Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Teror Belalang Kembara di Negeri Para Umbu dan Rambu

12 Mei 2022   14:47 Diperbarui: 17 Mei 2022   11:40 1282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belalang kembara kembali menebar teror di negeri para Umbu dan Rambu, Pulau Sumba Nusa Tenggara Timur per April 2022. Dan serangan tersebut belum berhenti. Bahkan, cenderung meluas di seluruh Kabupaten Sumba Timur.

Seperti biasa, serangan hama belalang ini tak hanya dilakukan terhadap tanaman pangan warga seperti jagung dan padi. Semua tanaman, akan dimakan habis.

Serangan belalang kembara atau Locusta migratoria di Pulau Sumba, bukanlah kali pertama. Bahkan, negeri para Umbu dan Rambu ini, sudah berulang kali diteror oleh makhluk pengembara nan rakus ini.

Tahun 1998 merupakan awal mula belalang kembara menyerbu Sumba seperti yang diberitakan 5 tahun lalu oleh liputan6.com bertanggal 13 Juni 2017.  Disinyalir, pembakaran padang secara besar-besaran oleh investor, menyebabkan makanan belalang ini musnah.

Faktor penyebab lainnya, cuaca kering lalu adanya La Nina menyebabkan populasi belalang kembara meledak. Lahan kering bertipe padang savana di Sumba, sangat cocok bagi perkembangbiakan Locusta migratoria ini.

Akibatnya, mereka beralih memakan tanaman warga, utamanya tanaman family gramineae. Di lain pihak, perburuan burung secara masif juga turut berkontribusi terhadap berkurangnya musuh alami belalang ini. Demikian disampaikan oleh Johanis Hiwa Wunu selaku Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sumba Timur saat itu. Sejak itu, hampir setiap tahun Sumba tak luput dari teror serangga ini.

Pulau Sumba sendiri termasuk dalam provinsi NTT dan merupakan salah satu pulau besar dari tiga pulau yang sering disingkat menjadi Flobamor, yaitu Flores, Sumba, dan Timor.  Sumba sendiri kini mekar menjadi 4 kabupaten: Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya.

Sumba sendiri lebih dikenal dengan padang savana, pasola (kegiatan berkuda dan saling melempar tombak kayu), kuburan batu dan aliran kepercayaan Marapu. Umbu dan Rambu, adalah sebutan bagi anak-anak bangsawan asal derah ini.

Teror dari Tahun ke Tahun

Sejak pertama kali menyerbu Sumba di tahun 1998, ribuan belalang ini seolah telah menemukan habitatnya. Mereka berkembang biak dengan cepat di Sumba yang terkenal akan padang savananya.

Serangga ini aktif di siang hari dan tidur di malam hari. Ketika siang hari, mereka berbondong-bondong berpindah tempat. Mencari sasaran-sasaran baru untuk dihabiskan.

Salah satu kerusakan akibat serangan belalang kembara di Sumba Timur tahun 2020. Dok kupang.tribunnews.com
Salah satu kerusakan akibat serangan belalang kembara di Sumba Timur tahun 2020. Dok kupang.tribunnews.com

Saking rakusnya, si pengembara ini menjadi momok yang menakutkan bagi warga Sumba. Sebab, ketika mereka hadir maka dalam sekejap seluruh tanaman habis dilahap. Bukan hanya daun-daun muda, tetapi batang tanaman pun habis dimangsa.

Tahapan Metamorfosis Belalang Kembara

Tiga tahap penting metamorfosis belalang kembara, yaitu telur-nimfa-dewasa. Menurut pakar IPB Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc seperti yang dituturkan kepada news.detik.com tertanggal 13 Juni 2017, telur diletakkan dalam tanah terbuka dan lembab.

Telur akan menetas dan tumbuh menjadi nimfa setelah berumur 2 minggu. Nimfa adalah belalang muda yang belum memiliki sayap. Berpindah tempat dengan cara meloncat. Setela melakukan proses pergantian kulit sebanyak 5 kali, maka belalang muda ini menjadi belalang dewasa yang memiliki sayap sempurna.

