Masih tentang difabel. Kalangan pendidik dan pendamping lebih familiar dengan nama ABK. Ini bukan singkatan dari Anak Buah Kapal, tetapi Anak Berkebutuhan Khusus.
Anak Berkebutuhan Khusus adalah kelompok anak yang punya keterbatasan atau luar biasa. Tak hanya terbatas dalam hal fisik. Tetapi termasuk mental, intelektual, sosial dan emosional yang berpengaruh besar terhadap proses tumbuh dan kembang si anak dibandingkan dengan anak seusianya.
Tak jarang, ada orang tua yang masih belum menerima kondisi anaknya yang luar biasa itu. Tak urung mereka ditelantarkan, dikurung, dan dianggap hanya menjadi beban dalam keluarga. Ada anggapan, tak ada  masa depan bagi anak-anak ini.Â
Padahal, anak-anak dalam kondisi tersebut, juga merupakan anugerah Yang Maha Kuasa. Tidak ada seorang anak pun yang meminta dirinya dilahirkan dalam kondisi tertentu. Mereka juga memiliki hak asasi untuk hidup dan mendapatkan perlakuan yang sama seperti anak-anak yang terlahir dalam kondisi normal. Mendapatkan kesempatan untuk diajar dan dilatih.
Demikian salah satu benang merah yang disimpulkan oleh para pendidik ABK SLB Negeri Baradatu Way Kanan, dalam kegiatan penyusunan Rencana Strategis Berbasis Aset beberapa waktu lalu.
SLBN Baradatu, merupakan satu-satunya Sekolah Luar Biasa berstatus negeri yang ada di Kabupaten Way Kanan. Sekolah ini baru memiliki SK izin operasional pada tahun 2019. Visi sekolahnya adalah  "Terwujudnya pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) agar berakhlak mulia, mandiri dan memiliki kecakapan hidup".
Poin penting yang menjadi komitmen para Guru dan tenaga teknis SLBN Baradatu adalah membiasakan diri untuk mendampingi anak didik mereka dengan tulus hati. Memerlukan kessabaran yang ekstra setiap kali berinteraksi dengan anak difabel.
Tiga Aspek Memandirikan ABK SLBN Baradatu
Dalam menyusun perencanaan strategis berbasis aset, maka para guru SLBN Baradatu melakukan pendekatan pentagon Aset. Kelima modal yang dimaksud adalah Sumberdaya Manusia, Sumberdaya Alam, Modal Fisik, Modal Keuangan, dan Modal Sosial.
Diantara ke-5 aset yang diidentifikasi, Aset Manusia adalah aset terpenting yang dimiliki oleh SLBN Baradatu. Dalam diskusi sebelumnya telah disepakati bahwa seluruh program sekolah akan diarahkan untuk mencapai kemandirian dari siswa SLB.
Ini merupakan komitmen sekolah untuk memandirikan siswanya. Dengan demikian, anak-anak didik ini kelak tidak menjadi beban baru keluarga dan masyarakat.
Setidaknya ada 3 aspek kemandirian yang diharapkan untuk dimiliki siswa setelah menuntaskan pendidikan di SLBN Baradatu.
Pertama, memiliki kemandirian dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Para pendidik ini menamakannya  bina diri.Â
Juga dibiasakan untuk memiliki keterampilan vokasi sesuai dengan bakat dan minatnya sehingga berdaya secara ekonomi. Dengan keterampilan yang dimiliki, para siswa dapat hidup mandiri dan tidak menjadi beban bagi orang lain.
Kedua, memiliki budi pekerti dan spiritual yang baik. Para siswa diharapkan memiliki budi pekerti yang baik, mematuhi norma-norma yang ada di masyarakat dan dapat menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
Lebih lanjut para siswa dapat menjadi inspirasi, teladan sekaligus memberikan manfaat bagi keluarga dan masyarakat sekitar.
Ketiga, para siswa diharapkan dapat berkomunikasi, berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain. Dengan kata lain mereka dapat bergaul dan menyatu di tengah-tengah masyarakat. Tanpa merasa minder dan takut menjadi korban perundungan.
Ketiga aspek ini, diharapkan dapat tercapai dengan baik. Sebanyak 41 siswa yang terdaftar di SLBN Baradatu dan 22 guru pendamping ini memiliki motivasi yang tinggi dan minat serta keahlian yang beragam.
Selain itu terdapat potensi SDM dari luar sekolah. Dukungan oran tua melalui komite sekolah, masyarakat setempat dan pemerintah tentunya memperlancar tujuan mulia ini.
Ada Hambatan Tetapi Bisa Diatasi Melalui Kerja Sama
Hambatan selalu ada. Namun dapat diatasi jika ada kerja sama yang baik. Bukan hanya antara siswa dan guru, tetapi melibatkan para stakeholder yang memiliki kapasitas dan perhatian terhadap ABK.
Beberapa hambatan yang dialami oleh SLBN Baradatu, diantrarnya hambatan komunikasi. Terutama komunikasi antara guru dengan siswa dan bersama orang tua mereka.
Kehadiran siswa di sekolah, juga tidak menentu. Ada siswa yang jarak rumah dan sekolah cukup jauh. Sementara orang tua sibuk bekerja. Anak didik lebih sering tinggal di rumah pada saat jam sekolah.
Dari sisi guru pembimbing, sejauh ini belum ada pelatihan yang terkait dengan program pengembangan vokasi. Guru belajar secara mandiri untuk membimbing anak didik mereka. Di lain pihak, para pendidik juga memiliki kekhawatiran.
Kecemasan bahwa program pengembangan keterampilan yang telah disusun secara partisipasi penuh ini, tidak dapat terlaksana karena tidak adanya dukungan dari pihak-pihak terkait di luar sekolah
Semoga dukungan para pihak untuk ikut mengembangkan keterampilan ABK SLBN Baradatu dapat terlaksana dengan baik. Tentunya, dengan caranya masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H