Papua, Maluku, NTT sering saling menyapa dengan kata basudara, sodara atau sobat. Namun seringkali, panggilan tersebut kehilangan arti.Â
Sebabnya, berawal dari pertikaian sekelompok orang. Bermula dari salah paham antara beberapa orang, dalam sekejap meluas menjadi pertikaian massa bermuansa etnis.Â
Solidaritas yang kebablas, membuat pertikaian meluas. Tadinya hanya melibatkan dua geng kecil, yaitu Kelompok Luis beranggota 12 orang kontra kelompok Kece berjumlah 6 orang,Â
Semoga Tidak Terulang Kembali
Setiap bentrokan, pastinya akan menimbulkan kerugian. Tak hanya dialami oleh satu pihak, tetapi kedua pihak. Pepatah kuno Menang jadi arang, kalah jadi abu tetaplah berlaku.Â
Tak hanya itu. Masyarakat yang tidak terlibat dalam pertikaian ini pun ikut terkena dampaknya. Tak cuma dilanda rasa kekhawatiran. Tetapi menderita kerugian. Korban harta.
Belajar dari peristiwa ini, hendaknya kita semua menahan diri. Tidak ikut-ikutan untuk terlibat bentrok. Apalagi sebagai pelajar atau mahasiswa.Â
Orang tua kita di kampung, bersusah payah untuk menyekolahkan kita. Makan seadanya karena memprioritaskan biaya pendidikan anak-anaknya. Mereka tak pernah mengharapkan balas jasa. Biarlah anak dapat menempuh pendidikan yang lebih tinggi agar kelak nasibnya lebih baik.
Menjadi pelajar atau mahasiswa, selayaknya bisa memilih dan memilah pergaulan. Berkelompoklah untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif.Â
Seminar, pelatihan, atau diskusi-diskusi. Hindari kumpul-kumpul untuk menenggak miras secara bersama-sama. Kasihan, orang tua kita di kampung. Hidup susah. Sementara uang yang dikirim dari kampung kita pakai untuk membeli miras.Â