Setiap orang yang pernah menikmati Tahu Sumedang bakal menyatakan, o itu tahu goreng yang bentuk segi empat. Ukurannya kecil-kecil. Tampilan luarnya terlihat krispi berwarna kuning  coklat. Namun dalamnya berwarna putih, isinya kosong.
Sebagian menyatakan, itu tahu yang biasa ditawarkan oleh pedagang-pedagang asongan. Naik-turun bus kota dan bus Antar Kota Antar Provinsi, alias AKAP. Para pedagang asongan ini biasanya menawarkan jajanannya di dalam kantong plastik, berisi potongan tahu dan cabe rawit hijau.
Menariknya, tahu ini memiliki segmentasi pasar yang luas. Mulai dari orang tua, remaja, hingga anak-anak. Para penikmatnya juga dari berbagai kalangan. Entah kelas menengah ke bawah, atau menengah ke atas. Kelompok kaya pun menggemari tahu kosong ini.
Pesaing-pesaing Tahu Sumedang tentunya banyak. Di Bogor, misalnya pernah muncul Tahu Yun Yi. Lalu ada pula Tahu Go. Belum lagi tahu isi dengan berbagai variasi.
Bahkan sekitar tahun 2016, pernah viral tahu bulat yang konon berasal dari Cianjur, Jawa Barat. Saban hari berkeliling menggunakan mobil sambil memperdengarkan rekaman suara tentang tahu bulat ini.
Perkara rekaman suara ini, teman saya yang tinggal di Depok sampai hafal. "Tahu bulat, digoreng dadakan, lima ratusan, gurih-gurih, nyoi.....". Saking hafalnya, kadang ia bernyanyi menirukan bunyi rekaman tersebut, sekali pun tak ada penjual yang lewat.
Sekali pun banyak saingan, Tahu Sumedang tetaplah dicintai para penggemarnya. Buktinya, hingga kini orang penikmat tahu tetap mencarinya. Baik untuk dimakan di tempat, maupun dibawa pulang, atau buat oleh-oleh.
Sekilas Tentang Tahu Sumedang
Nur Azis dalam Detik.com (Minggu, 20 Maret 2022) pernah mengulas tentang muasal Tahu Sumedang ini. Awal mulanya, tahu ini bernama tahu bungkeng yang dibuat oleh imigran Tiongkok, Ong Kino sejak abad ke-20. Mereka tinggal di Sumedang.