Mayoritas penduduk Indonesia masih beranggapan bahwa pencari nafkah utama dalam kehidupan berumah tangga adalah kepala keluarga yang biasa dijabat oleh suami atau ayah.
Sekalipun demikian, pencari nafkah di dalam keluarga tak hanya dilakukan oleh ayah selaku kepala keluarga. Suami-istri bekerja, tidak menjadi persoalan. Tentu saja dibicarakan dan disepakati secara bersama-sama. Termasuk mengelola rumah tangga secara bersama-sama pula.
Bukit Jambi, merupakan salah satu daerah yang letaknya dekat dengan jalur tengah trans-Sumatera. Daerah ini, termasuk dalam Kampung Gunung Katun, Kecamatan Baradatu, Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung.
Mata pencaharian utama penduduk Bukit Jambi adalah bertani. Mereka bertanam komoditas pangan dan komoditas perkebunan. Tanaman pangan dominan adalah jagung dan singkong.Â
Sedangkan tanaman perkebunan yang paling berharga adalah karet dan kopi. Sebagian lagi bertanam lada dan sawit. Sambil beternak beberapa ekor kambing atau sapi.
Kegiatan utama para perempuan di Bukit Jambi terkait dengan perkebunan, adalah menyadap karet. Selain itu, mereka juga terbiasa memutil kopi dan lada saat musim panen kedua komoditas tersebut.
Namun panen lada dan kopi tidak seintensif panen karet. Kegiatan memutil kopi dan lada memakan waktu sekira 2 bulan saja setiap tahunnya. Hasilnya pun tak sebanyak dan tak sekontinu hasil karet.Â
Nyadap Karet
Nyadap karet merupakan kegiatan memotong atau melukai kulit pohon karet dengan pisau sadap membentuk sesuatu goresan hingga ada getah yang keluar dari pohon karet. Di bawah goresan tersebut, dipasang penampung getah.
Menyadap tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Jangan sampai terlalu dalam. Cukup sekira 1,5 mm sebelum kambium karet. Jika mengenai kayunya, maka proses penyembuhan kembali akan memakan waktu yang lama. Akibatnya, karet tidak akan disadap yang berakibat pada berkurangnya getah.
Karet juga tidak akan disadap sepanjang tahun. Petani Bukit Jambi akan mengistirahatkan karetnya karet menggugurkan daunnya hingga tumbuh kuncup-kuncup muda. Biasanya memakan waktu sekitar dua bulan.
Perempuan-perempuan Bukit Jambi, sudah terbiasa menyadap karet. Selain menyadap karet milik sendiri, mereka juga masih mampu menyadap karet orang lain dengan sistem paruhan atau sesuai dengan kesepakatan.
Rata-rata ibu-ibu ini bisa menyadap ratusan pohon karet setiap hari. Mereka sangat lincah. Dan sadapannya juga sangat tipis, tak sampai melukai kayu karet. Ibu-ibu ini juga lebih telaten menjaga kebersihan getah karetnya dibanding suami-suami mereka.
Getah karet yang kotor, misalnya tercampur dengan daun, kulit karet dan tanah biasanya ditolak oleh pengepul atau harganya dipotong dari yang seharusnya. Karena itu, mereka akan berhati-hati agar kualitas getah karetnya tetap bagus dan diterima oleh pedagang pengumpul.
Kegiatan menyadap ini tak dilakukan seharian penuh. Mereka tetap mengurus rumah tangga. Mengurus anak, memasak dan menjalankan pekerjaan domestik lainnya. Juga menjalankan kegiatan sosial seperti pernikahan dan kegiatan keagamaan, yakni sembahyang, mengaji atau yasinan.
Mulung dan Menjual Getah
Perempuan-perempuan Bukit Jambi juga terampil menggumpalkan getah karet. Jenis penggumpal yang masih sering digunakan adalah tawas dan cuka.
Mereka tak hanya cekatan dalam menyadap karet. Gumpalan-gumpalan karet yang diambil dari wadah mangkok atau tempurung kelapa, akan dikumpulkan dalam satu wadah lalu dibawa ke pengepul yang ada di dusun mereka untuk dtimbang.
Bahkan ada yang membawa getah karetnya ke tempat lain dengan menggunakan sepeda motor. Perkara penimbangan karet lebih sering dilakukan oleh kaum bapak daripada isteri mereka.
Karet, merupakan komoditas perkebunan penting bagi penduduk di Bukit Jambi. Boleh dibilang, getah karet mampu menghidupi keluarga-keluarga di sana. Paling tidak, seminggu sekali keluarga yang memiliki pohon karet akan mendapatkan sejumlah uang dari hasil penjualan getah karetnya.
Rata-rata hasil panen per minggu di Bukit Jambi sebanyak 50 kg per petani. Dan harga karet gumpal per tahun 2022 di tingkat pengepul desa adalah sekitar Rp9.000/kg. Dengan demikian, rata-rata penghasillan kotor per minggu adalah sebesar Rp450.000 atau Rp1.800.000 per bulan.
Penghasilan tersebut, belum dipotong dengan pembayaran tenaga kerja (kalau ada) dan pembelian zat penggumpal yang biasa disediakan oleh pengepul. Sering kali pemilik karet melakukan bon zat penggumpal terlebih dahulu. Tinggal dipotong saja ketika si petani menyetor getah karetnya.
Pendapatan Tambahan
Selain pendapatan dari karet, ada juga beberapa komoditas tambahan. Beberapa petani menanam kopi di sela-sela tanaman karet mereka. Pada saat panen kopi, mereka bisa menerima penghasilan tambahan dari kopi. Biji kopi kering giling dihargai dengan Rp 23.000 per kilogram.
Beberapa petani, juga menanam kencur dan jahe di kebun karetnya. Lumayan untuk menambah pendapatan keluarga mereka. Komoditas ini biasa dijual dengan sistem borongan. Harga tergantung pada negosiasi antara pemilik dan pembeli.
Meskipun ada beberapa sumber penghasilan, tanaman karet merupakan sumber penghasilan utama mereka. Para perempuan Bukit Jambi, sudah terbiasa mendapatkan pemasukan dari hasil menyadap dan mulung karet di kebun mereka atau kebun orang dengan sistem paruhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H