Hampir semua anak bangsa yang pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah dasar dan sekolah menengah akan menjawab dengan cepat, siapa itu Chairil Anwar. Di kampung kami pun, anak-anak sekolah dengan yakin akan menjawab, "penyair hebat".
Ketika ditanya lagi, apa karya-karyanya yang kemudian membuatnya dikenal sebagai penyair yang terkenal? Rata-rata anak sekolah akan menjawab bahwa di masa hidupnya, ia menciptakan puisi  "Aku"  yang selalu membuat kita merinding ketika membacanya.
 Terlebih saat dibawakan dalam perlombaan dengan penuh penghayatan, versi peserta berlomba dan tentu saja juga atas arahan dari guru.
Iseng-iseng, kemarin saya bertanya tentang siapa itu Chairil Anwar kepada ponakan yang masih kelas dua SMP di salah satu sekolah swasta di Kota Kupang. Dan dia menjawab yang sama. Tetapi lumayanlah, dia mampu menyebutkan dua puisi Chairil Anwar lain lain di samping puisi "AKU".
Pertama, ia menyebutkan judul puisi "Karawang-Bekasi". Lalu kedua, puisi judul "Diponegoro". Â Kebetulan juga, tiga judul puisi ini dulu menjadi puisi yang harus dihafalkan oleh anak-anak SD zaman 1990-an. Tentunya di sekolah saya.
Bukan sekedar menghafal. Tetapi lengkap dengan intonasi dan gerakan. Sebab puisi-puisi tersebut sering dilombakan antara perwakilan anak sekolah menjelang hari Kemerdekaan RI, 17 Agustus. Biasanya, setiap sekolah mengutus perwakilannya untuk mengikuti lomba di kecamatan.
Syair-syair ciptaan Chairil Anwar, banyak yang singkat namun maknanya begitu kuat. Misalnya, AKU yang hanya terdiri dari 13 baris. Namun siapa sangka AKU yang pernah ditolak oleh Armyn Pane untuk dimuat pada Panji Pustaka ini menjadi begitu fenomenal. Teman-teman seangkatannya kemudian menjulukinya sebagai Si Binatang Jalang. Silakan membaca detailnya di sini: https://www.kompas.com/skola.
Diponegoro
Jika AKU dianggap sebagai puisi yang cenderung egoistis, maka puisi lainnya menggoreskan kepahlawanan. Diantaranya Karawang-Bekasi dan Diponegoro.
Banyak pengamat puisi berpendapat, puisi Diponegoro merupakan bentuk kekaguman seorang Chairil Anwar akan kepribadian Diponegoro yang heroik, pemberani, dan berwibawa. Kekaguman itu nampak dalam deretan perdana syair berikut:
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar.