari hasil penelitian arkeolog yang diringkas dalam profil situs, diketahui bahwa situs Batu Brak tidak digunakan untuk pemakaman. Tetapi merupakan tempat pemujaan, utamanya memuja roh leluhur mereka di zaman itu.
Pada zaman megalitikum, manusia yang masih hidup memiliki kepercayaan bahwa ada hubungan antara mereka yang sudah meninggal dengan yang masih hidup. Orang yang sudah meninggal, diyakini rohnya masih hidup dan berkumpul di suatu tempat.
Roh-roh ini, memiliki kekuatan dan dapat mendatangkan musibah jika tak diperhatikan melalui pemujaan-pemujaan. Juga memiliki kekuatan untuk mendatangkan kesejahteraan bagi mereka yang masih hidup di dunia.
Jenis Batu pada Situs Batu Brak
Dari tulisan para mahasiswa KKN-DR UIN RIL Purajaya 2022, paling tidak terdapat empat jenis batu megalitik di sana, yaitu batu dolmen, batu menhir, batu umpak, dan batu datar.
Jenis batuan lain yang dapat ditemukan di sana, berupa manik-manik dari batuan kornelian. Juga terdapat fragmen tembikar dan fragmen keramik asing.
Batu Dolmen
Batu dolmen disebut juga sebagai meja batu. Meja batu ini berukuran besar, disanggah atau ditopang oleh beberapa batu berukuran lebih kecil. Barangkali batu-batu tersebut berfungsi sebagai kaki meja.
Meja ini merupakan altar yang mana dijadikan sebagai tempat meletakkan kurban dan sesajian saat melakukan ritual ibadah kepada roh leluhur mereka.
Jika dolmen di Lampung Barat digunakan sebagai meja pemujaan, maka kompas.com menuliskan bahwa selain untuk pemujaan, juga dipakai untuk menguburkan jenazah seperti yang ditemukan di Bondowoso dan Merawan, Jawa Timur. Informasi tentang hal ini dapat dibaca di https://www.kompas.com/stori.
Batu Menhir
Batu Menhir adalah batu panjang. Disebut juga sebagai batu tegak atau tiang batu. Menhir dapat berupa batu tunggal atau monolith dan juga berkelompok.
Menhir dijadikan sebagai jembatan untuk mengikat roh arwah leluhur dengan anak dan cucu yang masih hidup. Di sini, biasanya mereka yang masih hidup akan melakukan pemujaan sebagai penghormatan kepada arwah leluhur.
Batu Datar
Batu datar, disebut juga sebagai batu permukaan rata. Di situs Batu Brak, jenis batu ini terlihat lebih rata dibandingkan dengan dolmen.
Letaknya juga tidak berjauhan dari dolmen dan menhir. Sebab, fungsinya adalah untuk meletakkan sesajian selama berlangsungnya upacara pemujaan terhadap arwah.
Batu Umpak
Batu umpak tidak lain adalah batu penyangga. Batu-batu ini berfungsi sebagai tiang yang menyangga benda lain di atasnya seperti dolmen atau batu datar. Jenis batu umpak, sering digunakan pada jaman kerajaan Majapahit yang termashur itu.
Mari Melestarikan Warisan Budaya Kita
Begitu banyak warisan leluhur kita yang masih dapat kita saksikan hingga saat ini. Padahal, teknologi yang mereka gunakan di masa itu, begitu sederhana. Namun pembuatannya yang benar-benar memerlukan pengorbanan, akhirnya menghasilkan suatu maha karya nan dasyat.
Prestasi yang tetap terlihat hingga kini. Karenanya, sebagai generasi pewaris sudah selayaknya kita merawat dan mempertahankannya agar tetap bisa disaksikan oleh generasi berikutnya.
Paling tidak, janganlah kita melakukan tindakan vandal saat berkunjung ke sana. Apalagi merusaknya karena dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan zaman kita.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI