Kopi adalah salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Way Kanan, Lampung. Bahkan Pemerintah Daerah Way Kanan menjadikan kopi, khususnya kopi Robusta sebagai komoditas unggulan utama yang diprogramkan melalui Dinas Perkebunan.
Data BPS Kabupaten Way Kanan tahun 2017 menunjukkan, produksi kopi tanaman perkebunan rakyat Kabupaten Way Kanan adalah 8.822 ton kopi dengan luas lahan sebesar 19.445 hektar.Â
Banjit, Kasui, dan Rebang Tangkas adalah tiga kecamatan penghasil kopi terbesar di Way Kanan. Meskipun demikian, tanaman kopi hampir tersebar di seluruh kecamatan.Â
Dalam tingkat provinsi (BPS Provinsi, tahun 2017), Way Kanan merupakan penghasil kopi Robusta terbesar keempat (8.711 ton). Di bawah Kabupaten Lampung Barat (51.482 ton), Tanggamus (31.346 ton) dan Lampung Utara (8.321 ton). Ada sedikit perbedaan data antara BPS Kabupaten dan Provinsi (8.822 di Way Kanan, kemungkinan dimasukkan juga data kopi Liberika).Â
Kebun petani kopi di Bukit Jambi adalah kebun campur. Selain tercampurnya kopi jenis Robusta dan Liberika, kopi juga ditanam di sela-sela tanaman karet dalam satu areal lahan. Pohon kopi ditanam secara tidak teratur dan tidak ada konsistensi jarak tanaman, baik antar tanaman maupun antarbaris tanaman.
Setiap biji kopi yang jatuh lalu tumbuh, akan dipelihara oleh petani hingga menghasilkan. Karenanya, petani sudah tidak dapat membedakan, mana pohon kopi yang ditanam dan mana yang tumbuh sendiri. Tanaman kopi petani sudah kurang produktif karena rata-rata telah tua.Â
Sebagai usaha untuk menjaga pohon kopi tetap produktif, maka petani melakukan sambung pucuk (grafting). Kegiatan ini biasa dilakukan setelah panen raya dan menjelang musim penghujan, di akhir Oktober atau awal November.Â
Beberapa petani, bahkan sudah sangat terlatih dalam melakukan kegiatan grafting dengan tingkat keberhasilan di atas 90 persen. Namun tidak semua petani melakukan kegiatan grafting karena keterbatasan pengetahuan.
Petani tidak terbiasa untuk melakukan pemangkasan (pruning), baik pemangkasan pasca panen maupun pemangkasan perawatan. Batang dan ranting tidak produktif, dibiarkan saja sehingga nutrisi yang diserap oleh tanaman, juga terdistribusi ke bagian tanaman tak produktif ini.Â
Tunas-tunas juvenil, dibiarkan saja. Padahal, tunas juvenil adalah tunas yang sangat banyak membutuhkan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Petani belum terbiasa menyeleksi satu atau dua tunas juvenil untuk dijadikan sebagai batang bawah grafting dan membuang sisanya.
Penanaman pohon penaung, juga dilakukan secara asalan. Sering kali, tanaman yang tumbuh di kebun, dibiarkan saja hingga berproduksi, sekalipun tumbuhnya dekat sekali dengan tanaman kopi. Akibatnya, selain terjadi kompetisi dalam unsur hara, pohon-pohon inang ini pun menjadi sarang hama tanaman kopi.
Cara panen dilakukan tanpa seleksi. Ketika sebagian buah kopi sudah tua (berwarna hijau kuning atau merah), maka saatnya petani panen. Semua buah, termasuk bunga akan dipanen dengan sistem rampok.Â
Tak ada yang disisakan dalam satu tangkai. Dengan cara ini, kualitas kopi menjadi rendah karena yang matang sempurna tercampur dengan yang muda.
Panen campur juga merusak bunga kopi karena semua dipetik dengan sekali tarik. Padahal, sebenarnya bunga-bunga ini masih akan berkembang menjadi buah, dipanen menyusul.Â
Pemasaran adalah salah satu kendala utama yang dihadapi oleh petani di Way Kanan, khususnya di Bukit Jambi. Dengan kondisi buah yang tercampur, kisaran harga biji kopi yang telah dibersihkan kulitnya antara Rp 18.000 hingga Rp 20.000. Hampir semua petani menjual hasil panennya pada pedagang pengumpul tingkat dusun atau kampung.Â
Seberapa pun hasil panennya, akan dijual semuanya oleh petani kepada pedagang pengumpul. Padahal jika ditahan sebagian, maka harga akan menaik beberapa bulan kemudian.Â
Petani jarang menjual hasil panennya secara terjadwal ke pedagang di level kabupaten atau provinsi. Juga jarang dijual kepada pengecer seperti pemilik kedai kopi yang lumayan banyak berada di Way Kanan.Â
Kendala pemasaran, juga membuat petani untuk tidak melakukan panen selektif. Sebab tidak ada perbedaan harga antara panen selektif dan panen rampok.Â
Menanti Sentuhan Pemerintah Way Kanan
Kondisi perkebunan yang demikian, menanti sentuhan dari Pemdanya sendiri. Dan nampanya Pemda pun tak sekadar menjadikan kopi sebagai program unggulan daerahnya tanpa suatu usaha.
Agar meningkatkan kualitas sekaligus memacu kuantitas buah kopi sewaktu panen, maka Pemerintah Kabupaten Way Kanan melaksanakan beberapa program terjun langsung ke petani. Beberapa di antaranya adalah melakukan pelatihan model Training of Trainers, demplot tanaman kopi, dan promosi produk kopi.
Demplot dilakukan secara penuh. Mulai dari persiapam lahan, pemilihan bibit unggul, penanaman dan perawatan tanaman kopi. Dengan melakukan demplot, petani atau siapa saja yang ingin belajar tentang teknik bertanam kopi dapat mempelajarinya. Tiga lokasi demplot seluas 30 ha, masing-masing 10 ha di Banjit, Kasui, dan Rebang Tangkas.Â
Agar produk kopi milik masyarakat Way Kanan semakin digemari, maka Pemda juga melakukan gerakan minum kopi bersama. Juga menggalakkan kegiatan-kegiatan pelatihan bagi UKM pengrajin produk kopi, baik kopi biji maupun kopi bubuk bermerek.Â
Selain Pemda setempat, beberapa lembaga lain pun terlibat dalam pendampingan terhadap petani, seperti PT BWKM. Pendampingan ini dilakukan sebagai bagian dari penguatan kapasitas petani, peningkatan pengetahuan dan prkatik teknis pertanian dan pemasaran komoditas milik petani.Â
Demikian sekelumit potret kebun kopi milik petani di Way Kanan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H