Putak
Putak atau sagu adalah cacahan batang gewang yang diolah lebih lanjut menjadi tepung dengan cara ditumbuk. Tahap berikutnya, diayak dan direndam dalam air. Hanya sari pati berbentuk bubuk yang akan dimanfaatkan. Tepung tersebut, sehalus tepung kanji.
Cara mengolahnya menjadi makanan pun bervariasi. Bisa dicampur dengan kacang hijau yang telah direbus atau dengan parutan kelapa. Tergantung pada ketersediaan bahan. Biasanya kalau musim paceklik, paling banter dicampur dengan parutan kelapa. Bahkan tanpa apa-apa.
Tepung putak dicampur dengan air, sama seperti adonan kue. Setelah dicampur, maka dicetak pada batu plat yang gepeng, lalu diletakkan pada api. Jika sudah matang maka perlu dibalik agar bagian atas pun matang.
Pangan yang dibakar ini dinamakan dengan puat lana' karena dibakar di atas batu gepeng yang panas. Penduduk Kabupaten Belu dan Malaka menamakannya Aka bilan.
Saat ini, makanan khas TTU, Belu, dan Malaka ini mulai dikembangkan sebagai pangan alternatif. Tidak hanya dimanfaatkan pada saat paceklik, tetapi sudah dijual di pasar. Bisa dibeli dan dibawa pulang sebagai makanan utama pengganti nasi. Dapat dimakan dengan lauk dan sayuran kegemaran keluarga. Juga bisa dijadikan sebagai oleh-oleh khas.
Tepung sagu juga dapat diolah menjadi aneka kue kering. Tepungnya dapat dibeli di pasar-pasar tradisional yang dijual oleh mamak-mamak dari kampung.
Pohon gewang alis no'ek tidak hanya bermanfaat untuk diolah menjadi pangan atau pakan ternak. Daunnya dijadikan sebagai atap rumah. Sementara pelepahnya dijadikan sebagai bahan dinding rumah atau pagar kebun.Â
Jika sampai berbuah, maka para pria mengolahnya menjadi minuman nira seperti pada pohon enau, lontar atau kelapa. Namanya tuak. Dan buah mudanya bisa dibuat seperti kolang-kaling. Rasanya segar dan kenyal-kenyal.