Padahal, maek mina alias suweg berbatang putih ini sering tumbuh dengan sendirinya di kebun penduduk atau di lahan-lahan tidur. Tak pernah digali umbinya. Ketika dibutuhkan barulah digali.
Suweg berbatang putih ini berbeda dengan yang berbatang hijau (maek fui) dan porang (maek rato). Bisa dimasak dalam kondisi umbi basah atau dikeringkan seperti gaplek. Lalu ditumbuk dan diayak untuk dibuat kue berbentuk bulat.Â
Bulatan tersebut lalu dikukus dengan menggunakan tobe, yaitu alat kukus yang dibuat dari anyaman daun lontar atau gewang.
Itulah tiga pangan yang tumbuh di hutan. Dicuekin oleh penduduk setempat manakala mereka memiliki bahan pangan yang cukup sepanjang tahun. Tetapi dicari-cari ketika mereka dilanda paceklik, baik karena kemarau panjang maupun gagal panen akibat serangan hama dan banjir.
Semoga ke depannya, penduduk dan pemerintah setempat tetap mempertahankan keberadaan ketiga jenis sumber pangan liar ini di tanah Timor. Sebagai sumber pangan yang disediakan oleh Sang Pencipta yang dapat dimanfaatkan oleh ciptaan-Nya dalam kondisi darurat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H