Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Semangat Diponegoro dalam Jiwa Chairil Anwar dan Generasi Merdeka

2 Agustus 2022   11:24 Diperbarui: 2 Agustus 2022   16:29 2099
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diponegoro, karya Chairil Anwar. Dok mekaewa.com

Selain kekaguman, deretan syair tersebut juga menunjukkan suatu kerinduan. Chairil Anwar merindukan semangat juang Pangeran Diponegoro semasa hidupnya dalam memimpin perlawanan terhadap penjajah Belanda.

Dari buku-buku sejarah, kita mengetahui bahwa Pangeran Diponegoro sendiri pernah memimpin perlawanan terhadap penjajah secara intensif selama 5 tahun, 1825-1830.  Namun atas siasat penjajah, beliau ditangkap dan diasingkan hingga wafat pada 8 Januari 1855 di Makassar, Sulawesi.

Lukisan Raden Saleh tentang suasana penangkapan Pangeran Diponegoro yang mengakhiri perang Diponegoro. Dok Wikipmedia.org
Lukisan Raden Saleh tentang suasana penangkapan Pangeran Diponegoro yang mengakhiri perang Diponegoro. Dok Wikipmedia.org

Puisi Diponegoro sendiri dihasilkan oleh Chairil Anwar pada bulan Februari 1943. Cukup lama jaraknya dengan masa hidup pahlawan yang dikaguminya, yaitu 88 tahun.

Saat itu, Chairil Anwar mungkin hanya mengetahui kisah perjuangan Diponegoro dari cerita-cerita saja, atau dokumen tertulis yang masih sangat terbatas. Namun, Chairil Anwar mampu melukiskan kondisi peperangan saat itu:

Lawan banyaknya seratus kali.

Pedang di kanan, keris di kiri

Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Deretan baris syair di atas, menggambarkan bagaimana Pangen Diponegoro memimpin pasukannya untuk berperang. Kalah pasukan, kalah senjata. Namun memiliki semangat juang yang begitu tinggi dan tak pernah mati.

Meskipun berakhir dengan penangkapan akibat liciknya penjajah, konon pihak penjajah pun banyak menelan korban. Sebanyak 8.000 serdadu Belanda dan 7.000 serdadu pribumi yang berperang atas nama Belanda, ikut tewas. Silakan membaca detailnya di sini: https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Diponegoro

Chairil Anwar menginginkan, agar hal yang sama juga dilakukan oleh generasi yang sementara berhadapan dengan penjajah Jepang saat itu. Berjuang dengan semangat yang tinggi, sekalipun kalah akan senjata dan fasilitas lain untuk melepaskan diri dari kungkungan penjajah. Bahkan, Chairil Anwar berharap, semangat juang ini harus dipertahankan pada masa setelah Indonesia merdeka.

Empat kata terakhir dalam puisi Diponegoro berikut, adalah ending yang membuat bulu kuduk berdiri, ketika kita membaca dan meresapi makna kata dan rangkaian kalimat yang dilukiskan oleh Chairil Anwar:

Maju.

Serbu.

Serang.

Terjang.

Saya membayangkan, bagaimana pasukan Diponegoro bergerak maju berperang, manakala mendapatkan seruan perang dari komandan mereka, Majuuuuu.....Serbu....Serang....Terjang......

Diponegoro telah tiada. Demikian juga Chairil Anwar. Namun semangat kepahlawanan mereka tak akan sirna. Semoga kemerdekaan yang telah direbut dengan korban nyawa, harta dan tangisan air mata leluhur kita, tetap kita pertahankan selamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun