Gerhana Matahari Total (GMT) yang terjadi hari ini, Rabu 9 Maret 2016 juga tidak ingin dilewatkan oleh warga yang berada di Pulau Wetar, Kabupaten MBD, Provinsi Maluku. Meskipun tidak seberuntung mereka yang berada di Halmahera-Maluku Utara dan kota/provinsi lain yang dapat menikmati GMT, perbincangan mengenai GMT cukup hangat di kalangan penduduk Wetar.
Fenomena alam Isu paling santer adalah ketakutan masyarakat terhadap dampak yang timbul akibat terkena sinar matahari saat terjadi gerhana. Yah, peristiwa instruksi pemerintah untuk tidak keluar rumah saat gerhana matahari 11 Juni 1983 nampaknya masih membekas di benak para orang tua di Wetar.Â
Tidak tanggung-tanggung, salah seorang kepala desa di Wetar Utara ingin memanggil pulang siswa-siswi SMP yang bersekolah di Lurang hanya karena khawatir anak-anak akan buta saat terjadi gerhana matahari tersebut.
Sumber), "melihat gerhana matahari total dapat menimbulkan kebutaan merupakan mitos modern.Â
Padahal menurut Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional LAPAN, Thomas Djamaluddin (Yang benar adalah cahaya matahari sehari-hari dan ketika gerhana sama-sama berbahaya, untuk itu jangan melihat matahari secara langsung karena dapat membahayakan mata, yaitu retina bisa rusak.Â
Cahaya matahari yang sangat terang dapat merusak retina mata. Dan jika Anda menatap sinar matahari dengan jangka waktu yang lama akan menimbulkan kerusakan pada retina yang disebut dengan solar retinopathy.Â
Gejalanya adalah titik-titik hitam pada pandangan mata Anda, dan itu sulit untuk dipulihkan. Penyebabnya bisa jadi ketika fase total saat gerhana Matahari total terjadi, pupil mata membesar untuk menangkap cahaya sebanyak mungkin karena suasana yang gelap. Tetapi ketika fase total berakhir dan bulan mulai bergeser, cahaya matahari akan terang kembali dan saat itu yang membahayakan mata".
Kembali kepada berburu GMT. Kali ini, kami tidak mau ketinggalan mengamati dan mengabadikan GMT. Tepat pukul 08.37 WIT kami pun mulai berhamburan keluar dari ruangan kerja.Â
Masing-masing menempuh cara tersendiri untuk menjadi yang pertama kali melihat fenomena alam tersebut. Teman saya, Rizal sampai menggunakan kaca mata hitam tiga lapis baru dapat melihat ketidaknormalan bundaran matahari di langit.
Tidak puas dengan itu, rekan saya yang lain (Meldus) mengambil dua kertas HVS, kertas yang lain dilubangi lalu cahaya masuk lewat celah kertas ini dan terpantul pada kertas lainnya.Â
Jadilah kami menonton Gerhana Matahari dengan memanfaatkan celah pada kertas berlubang. Lumayan senang meskipun tidak segembira orang lain yang menggunakan fasilitas canggih dalam mengamati fenomena alam ini.