Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Eksistensi Komunitas Bali di Kampung Bali Sadhar, Way Kanan

25 Juli 2022   06:48 Diperbarui: 25 Juli 2022   08:21 2427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjor di Hari Raya Galungan dan Kuningan di BSU. Dok pribadi

Apabila belum sempat berkunjung ke Bali karena waktu atau biaya, maka bolehlah mampir di sini, Kampung Bali Sadhar. Suguhan wisata budaya ala Pulau Dewata Bali, dapat kita nikmati di sini.

Bali Sadhar adalah komunitas Bali transmigran yang berada di Kecamatan Banjit, Kabupaten Way Kanan, Lampung. Mereka tersebar dalam tiga Kampung. Ketiga kampung tersebut adalah Bali Sadhar Utara (BSU), BST atau Bali Sadhar Tengah dan Bali Sadhar Selatan, disingkat BSS.

Dari cerita Nyoman Jane, Bali Sadhar yang ada di sana, merupakan komunitas pendatang. Dari literatur juga diketahui, alasan utama mereka bertransmigrasi ke Lampung adalah karena meletusnya Gunung Agung Bali. Itu terjadi pada tahun 1963.

Jika dihitung sejak itu, maka komunitas Bali-Lampung ini telah berada di BSU, BST, dan BSS selama 59 tahun. Paling tidak, sudah ada generasi ketiga.

Ya, sudah 59 tahun tetapi komunitas ini tetap eksis. Tetap mempertahankan kebudayaan Balinya, namun mengaku sebagai  orang Lampung. Jadinya sering menyebut dirinya, "Kami orang Bali-Lampung".

Mata Pencaharian Bali Sadhar di Banjit

Mata pencaharian utama dari komunitas Bali di Kampung Sadhar, adalah bertani. Mereka memiliki kebun karet, kopi dan pala. Sebagian juga mempunyai kebun sawit atau menjaga dan mengusahakan kebun sawit orang lain.

Karet disadap setiap hari, kecuali pada masa gugur daun hingga muncul pucuk muda. Kopi yang dimiliki, adalah jenis Robusta dan Liberika atau lebih dikenal dengan nama Robinson. Kopi dan lada, biasanya dipanen sekali dalam satu tahun.

Selain komoditas utama, mereka juga bertanam pisang, petai, jengkol, dan durian dengan maksud untuk dijual dan sebagian dapat dikonsumsi sendiri. Mereka juga mengusahakan tanaman pangan utama berupa jagung, padi dan singkong. Beberapa petani juga memelihara ternak.

Salah satu parade budaya Bali di Bali Sadhar, Banjit, Way Kanan, Lampung. Dok  lampung.tribunnews.com
Salah satu parade budaya Bali di Bali Sadhar, Banjit, Way Kanan, Lampung. Dok  lampung.tribunnews.com

Eksis dan Rukun Walau Tampil dengan Identitas Bali

Lima puluh sembilan tahun, adalah suatu proses perjalanan yang cukup panjang. Meskipun telah beradaptasi dan bergaul dengan suku bangsa lain, identitas Balinya tetap dipertahankan.

Di Banjit sendiri, tercampur berbagai suku yang hidup rukun. Ada etnis asli Lampung, Jawa, Sunda, Ogan, Semende, Banten, Minangkabau, Batak dan beberapa etnis lainnya. Mereka hidup dengan damai, sekalipun masing-masing mempertahankan identitasnya.

Selain terkonsentrasi di Kampung Bali Sadhar, komunitas Bali juga bercampur di kampung-kampung lain. Namun keberadaan mereka di kampung lain, tak sedominan di BSU, BST, dan BSS.

Bali Sadhar Utara, merupakan komunitas yang berasal dari Karangasem. Sementara Bali Sadhar Tengah didominasi oleh komunitas Bali asal Tabanan, Bangli, dan Singajara. Sedangkan komunitas asal Klungkung dan Nusa Penida lebih banyak terkonsentrasi di Bali Sadhar Selatan.

Sejarah mengenai perjalanan komunitas Bali menuju Lampung, lalu berkembang biak di Banjit ini dapat dibaca pada beberapa literatur. Salah satunya, referensi Arifin, Zainal. 2020. "Kami Bali-Lampung: Politik Identitas Etnik Bali Migran dalam Masyarakat Multikultural Way Kanan, Lampung". Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol 7 (1) : 47-62.  

Cara mengetahui keberadaan keluarga Bali di sini, adalah dari ukiran relief pada rumah. Pada satu bagian depan rumah mereka, ada tempat pemujaan sesuai dengan agama Hindu yang dianut. Dari yang bentuknya kecil, hingga besar dan disebut Pura keluarga.

Selain ciri relief dan tempat pemujaan di depan rumah, kita juga dapat mengetahui rumah komunitas Bali dengan adanya sesajen dan janur kelapa. Ditambah dengan tanaman pohon kamboja.

Beberapa hal menarik yang dapat disaksikan dan diabadikan oleh pengunjung yang datang ke Kampung BSU, diantaranya adalah:

Rumah Berelief

Rumah salah seorang penduduk di Kampung BSU bernuansa Bali. Dok pribadi
Rumah salah seorang penduduk di Kampung BSU bernuansa Bali. Dok pribadi

Ciri khas rumah etnis Bali adalah diukir dengan relief-relief. Tak hanya tembok rumah atau gapuranya. Pagar pun diukir dan dicat warna-warni. Bahkan hingga kamar mandi luar pun tak lepas dari perhatian mereka, diukir.

Itu adalah hasil pengamatan saya terhadap kondisi komplek perumahan Bali Sadhar di Banjit. Nampaknya, seni mengukir sudah diwariskan turun-temuran, dari orang tua kepada anak dan cucunya.

Tak mengherankan, jika pengukir-pengukir terkenal itu beretnis Bali. I Made Ada, seniman ukir yang menghasilkan karya Garuda Wisnu. Atau pematung I Wayan Mudana dengan karya patungnya yang bercita rasa seni nan tinggi.

Banyak Pura

Masyarakat Bali, terkenal dengan Puranya. Saking banyaknya, sehingga Bali dijuluki pula sebagai Pulau Seribu Pura selain disebut sebagai Pulau Dewata.

Pura Khayangan di Kampung Bali Sadhar, Banjit, Way Kanan, Lampung. Dok adventurose.com/Katerina
Pura Khayangan di Kampung Bali Sadhar, Banjit, Way Kanan, Lampung. Dok adventurose.com/Katerina

Ketenaran Pura Tanah Lot, Pura Luhur Uluwatu, Pura Besakih dan pura besar lainnya, menjadi daya tarik tersendiri bagi turis yang melancong ke Bali. Menariknya lagi, komunitas yang melakukan pemujaan di dalam Pura, tidak merasa terganggu dengan kehadiran para turis ini.

Beberapa Pura besar yang ada di Kampung Bali  Sadhar diantaranya, di BST ada Pura Kayangan Tunggal. Di BSU ada Pura Puncak Taman Sari, Pura Pande, Pura Pasupati, Pura Kastuhan, dan Pura Banjar Adat Gel-gel.  Ada juga Pura Puseh di BSS.

Pura besar ini, tidak pernah sepi karena sering digunakan oleh umat Hindu Bali untuk beribadah. Rutinitas beribadah tampak terlihat di Pura ini, selain terlihat menyiapkan sesajen di rumah.

Penjor

Selain Pura dan rumah-rumah berukir, salah satu ciri khas pemukiman komunitas Bali adalah pemasangan Penjor.

Penjor biasanya dipasang pada hari Raya Galungan. Lalu dibiarkan terpasang hingga selesai hari raya Kuningan. Penjor akan terlihat ramai pada hari-hari raya ini.

Penjor di Hari Raya Galungan dan Kuningan di BSU. Dok pribadi
Penjor di Hari Raya Galungan dan Kuningan di BSU. Dok pribadi

Balai Banjar

Balai adat Banjar, adalah salah satu rumah penting yang masih dipertahankan dan dimanfaatkan oleh komunitas Bali di Kecamatan Banjit.

Dari diskusi dengan beberapa keturunan Bali di BSU, saya mengetahui bahwa fungsi utama dari Banjar adalah sebagai tempat melakukan rapat dan bermusyawarah. Upacara adat dan agama juga dipersiapkan di Banjar.

Selain itu, Banjar juga dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih luas lagi. Pentas seni, sosialisasi dari pemerintah, sanggar kreatifitas kaum muda, hingga menggelar pesta pernikahan.

Pecalang

Pecalang adalah polisi adat Bali. Tugas mereka adalah mengamankan dan menjaga ketertiban di desa dan upacara adat. Namun Di Bali Sadhar, Pecalang hanya terlihat pada upacara adat atau keramaian, baik di Pura maupun di Balai adat.

Pecalang di Pulau Bali. Bertugas menjaga keamanan di desa dan upacara adat. Dok sumatratimes.com
Pecalang di Pulau Bali. Bertugas menjaga keamanan di desa dan upacara adat. Dok sumatratimes.com

Tempat Kremasi

Salah satu tempat penting bagi komunitas Bali, adalah rumah kremasi. Sebab jenazah seseorang tidak akan dikebumikan melainkan dikremasikan. Karena itu, rumah kremasi menjadi penting untuk melakukan upacara ngaben.

Itulah beberapa ciri khas komunitas Bali yang ada di Bali Sadhar, Kecamatan Banjit. Identitas Balinya tetap dipertahankan, walaupun bercampur dengan suku lain. Mereka hidup rukun dan damai. Saling menghormati perbedaan yang ada, baik berbeda suku, agama, maupun istiadatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun