Covid-19 memasuki gelombang ketiga. Rambu-rambu PPKM mulai dinyalakan, hingga level tiga. Kantor-kantor mulai berpikir untuk menyimpan pekerjanya di rumah, WfH bagi yang memang bisa bekerja  dari rumah. siswa-siswi  yang belum menikmati 100% PTM sudah dipersiapkan lagi untuk belajar tatap muka secara bergilir dan terbatas, bahkan 100% kembali belajar dari rumah secara daring.
Semuanya dilakukan demi meminimalisir penyebaran covid-19 dari seseorang ke orang lain. Hampir sebagian besar dari kita sudah paham tentang 5 M. Memakai masker dan Mencuci tangan dengan air dan sabun (belakangan hand sanitizer lebih sering digunakan karena kepraktisannya). Menjaga jarak, Menghindari kerumanan dan Mengurangi mobilitas.
Bahkan di beberapa fasilitas publik, terpampang baliho atau poster berisi himbauan kepada semua orang tanpa kecuali untuk menerapkan protokol covid-19. Juga sesekali terdengar pengumuman melalui pengeras suara yang mana menghimbau seluruh pengunjung untuk taat protokol.
Salah satu fasilitas publik yang tak pernah sepi dengan lalu-lalangnya manusia, adalah bandar udara. Berbagai jenis manusia dengan sifat dan perilaku ada di sana. Ada yang terlihat sabar, ada yang tidak sabar dan tidak mau antri menunggu giliran.Â
Berdesak-desakan pertama di pintu masuk bandara hingga tempat check in
Dari pintu masuk menuju tempat cek layak terbang, sudah terlihat ramai dan jarak tidak dijaga seperti saran protokol. Semua berdesak-desakan untuk menginput data atau menunjukkan datanya ke petugas untuk dicek. Beruntung, sekarang yang punya aplikasi di pedulilindungi sudah dapat langsung menuju tempat check in.Â
Di tempat check in, penumpang semakin tak sabar. Apalagi sebagian besar membawa barang. Antrian pun mengular tanpa ada jarak di antara para penumpang. Dalam kondisi ini, penggunaan masker yang tepat menjadi satu-satunya alat pelindung diri.Â
Lolos dari security check in, sedikit bernafas lega saat memasuki ruang tunggu. Di dalam ruang tunggu, penumpang bisa memilih tempat yang aman. Dari semua alur, sejak masuk bandara hingga masuk pesawat, hanya di dalam ruang tunggu yang terlihat lumayan teratur. Penumpang sudah lumayan taat dengan hanya menempati tempat duduk yang diperbolehkan. Namun jika pesawat delay maka bersiap-siaplah karena seketika ruang tunggu berubah menjadi kumpulan 'ikan teri'.Â
Berdesak-desakan kedua: Waktu menuju pesawat
Kondisi berdesak-desakan terlihat saat penumpang dipanggil naik pesawat. Tanda dua telapak kaki yang digambarkan pada lantai menuju pintu, tidak dihiraukan. Sebagian besar orang tak sabar, seperti takut ketinggalan pesawat atau tidak mendapatkan kursi. Belum lagi penumpang yang membawa koper dan barang besar lain yang seharusnya masuk dalam bagasi.Â
Jika penumpang dibawa ke pesawat dengan bus, maka semua rebutan untuk naik bus dan bergelantungan di tengah. Jangan ditanya, jarak antarpenumpang itu berapa meter? Beberapa orang bahkan hanya mencantolkan masker pada dagunya.Â
Selanjutnya, berdesak-desakan di dalam pesawat. Kadang, harus mencari bagasi kabin karena bagasi kabin di atas kursi kita ternyata sudah dipenuhi barang penumpang yang duduk di tempat lain. Ya, karena begitu banyak barang bawaan yang dibawa masuk ke dalam pesawat.Â
Berdesak-desakan ketiga: Waktu turun dari pesawat
Ketika pesawat mulai tinggal landas, penumpang menarik nafas lega. Ada yang mencoba tidur, ada yang mencoba melihat-lihat pemandangan dari balik kaca jendela. Atau menjalankan aktivitas ringan sekedar mengisi waktu selama penerbangan.Â
Ketenangan ini akan berubah menjadi hiruk-pikuk ketika pesawat sudah mendarat. Sebagian tak sabar untuk mengaktifkan handphone untuk bertelpon atau berkirim kabar. Padahal, pramugari telah mengumumkan agar penumpang baru mengaktifkan handphone setelah berada di ruang tunggu.
Pemandangan berikut adalah ketika hendak turun dari pesawat. Lagi-lagi, pengumuman pramugari tidak diindahkan. Sekali pun telah diumumkan agar penumpang turun dengan model antrian dari kuris no 1-5 lalu 6-10 dst. Bahkan penumpang nomor buntut tiba-tiba telah berdiri di lorong, mendahului penumpang yang seharusnya mendapat giliran turun.
Lagi-lagi, perilaku kita ternyata tak mengikuti peraturan yang telah ditetapkan. Peraturan hanya di kertas. Barangkali perlu dipaksan baru penumpang sadar untuk antri. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H