Masih menurut Doktor Hermanu, populasi belalang kembara pun ada tingkatannya. Populasi terendah, belalang hidup soliter. Mencari makan sendiri-sendiri. Dalam keadaan seperti ini, tingkat kerusakan tanaman rendah.

Fase yang paling berbahaya, adalah ketika sudah masuk kategori gregarious. Mereka menyerbu tanaman secara bersama-sama. Seperti dikomandoi oleh seorang konandan. Tak Cuma menyerbu bersama. Terbang pun bersama-sama. Di Sumba, ketika pasukan belalang kembara ini melewati angkasa, bisa menghalangi sinar matahari sehingga terlihat seperti mendung.

Selain makan, tidur dan terbang bersama, mereka pun kompak memenuhi tempat-tempat seperti jalan raya, bahkan bandara sekali pun. Akibatnya, lalu lintas menjadi terganggu karena ulah mereka.

Perlu Pengendalian Belalang Kembara Secara Terpadu

Sama seperti perlakuan terhadap hama lainnya, pengendalian terhadap hama belalang kembara dapat dilakukan secara mekanis. Juga dapat menggunakan pestisida atau secara biologi. Namun seringkali dilakukan dengan menggunakan kombinasi dari beberapa metode.

Metode pengendalian si kembara di Sumba ini, paling sering dilakukan dengan penyemprotan obat-obat kimiawi. Menurut beberapa pakar asal Undana Kupang dan Unimor Kefamenanu, pembasmian belalang paling efektif adalah menggunakan metode kimia. Paling tidak, untuk saat ini dalam kondisi belalang yang populasinya sudah over alias gregarious.

Penyemprotan dilakukan secara serentak di seluruh tempat yang merupakan kantong belalang. Sasarannya juga menyeluruh, mematikan telur dan membunuh nimfa dan belalang dewasa.

Namun Dr Hermanu dari IPB lebih mendukung upaya pengurangan belalang dengan cara tangkap. Warga didorong untuk menangkap sebanyak-banyaknya belalang dan ditukar dengan bahan pangan atau uang. Satu kilogram belalang dewasa, dihargai dengan uang sebesar Rp 5.000,-.

Kegiatan menangkap belalang pada bulan April 2022 oleh warga Sumba. 1 kg diharga Rp 5.000. Dok Belunews.com
Kegiatan menangkap belalang pada bulan April 2022 oleh warga Sumba. 1 kg diharga Rp 5.000. Dok Belunews.com

Belalang ini, nantinya dapat diolah menjadi pakan ternak. Bahkan dapat diolah menjadi pangan manusia. Diantaranya, dijadikan keripik atau peyek belalang.

Metode-metode ini, tentunya ada kelebihan dan kekurangannya. Secara kimiawi memang efektif membunuh serangga dalam waktu yang relatif singkat. Tetapi menimbulkan persoalan lain. Pencemaran tanah dan berbahaya juga bagi ternak-ternak yang menggantungkan diri pada rerumputan yang ada.

Sementara, metode penangkapan hanya akan mengurangi serangga dewasa. Telur-telur yang telah diletakkan di dalam tanah, akan luput dan berkembang menjadi belalang baru.

Karenanya, sebaiknya menggunakan metode-metode ini secara terintegrasi. Pertama, Pemda setempat harus mengeluarkan peraturan daerah mengenai larangan berburu burung. Maksudnya, serangga ini dapat dimakan oleh burung. 

Kedua, kombinasi menangkap dan menggunakan pestisida kimia. Lokasi yang diduga menjadi tempat belalang meletakkan terlurnya, harus disemprot dengan pestisida kimia. Sedangkan kawasan ternak, tidak boleh disemprot dengan pestisida kimia.

Intinya, perlu pengendalian hama belalang secara terpadu. Menyeluruh di seluruh wilayah Pulau Sumba. 

Sebab jika tidak berhati-hati dan melakukan tindakan yang tepat, maka akan timbul persoalan baru lagi di masa depan. Kita memerlukan tindakan yang arif dan bijaksana. Tak hanya berorientasi pada jangka pendek, tetapi lebih pada masa depan pulau Sumba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun