Perhatian pertama yang seharusnya ditujukan, adalah bagaimana menghasilkan guru-guru atau tenaga didik yang memiliki kompetensi. Kemampuan guru, tidak cukup diukur dengan ada tidaknya sertifikasi yang dikantonginya.Â
Syarat untuk menjadi guru harusnya diperketat, sebab mereka adalah orang-orang pilihan yang memiliki sebuah tugas mulia dan sulit, yaitu mencetak kader-kader NTT yang cerdas, tangguh, mandiri dan berkarakter. Itu mutlak, sebab tidak mungkin seorang yang bodoh diminta untuk mendidik orang untuk menjadi pintar. Â
Bersamaan dengan itu, pemimpin baru NTT hendaknya memperbaiki nasib guru-guru di seluruh NTT dengan memberikan gaji yang layak sehingga guru tidak harus bekerja 'nyambi' tetapi fokus untuk mendidik murid-muridnya.Â
Kesehatan juga masih memberikan catatan merah di wilayah NTT. Malaria, gizi buruk masih menghantui sebagian besar bayi balita. Padahal, bantuan untuk perbaikan taraf kesehatan ini, datangnya bukan hanya dari pemerintah.Â
Berbagai LSM internasional seperti Oxfam, CARE Internasional, Handicap Internasional, Child Fund, Plan, WVI, ACF, ACTEC, Swiss Contact, dll  juga menjadikan NTT sebagai lahan kerja mereka dengan tujuan untuk memperbaiki derajat kesehatan masyarakat NTT. Sudah seharusnya ada kerja sama yang lebih erat antara LSM dan pemerintah. Paling tidak, pemerintah dapat memainkan peran fasilitator yang lebih maksimal untuk mensinergikan LSM-LSM ini.Â
Pemimpin NTT, juga harus dapat memikirkan bagaimana dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi seluruh manusia NTT yang termasuk dalam kelompok angkatan kerja. Data pengangguran terbuka, ternyata makin meningkat dari tahun ke tahun. BPS NTT menyebutkan, pada bulan Agustus 2012, tingkat pengangguran terbuka di NTT meningkat dari 2,69% menjadi 2,89% atau meningkat sebesar 0,2 point.Â
Pemerintah NTT juga harus memperhatikan dengan serius untuk menambah lapangan pekerjaan baru, terutama non PNS. Tidak sekedar menciptakan pekerjaan yang sifatnya padat karya dan musiman.
Kurangnya lapangan pekerjaan, juga mendorong begitu banyak tenaga kerja asal NTT untuk menjadi TKI/TKW di negara lain, seperti Malaysia, Hongkong dan Singapura.Â
Data dari BP3TKI Kupang periode Januari – Oktober 2012 menujukkan,  TKI asal NTT ke luar negeri mencapai 5.691 orang, diantaranya 2.368 orang adalah perempuan. Tidaklah mengherankan, jika kasus-kasus TKI ilegal dan perkosaan terhadap TKW asal NTT juga turut memberikan sumbangan pesoalan bagi wilayah ini.Â
Isu pertambangan, kini menjadi salah satu perdebatan yang paling sexy di antara persoalan yang lain. Ulah penambang yang tidak melakukan prosedur atau melanggar prosedur yang benar, telah menjadikan penolakan dan penutupan tambang di sebagian besar lokasi pertambangan yang ada.Â
Padahal, andaikan pertambangan dapat dikelola dengan baik, terutama terkait dengan konsistensi untuk menjaga dan mereklamasi seluruh kawasan bekas, sektor ini dapat juga menyerap tenaga kerja sehingga mengurangi tingkat pengangguran dan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri.Â