Pemilihan Umum Serentak yang akan diselenggarakan pada 14 Februari 2024 merupakan Pemilu ke-13 sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Indonesia baru mampu melaksanakan Pemilu perdananya, setelah 10 tahun memerdekakan diri dari belenggu penjajahan bangsa lain. Â Tahun 1955 merupakan tonggak awal dimulainya perhelatan demokrasi di Indonesia.
Padahal, dalam sejarah Pemilu seperti yang diberitakan dalam ditpolkom.bappenas.go.id Pemilu perdana seharusnya dilaksanakan pada tahun 1946 berdasarkan Maklumat X yang dikeluarkan oleh Wakil Presiden, Drs. Muhammad Hatta.
Maklumat X Â tertanggal 3 November 1946 itu berisi anjuran pembentukan partai politik untuk mengikuti Pemilu. Tujuan Pemilu saat itu, adalah untuk memilih DPR dan MPR.
Sekalipun telah ada maklumat tentang pelaksanaan Pemilu, situasi dalam negeri dan luar negeri tidak mendukung saat itu. Jadilah, Pemilu baru terlaksana di tahun 1955.
Euforia kemerdekaan, menyebabkan jumlah kontestan membludak hingga 172 partai politik dalam Pemilu 1955. Pelaksanaan Pemilu pun dilakukan sebanyak dua kali, bukan hanya untuk memilih anggota DPR, tetapi juga memilih dewan Konstituante.
Pemilu pertama, dilaksanakan pada 29 September 1955. Pemilu tahap pertama ini dilakukan untuk memilih anggota DPR. Berselang 3 bulan kemudian, 15 Desember 1955 diadakan Pemilu tahap kedua. Tujuannya, untuk memilih angota Dewan Konstituante.
Pemilu 1955 memperebutkan 257 kursi anggota DPR dan 514 kursi anggota dewan konstituante. Empat besar parpol, memimpin perolehan suara. PNI dan Masyumi sama-sama mendapatkan 57 kursi DPR, dengan persentase perolehan suara 22,32% (PNI) dan 20,92% (Masyumi). PNI mendapatkan 119 kursi (23,97%) dan Masyumi meraih 112 kursi (20,59%) untuk anggota konstituante.
Posisi ketiga dan keempat diraih oleh NU (39 kursi untuk 18,41% suara) dan PKI 39 kursi (16,36%) untuk anggota DPR. Urutan posisi untuk pemilihan konstituante pun tetap sama. NU berada pada  posisi ke-3 dengan perolehan kursi sebanyak 91 (18,47%). PKI berada pada posisi ke-4 dengan perolehan suara sebanyak 16,47% dan berhak mendapatkan 80 kursi anggota konstituante.
Pemilu Era Orde Baru
Pertikaian politik pasca Pemilu 1955 begitu dinamis dan panas. Diantaranya, keluar dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang salah satu poinnya tentang pembubaran dewan konstituante. Puncaknya, adalah peristiwa berdarah tanggal 30 September 1965. PKI sebagai salah satu partai terbesar waktu itu, dinyatakan sebagai dalangnya. Oleh rezim Soeharto, dinamakan sebagai peristiwa Gerakan 30 September/PKI.
Tiga Tuntutan Rakyat yang dikenal dengan nama Tritura kemudian dijadikan sebagai gerakan untuk mengoreksi tata kepemimpinan di jaman sebelumnya yang dinamakan sebagai Orde Lama.
Tiga tuntutan dimaksud adalah terkaitan dengan pembubaran PKI, pembersihan kabinet dan perbaikan harga yang saat itu melambung tinggi.
Muncullah rezim Orde Baru. Orde dimana Pemilu dilakukan hanya untuk melanggengkan pemerintahan Presiden Soeharto.
Setelah PKI dinyatakan sebagai partai terlarang, maka Pemilu kedua pasca kemerdekaan atau pertama dalam era Orde Baru pun dilaksanakan pada tahun 1971.
Pemilu 1971 diikuti oleh 10 partai politik untuk memperebutkan 360 kursi DPR. Golongan Karya berada di atas angin dengan perolehan suara sebesar 62,82% dan berhak menempati 236 kursi. NU menempati posisi kedua dengan perolehan kursi sebanyak 58, diikuti oleh Parmusi dan PNI dengan perolehan kursi berturut-turut sebanyak 24 (Parmusi) dan 20 (PNI).
Soeharto makin menguasai panggung politik di Indonesia. Golkar dan ABRI menjadi alat kekuasaannya untuk tetap menjadi Presiden di zaman itu. Golkar yang menguasai kursi MPR kemudian berhasil menetapkan, Peserta Pemilu tahun 1977 hanya akan diikuti oleh tiga kontestan, yaitu Golkar dan 2 parpol.
Maka lahirlah Partai Persatuan Pembangunan pada 5 Januari 1973. PPP dibentuk oleh patai-partai islam: NU, PSII dan Perti. Lalu partai-partai lain seperti PNI, Parkindo, Partai Katolik meleburkan diri dalam satu partai baru yang dinamakan Partai Demokrasi Indonesia, disingkat PDI.
Jadilah, 5 kali Pemilu setelah tahun 1971 hanya diikuti 3 kontestan: PPP dengan nomor urut 1, PDI nomor urut 2 dan Golkar dengan nomor urut 3.
Selama Pemilu tersebut, Golkar selalu tidak ada tandingannya. Dan MPR selalu memilih Soeharto sebagai Presiden. Sementara, wakilnya boleh diganti tentu saja atas petunjuk 'Bapak Presiden'.
Sampai pada Pemilu tahun 1997, masyarakat Indonesia sudah tidak menerima lagi. Penetapan Soeharto sebagai presiden, berbuah demonstrasi dimana-mana, selain krisis ekonomi.
Pemilu Pasca Reformasi
Rezim Orde Baru berhasil ditumbangkan oleh gerakan reformasi yang disponsori oleh gerakan mahasiswa di seluruh Indonesia melalui berbagai aksi dan tuntutan.
Tanggal 21 Mei 1998 menjadi puncak perjuangan mahasiswa. Soeharto mengundurkan diri dan memberi mandat kepada wakilnya, Prof. B.J. Habibie untuk melanjutkan kepemimpinannya sebagai Presiden RI.
Era reformasi pun dimulai. Kran demokrasi dibuka luas-luas. Pemilu pun dilakukan pada tahun 1999. Sebanyak 48 partai politik resmi menjadi kontestan di era reformasi ini. Namun hanya 21 parpol yang meraih kursi di DPR.
PDI-Perjuangan, di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri berhasil menempati perolehan suara terbanyak, yaitu 19,33%. Disusul oleh Gerindra (12,57%), Golkar (12,31%) dan PKB (9,69%).
Berikut 4 besar urutan parpol yang meraih suara terbanyak selama Pemilu di era Reformasi, diperoleh dari bps.go.id:
Pemilu 1999: PDIP unggul dengan perolehan suara sebanyak 19,33%. Gerindra berada pada posisi kedua (12,57%). Sementara Golkar menempati posisi ketiga (12,31%) dan PKB dengan perolehan suara sebanyak 9,69%.
Pemilu 2004: Golkar berhasil menggeser PDIP ke nomor urut 2 dalam perolehan suara. Partai beringin ini berhasil meraih 21,57% suara. PDIP harus puas pad anomor urut ke-2 (18,53%). Disusul oleh PKB (10,56%) dan PPP (8,15%).
Pemilu 2009: Demokrat mengambil alih urutan pertama dengan mengantongi suara pemilih sebanyak 20,81%. Posisi kedua ditempati oleh Golkar (14,45%). PDIP merosot ke urutan ketiga dengan raihan suara sebanyak 14,01%. Dan PKS menduduki peringkat ke-4 (7,89%).
Pemilu 2014: PDIP yang terpuruk pada Pemilu 2009, bangkit lagi menempati posisi pertama dengan raihan suara sebanyak 18,96%. Golkar tetap membayangi PDIP pada posisi kedua (14,75%). Diikuti oleh Gerindra (11,81%) dan Demokrat merosot hingga urutan ke-4 (10,19%).
Pemilu 2019: PDIP (19,33%), Golkar (12,31%) dan Gerindra (12,57%) tetap pada posisi pertama hingga ketiga. PKB menempati posisi ke-4 dengan persentase suara sebanyak 9,69%. Terlihat, perolah suara Gerindra lebih tinggi dari Golkar, namun perolehan saura Golkar lebih merata di seluruh dapil sehingga Golkar mendapatkan 85 kursi. Sementara Gerindra hanya mendapatkan 78 kursi DPR.
Pemilu 2019 juga diikuti oleh 4 partai politik yang hanya mengikuti kontestasi di tingkat provinsi Aceh.
Pemilu 2024: Masih penuh misteri. Kita lihat saja, 75 Â parpol yang berpeluang untuk mengikuti pemilu tahun ini bakal mendaftar pad 1 Agustus 2022 ini. Dari sekian banyak, berapa persen yang akan dinyatakan lolos verifikasi dan memenuhi syarat untuk mengikuti Pemilu 2024.
Dan partai manakah yang akan meraih suara terbanyak dalam Pemilu 2024 nanti? Kita menanti kejutan
Semoga Pemilu 2024 berjalan dengan aman, damai dan lancar.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H