Selain kekaguman, deretan syair tersebut juga menunjukkan suatu kerinduan. Chairil Anwar merindukan semangat juang Pangeran Diponegoro semasa hidupnya dalam memimpin perlawanan terhadap penjajah Belanda.
Dari buku-buku sejarah, kita mengetahui bahwa Pangeran Diponegoro sendiri pernah memimpin perlawanan terhadap penjajah secara intensif selama 5 tahun, 1825-1830. Â Namun atas siasat penjajah, beliau ditangkap dan diasingkan hingga wafat pada 8 Januari 1855 di Makassar, Sulawesi.
Puisi Diponegoro sendiri dihasilkan oleh Chairil Anwar pada bulan Februari 1943. Cukup lama jaraknya dengan masa hidup pahlawan yang dikaguminya, yaitu 88 tahun.
Saat itu, Chairil Anwar mungkin hanya mengetahui kisah perjuangan Diponegoro dari cerita-cerita saja, atau dokumen tertulis yang masih sangat terbatas. Namun, Chairil Anwar mampu melukiskan kondisi peperangan saat itu:
Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Deretan baris syair di atas, menggambarkan bagaimana Pangen Diponegoro memimpin pasukannya untuk berperang. Kalah pasukan, kalah senjata. Namun memiliki semangat juang yang begitu tinggi dan tak pernah mati.
Meskipun berakhir dengan penangkapan akibat liciknya penjajah, konon pihak penjajah pun banyak menelan korban. Sebanyak 8.000 serdadu Belanda dan 7.000 serdadu pribumi yang berperang atas nama Belanda, ikut tewas. Silakan membaca detailnya di sini: https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Diponegoro
Chairil Anwar menginginkan, agar hal yang sama juga dilakukan oleh generasi yang sementara berhadapan dengan penjajah Jepang saat itu. Berjuang dengan semangat yang tinggi, sekalipun kalah akan senjata dan fasilitas lain untuk melepaskan diri dari kungkungan penjajah. Bahkan, Chairil Anwar berharap, semangat juang ini harus dipertahankan pada masa setelah Indonesia merdeka.
Empat kata terakhir dalam puisi Diponegoro berikut, adalah ending yang membuat bulu kuduk berdiri, ketika kita membaca dan meresapi makna kata dan rangkaian kalimat yang dilukiskan oleh Chairil Anwar:
Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang.
Saya membayangkan, bagaimana pasukan Diponegoro bergerak maju berperang, manakala mendapatkan seruan perang dari komandan mereka, Majuuuuu.....Serbu....Serang....Terjang......
Diponegoro telah tiada. Demikian juga Chairil Anwar. Namun semangat kepahlawanan mereka tak akan sirna. Semoga kemerdekaan yang telah direbut dengan korban nyawa, harta dan tangisan air mata leluhur kita, tetap kita pertahankan selamanya.