Dewasa ini, petani-petani kita menjadi begitu tergantung pada berbagai input pertanian. Selain alat-alat pertanian, petani makin  tergantung pada benih, pestisida dan pupuk instant yang bisa diperoleh di berbagai toko pertanian. Padahal jauh sebelumnya, petani sudah mampu memproduksi dan menjaga keberlanjutan benih tanamannya dari generasi ke generasi. Petani juga sudah mampu  mempertahankan kesuburan tanahnya melalui teknik penyengkedan tanah dan penimbunan serasah di kebun.Â
Namun akhir-akhir ini, petani kita mulai menyadari dampak ketergantungan terhadap pupuk kimia. Selain aksesnya yang semakin sulit, petani juga harus rela mengeluarkan biaya yang tinggi untuk mendapatkannya. Dari aspek kesuburan tanah, menurut pengakuan petani, harus menambah jumlah pupuk untuk luas lahan yang sama setiap kali petani melakukan pemupukan.Â
Karena itu, gerakan kembali ke pupuk alam mulai diminati oleh petani kita. Selain menggunakan berbagai pupuk organik yang juga telah dijual di toko-toko pertanian, petani juga sudah memproduksi pupuk organik secara mandiri untuk dipakai sendiri, bahkan dijual kepada petani atau para pecinta tanaman.Â
Di Kabupaten Way Kanan-Lampung, tepatnya di Kampung Gunung Katun, Kecamatan Baradatu, ada satu kelompok tani bernama Rukun Tani. Pekerjaan utama mereka adalah sebagai petani karet dan kopi, selain mengusahakan tanaman palawija musiman untuk  dikonsumsi oleh anggota keluarga. Belakangan ini, mereka giat membuat pupuk bokashi yang sudah digunakan sejak tahun 1980-an di Jepang.Â
Ada beberapa macam pupuk bokashi, namun kelompok Rukun Tani lebih memilih untuk menggunakan bahan utama yang mudah diperoleh di sekitar mereka. Di Bukit Jambi, terdapat 3 mesin pengupas kopi sehingga cukup banyak kulit kopi teronggok di sekitar penggilingan. Dengan bahan utama kulit kopi, kotoran sapi, ditambah dengan EM4 dan tetes gula, mereka mampu memproduksi satu ton bokashi sekali bekerja. Agar pekerjaan menjadi ringan maka dilakukan secara rewangan dari kebun ke kebun.Â
Kini para petani bisa menaburkan pupuk bokashi kulit kopi pada rorak berupa saluran buntu yang saengaja dibuat di kebun kopi mereka. Meskipun masih menjalankan teknik kombinasi dengan pupuk kimia, anggota kelompok tani yang dikomndani oleh Nyoman Jane ini bertekad untuk lebih banyak memproduksi bokashi untuk digunakan pada lahan kopi atau lahan karet mereka.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H