SEKAF, berarti pengganti. Dalam konteks ini, adalah menggantikan posisi seseorang yang pergi meninggalkan tempat alias asalnya.
SIOM MANIKIN diartikan sebagai terima berkat atau rahmat, sekaligus memohon restu dari keluarga ibu karena anak-anak beserta ibunya sudah 100% diterima di suku sang bapak. Ini dilakukan sebagai tanda bahwa seorang pria telah mampu memboyong isteri dan anak-anaknya masuk pada suku atau famnya.
Atoni (orang) Biboki adalah suku-suku yang mendiami eks swapraja Biboki di Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT. Saat ini, sudah berkembang menjadi enam kecamatan.
Masyarakat Biboki, menganut sistem kekerabatan patrilineal yang mana sistem keturunan keluarga ditarik menurut garis keturunan sang ayah. Di Biboki, nama belakang seseorang menunjukkan nama famnya.
Misalnya nama saya, Gregorius Nafanu. Nama pemberian orangtua yang simple saja, hanya dua kata. Gregorius, nama baptis dan Nafanu nama family atau marga.
Siom Manikin
Siom manikin, adalah tahap akhir dari seluruh tahapan besar adat perkawinan di Biboki. Tahapan-tahapan besar tersebut adalah:
1. Tua ma'manis
Tua ma'manis disebut juga dengan istilah bubuh sopi. Biasanya seorang pria yang ingin menikah dengan gadis pujaannya, akan mengutus orang tua dekatnya. Beberapa perwakilan dari pria akan datang ke rumah calon.
Mereka membawa sopi satu botol, lalu meletakkannya di depan orangtua perempuan dan mengutarakan maksud kedatangan perwakilan laki-laki. Dan seringkali, pihak perempuan akan memanggil anak gadisnya untuk menanyakan, apakah bersedia untuk dijodohkan. Jika mau, maka proses ini pun beres.
2. Bake hauno'o
Bake hauno'o atau onaf adalah tahap kedua setelah bubuh sopi. Dalam istilah bahasa Indonesia, lebih kurang disebut dengan istilah melamar gadis.
Biasanya, dalam kesempatan ini pihak pria akan membawa beberapa seserahan berupa perhiasan dan pakaian calon isteri, dan uang lamaran. Saat ini, banyak yang sudah digabung dengan acara tait noni atau tatam noni.
3. Tatam noni/Tait noni
Tatam noni atau tait noni disebut sebaga angkat belis. Yaitu memasukkan sejumlah uang yang syaratkan oleh pihak perempuan agar anak mereka dapat dinikahi oleh sang pria.
Besarnya belis, biasanya ditergantung pada negosiasi kedua belah pihak yang masing-masing diwakili oleh juru bicara.
Belis, terdiri dari sejumlah uang kerta, uang perak jaman dulu, molo (kalung zaman dulu), dan sapi. Di Biboki, ternak yang sering dibawa adalah sapi bali.
4. Siom Manikin
Siom manikin atau terima berkat dan mohon restu, adalah tahap terakhir dalam adat perkawinan atoni Biboki. Sering kali, siom manikin ini tidak bisa dilakukan saat ayahnya masih hidup. Bahkan sampai cucunya baru dapat dilakukan acara ini.
Sebelum siom manikin, maka anak-anak laki-laki tidak boleh masuk untuk membuat acara di dalam rumah adat ayahnya. Jika memaksa,maka para pamannya bisa mendenda iparnya.
Dalam acara ini, pihak pria harus melunasi semua utang-utang pada keluarga perempuan. Termasuk air susu ibu (fenu oemanas), sebagai penghargaan terhadap ibu dari pihak perempuan yang telah membesarkan anaknya.
Peran Sekaf dalam Keluarga Ibu
Sekaf biasanya adalah anak yang di tengah-tengah. Jika hanya dua anak, maka dapat dinegosiasikan, apakah anak pertama atau anak kedua yang bakal tinggal. Sekaf itu biasanya anak laki-laki dengan pertimbangan, kelak ketika yang bersangkutan nikah, maka ia tetap menurunkan fam ibunya.
Tetapi jika tidak, sekaf bisa anak perempuan. Kalau tidak ada sekaf, karena hanya punya anak tunggal atau tidak ada yang bisa ditinggalkan, maka harus diganti dengan uang atau dikonversi ke sejumlah ternak.
Sekaf yang ditinggalkan dalam keluarga ibu memiliki makna sebagai pengganti ibunya, karena sang ibu pergi bersama anak-anak yang lain ke fam ayah. Sekaf di zaman dahulu, benar-benar dilaksanakan. Ini berkaitan dengan relasi dengan fam ibu, ketika rombongan ibu dan anak-anak diboyong pergi oleh sang ayah.
Hingga kini, saya masih ingat betul tutur kata beliau terkait dengan kata-kata dari juru bicara keluarga perempuan kepada keluarga laki-laki:
 Woe, in usi nok in aina sin. Ainfa balna nait nakaisa milumba. He nait nek napian ke paku ma napian ke ai.Â
Wahai, bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian. Tempat ibunya jangan sampai dikosongkan. Agar kelak ia bisa menyalakan lampu dan api untuk kalian.
Menyalakan lampu dan menghidupkan api, merupakan arti kiasan saja. Ini bermakna bahwa ketika ada acara di keluarga ibu, maka anak sekaf ini yang akan menunggu rombongan dari saudara-saudarinya dari marga ayahnya. Tak hanya menunggu, tetapi melayani mereka selama berlangsungnya acara.
Di Biboki, tamu atau undangan yang datang dalam suatu acara akan mengikuti relasi tertentu. Biasanya, menurut hubungan perkawinan. Setiap anggota keluarga pengundang akan bertanggung jawab terhadap undangannya. Tamu undangan ini akan ditempatkan di tenda-tenda yang dinamakan La'at.
Pengaturan undangan seperti ini, biasanya hanya berlaku untuk pesta-pesta besar yang mengundang banyak marga karena relasi perkawinan. Pesta berkala besar diantaranya, pesta rumah adat dan kenduri (aftao nitu) bagi arwah-arwah nenek moyang dan keluarga yang telah meninggal dunia.
Itulah, maka mengapa sekaf itu perlu ada di dalam fam ibunya agar tali persaudaraan antara keluarga ayah dan ibu tetap terjalin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H