Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Semangat Diponegoro dalam Jiwa Chairil Anwar dan Generasi Merdeka

2 Agustus 2022   11:24 Diperbarui: 2 Agustus 2022   16:29 2099
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir semua anak bangsa yang pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah dasar dan sekolah menengah akan menjawab dengan cepat, siapa itu Chairil Anwar. Di kampung kami pun, anak-anak sekolah dengan yakin akan menjawab, "penyair hebat".

Ketika ditanya lagi, apa karya-karyanya yang kemudian membuatnya dikenal sebagai penyair yang terkenal? Rata-rata anak sekolah akan menjawab bahwa di masa hidupnya, ia menciptakan puisi  "Aku"  yang selalu membuat kita merinding ketika membacanya.

 Terlebih saat dibawakan dalam perlombaan dengan penuh penghayatan, versi peserta berlomba dan tentu saja juga atas arahan dari guru.

Iseng-iseng, kemarin saya bertanya tentang siapa itu Chairil Anwar kepada ponakan yang masih kelas dua SMP di salah satu sekolah swasta di Kota Kupang. Dan dia menjawab yang sama. Tetapi lumayanlah, dia mampu menyebutkan dua puisi Chairil Anwar lain lain di samping puisi "AKU".

Pertama, ia menyebutkan judul puisi "Karawang-Bekasi". Lalu kedua, puisi judul "Diponegoro".  Kebetulan juga, tiga judul puisi ini dulu menjadi puisi yang harus dihafalkan oleh anak-anak SD zaman 1990-an. Tentunya di sekolah saya.

Bukan sekedar menghafal. Tetapi lengkap dengan intonasi dan gerakan. Sebab puisi-puisi tersebut sering dilombakan antara perwakilan anak sekolah menjelang hari Kemerdekaan RI, 17 Agustus. Biasanya, setiap sekolah mengutus perwakilannya untuk mengikuti lomba di kecamatan.

Syair-syair ciptaan Chairil Anwar, banyak yang singkat namun maknanya begitu kuat. Misalnya, AKU yang hanya terdiri dari 13 baris. Namun siapa sangka AKU yang pernah ditolak oleh Armyn Pane untuk dimuat pada Panji Pustaka ini menjadi begitu fenomenal. Teman-teman seangkatannya kemudian menjulukinya sebagai Si Binatang Jalang. Silakan membaca detailnya di sini: https://www.kompas.com/skola.

Chairil Anwar dan puisi Diponegoro yang dihasilkan pada Februari 1943. Dok ruangguru-43.blogspot.com
Chairil Anwar dan puisi Diponegoro yang dihasilkan pada Februari 1943. Dok ruangguru-43.blogspot.com

Diponegoro

Jika AKU dianggap sebagai puisi yang cenderung egoistis, maka puisi lainnya menggoreskan kepahlawanan. Diantaranya Karawang-Bekasi dan Diponegoro.

Banyak pengamat puisi berpendapat, puisi Diponegoro merupakan bentuk kekaguman seorang Chairil Anwar akan kepribadian Diponegoro yang heroik, pemberani, dan berwibawa. Kekaguman itu nampak dalam deretan perdana syair berikut:

Di masa pembangunan ini

tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Tak gentar.

Selain kekaguman, deretan syair tersebut juga menunjukkan suatu kerinduan. Chairil Anwar merindukan semangat juang Pangeran Diponegoro semasa hidupnya dalam memimpin perlawanan terhadap penjajah Belanda.

Dari buku-buku sejarah, kita mengetahui bahwa Pangeran Diponegoro sendiri pernah memimpin perlawanan terhadap penjajah secara intensif selama 5 tahun, 1825-1830.  Namun atas siasat penjajah, beliau ditangkap dan diasingkan hingga wafat pada 8 Januari 1855 di Makassar, Sulawesi.

Lukisan Raden Saleh tentang suasana penangkapan Pangeran Diponegoro yang mengakhiri perang Diponegoro. Dok Wikipmedia.org
Lukisan Raden Saleh tentang suasana penangkapan Pangeran Diponegoro yang mengakhiri perang Diponegoro. Dok Wikipmedia.org

Puisi Diponegoro sendiri dihasilkan oleh Chairil Anwar pada bulan Februari 1943. Cukup lama jaraknya dengan masa hidup pahlawan yang dikaguminya, yaitu 88 tahun.

Saat itu, Chairil Anwar mungkin hanya mengetahui kisah perjuangan Diponegoro dari cerita-cerita saja, atau dokumen tertulis yang masih sangat terbatas. Namun, Chairil Anwar mampu melukiskan kondisi peperangan saat itu:

Lawan banyaknya seratus kali.

Pedang di kanan, keris di kiri

Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Deretan baris syair di atas, menggambarkan bagaimana Pangen Diponegoro memimpin pasukannya untuk berperang. Kalah pasukan, kalah senjata. Namun memiliki semangat juang yang begitu tinggi dan tak pernah mati.

Meskipun berakhir dengan penangkapan akibat liciknya penjajah, konon pihak penjajah pun banyak menelan korban. Sebanyak 8.000 serdadu Belanda dan 7.000 serdadu pribumi yang berperang atas nama Belanda, ikut tewas. Silakan membaca detailnya di sini: https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Diponegoro

Chairil Anwar menginginkan, agar hal yang sama juga dilakukan oleh generasi yang sementara berhadapan dengan penjajah Jepang saat itu. Berjuang dengan semangat yang tinggi, sekalipun kalah akan senjata dan fasilitas lain untuk melepaskan diri dari kungkungan penjajah. Bahkan, Chairil Anwar berharap, semangat juang ini harus dipertahankan pada masa setelah Indonesia merdeka.

Empat kata terakhir dalam puisi Diponegoro berikut, adalah ending yang membuat bulu kuduk berdiri, ketika kita membaca dan meresapi makna kata dan rangkaian kalimat yang dilukiskan oleh Chairil Anwar:

Maju.

Serbu.

Serang.

Terjang.

Saya membayangkan, bagaimana pasukan Diponegoro bergerak maju berperang, manakala mendapatkan seruan perang dari komandan mereka, Majuuuuu.....Serbu....Serang....Terjang......

Diponegoro telah tiada. Demikian juga Chairil Anwar. Namun semangat kepahlawanan mereka tak akan sirna. Semoga kemerdekaan yang telah direbut dengan korban nyawa, harta dan tangisan air mata leluhur kita, tetap kita pertahankan selamanya.

Pekik
Pekik "Merdeka" tak sekedar diucapkan tetapi mengandung makna yang mendalam. Dok doetaindonesia.com

Sebagai generasi yang lahir di alam kemerdekaan, kita patut berterima kasih kepada Chairil Anwar. Juga kepada Pahlawan Diponegoro. Dan kepada para kusuma bangsa yang berkorban bagi bangsa dan tanah air kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun