Mohon tunggu...
Gregorius Nafanu
Gregorius Nafanu Mohon Tunggu... Petani - Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengenal Kiprah Teater Koma dan Karya-Karya Besarnya

27 Maret 2022   17:38 Diperbarui: 29 Maret 2022   17:15 1984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gus Dur pernah menonton Teater Koma lakon Republik Bagong di tahun 2001. Foto: Liputan6.com

TEATER KOMA. Mungkin terdengar asing bagi generasi 2000-an. Namun sebagian besar generasi yang sudah bersekolah di era akhir tahun 1970-an hingga tahun 1990-an pasti cukup familiar dengan nama ini.

Beberapa pembaca di sini, barang kali pernah menonton kiprah pemain-pemain teaternya di TVRI. Bahkan langsung menonton para main drama favoritnya melakukan pentas seni. Di antaranya di Taman Ismail Marzuki, Gedung Kesenian Jakarta, atau di kota lainnya di Indonesia.

Teater Koma, adalah perkumpulan para seniman. Tidak berorientasi pada profit alias non profit oriented. Didirikan pada 1 Maret 1977 sebagai wadah bagi para seniman untuk berkreasi dan menghasilkan karya-karya seni peran yang bermutu.

Awal mulanya, didirikan oleh 12 orang pemain teater profesional. Beberapa di antaranya adalah N. Riantiarno, Ratna Madjid, Rima Melati, Rudjito, Jajang Pamontjak dan Titi Qadarsih. Pemimpin Teater ini dipercayakan kepada N. Riantiarno yang juga bertindak sebagai penulis skenario dan sutradara.

Teater sendiri didefinsikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dalam tiga versi. Yang pertama, diartikan sebagai gedung atau ruangan tempat pertunjukan film atau sandiwara. 

Versi kedua, diartikan sebagai ruangan besar dengan deretan kursi-kursi ke samping dan ke belakang untuk mengikuti kuliah atau untuk peragaan ilmiah. Sedangkan pengertian ketiga diartikan sebagai pementasan drama suatu seni atau profesi, seni drama dan sandiwara.

Ilustrasi foto: Teater Koma lakon Sampek Engtay. Dok Teater Koma dalam Risinggeeks.com
Ilustrasi foto: Teater Koma lakon Sampek Engtay. Dok Teater Koma dalam Risinggeeks.com

Sejak didirikan, pentas Teater Koma tak pernah sepi dari para penggemarnya. 

Sekali pun dipentaskan lebih dari satu kali. Di era Orde Baru, Teater Koma menjadi salah satu bentuk perlawanan terhadap rezim Orde Baru. Kritik-kritik terhadap kesenjangan sosial dan ketidakadilan dikemas dalam pertunjukan yang selalu memukau penonton.

Saking setianya penonton, pertunjukan sering kali dilakuan hingga seminggu atau dua minggu. Tiket-tiket pertunjukan pun selalu habis diserbu para penggemar.

Beberapa pertunjukan besutan Riantiarno yang sangat kritis dan terkenal seperti Trilogi Opera Kecoa, Sampek Engtay, Semar Menggugat, Presiden Burung-burung dan Republik Bagong. Bahkan Republik Bagong dapat ditonton oleh seluruh masyarakat Indonesia melalui TVRI.

Puncak kritik terhadap ketidakadilan terjadi pada tahun 1997. Melalui program Apresiasi Pasar Tontotan Jakarta alias Pastojak, Teater Koma berhasil menunjukkan diri sebagai kelompok yang independen, kritis, sehat dan tentunya tidak terkooptasi pada politik partisan.

Pastojak tak hanya diikuti oleh para pemain teater dalam negeri. Tercatat dalam dokumen Teater Koma, kegiatan yang dipusatkan di Pusat Kesenian JakartaTaman Ismail Marzuki ini diikuti oleh 24 pemain teater dari dalam dan luar negeri.

Almarhum Gus Dus juga gemar menonton pertunjukan teater ala Teater Koma. Seperti diberitakan dalam Liputan6.com, beliau bersama Ibu Sinta Nuriyah dan Putri mereka Inayah, sempat menonton pertunjukan Teater Koma berlakon Republik Bagong pada tanggal 7 Mei 2001.

Gus Dur pernah menonton Teater Koma lakon Republik Bagong di tahun 2001. Foto: Liputan6.com
Gus Dur pernah menonton Teater Koma lakon Republik Bagong di tahun 2001. Foto: Liputan6.com

Di bulan Maret 2022 ini, Teater Koma mementaskan lakon Sampek Engtay yang seharusnya dilakonkan pada tahun 2020 namun terkendala dengan aturan Covid-19. 

Dengan setia, para penggemar yang telah mengantongi tiket pertunjukan rela menunggu. Dan dapat memuaskan keinginannya pada tanggal 5-6 Maret 2022 yang dipentaskan di Ciputra Artpreneur, Ciputra World Jakarta.

Teater Koma kini telah berusia 45 tahun. Usia yang sudah matang. Namun harus tetap kreatif, produkti dan berani menempatkan diri pada posisi independen sehingga tidak ditinggalkan oleh para penggemarnya. Tetap kritis dengan fenomena sosial kemasyarakatan. Menjadi corong perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Juga harus bersaing dengan dunia hiburan lainnya yang serba digital. Tetapi, jika tetap konsiten maka Teater Koma akan tetap berada di hati para penggemar. Teater Koma akan terus hidup karena selalu didukung oleh penonton yang rasional, di tengah mewabahnya tontonan sinetron yang ditayangkan hingga ratusan episode. 

Selamat merayakan ulang tahun Teater, khususnya bagi insan teater yang tetap eksis di dunia hiburan ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun