Karet juga tidak akan disadap sepanjang tahun. Petani Bukit Jambi akan mengistirahatkan karetnya karet menggugurkan daunnya hingga tumbuh kuncup-kuncup muda. Biasanya memakan waktu sekitar dua bulan.
Perempuan-perempuan Bukit Jambi, sudah terbiasa menyadap karet. Selain menyadap karet milik sendiri, mereka juga masih mampu menyadap karet orang lain dengan sistem paruhan atau sesuai dengan kesepakatan.
Rata-rata ibu-ibu ini bisa menyadap ratusan pohon karet setiap hari. Mereka sangat lincah. Dan sadapannya juga sangat tipis, tak sampai melukai kayu karet. Ibu-ibu ini juga lebih telaten menjaga kebersihan getah karetnya dibanding suami-suami mereka.
Getah karet yang kotor, misalnya tercampur dengan daun, kulit karet dan tanah biasanya ditolak oleh pengepul atau harganya dipotong dari yang seharusnya. Karena itu, mereka akan berhati-hati agar kualitas getah karetnya tetap bagus dan diterima oleh pedagang pengumpul.
Kegiatan menyadap ini tak dilakukan seharian penuh. Mereka tetap mengurus rumah tangga. Mengurus anak, memasak dan menjalankan pekerjaan domestik lainnya. Juga menjalankan kegiatan sosial seperti pernikahan dan kegiatan keagamaan, yakni sembahyang, mengaji atau yasinan.
Mulung dan Menjual Getah
Perempuan-perempuan Bukit Jambi juga terampil menggumpalkan getah karet. Jenis penggumpal yang masih sering digunakan adalah tawas dan cuka.
Mereka tak hanya cekatan dalam menyadap karet. Gumpalan-gumpalan karet yang diambil dari wadah mangkok atau tempurung kelapa, akan dikumpulkan dalam satu wadah lalu dibawa ke pengepul yang ada di dusun mereka untuk dtimbang.
Bahkan ada yang membawa getah karetnya ke tempat lain dengan menggunakan sepeda motor. Perkara penimbangan karet lebih sering dilakukan oleh kaum bapak daripada isteri mereka.
Karet, merupakan komoditas perkebunan penting bagi penduduk di Bukit Jambi. Boleh dibilang, getah karet mampu menghidupi keluarga-keluarga di sana. Paling tidak, seminggu sekali keluarga yang memiliki pohon karet akan mendapatkan sejumlah uang dari hasil penjualan getah karetnya.