Setiap ke gunung, mereka selalu membawa kuda-kuda. Salah satu kuda akan ditunggangi, sementara kuda lainnya akan ditarik oleh pemilik. Sementara, anak kuda tidak diikat sebab akan mengikuti induknya ke mana pun sang ibu pergi.
Kuda-kuda ini, termasuk kuda beban. Ukuran tubuhnya kecil dan pendek. Namun mereka inilah yang diandalkan untuk memuat hasil dari hutan, utamanya pala hutan.
Namun, nasib kuda-kuda beban ini sedikit lebih baik dari kerbau. Kuda tak memikul kayu balok yang berat. Mereka lebih sering beristirahat dibandingkan dengan kerbau pengangkut kayu ini.
Bagi sebagian besar kita, penggalan kisah ini mungkin tinggal cerita. Tetapi tidak untuk desa-desa yang ada di Wetar.Â
Pemandangan ini masih dapat kita saksikan di Desa Lurang, Kecamatan Wetar Utara, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), Provinsi Maluku.
Di sini, kuda dan kerbau masih diandalkan untuk membawa beban dari satu tempat ke tempat lain. Sebabnya, hampir tidak ada jalan raya agar penduduk bisa menggunakan kendaraan bermotor dalam mendukung aktivitas mereka.
Belakangan, sudah ada jalan yang menghubungkan Lurang dan Tiakur, ibukota kecamatan Wetar. Namun jalan raya ini belum menghubungkan semua desa yang ada di sana. Kendala utama, harus membuka jalan melalui jalur-jalur yang terjal.Â
Untuk mengakses desa lain yang terhubung oleh jalan raya maka dapat dilakukan melalui laut. Karenanya, perahu kayu dan ketinting menjadi andalan transportasi di sana selain digunakan untuk menangkap ikan.
Jika tidak melalui laut dengan menggunakan perahu, maka alternatifnya adalah menggunakan kuda.Â