Sempat terpikir tidak dibenak masing-masing kalian yang selalu mengelu-elukan pidato Soekarno yang fenomenel itu, Soekarno dengan yakinnya mengatakan berikan dia seorang pemuda maka dia akan mengguncang dunia. Pernah terpikir bagaimana seorang pemuda mengguncang dunia? Jangan terlalu jauh, mengguncang Indonesia saja, pernah terpikir? Atau hanya terucap untuk mengapi-apikan jiwa dan sanubari saja, kalimat yang hanya untuk mensugesti seseorang atau sekelompok orang untuk bangkit dari keterpurukkan.
Keyakinan dan kecintaan yang hampir hilang untuk indonesiaku. Bisakah semua semangat dulu diterapkan dalam kekinian. Usiaku sekarang 18 tahun, sudah cukup rasanya aku mengerti seperti apa keadaan rumah tempatku berpijak namun kadang idealisme dan apatisme menghalangi untuk mempertemukanku dengan kecintaanku terhadap bangsa ini. Lihatlah sekeliling, terlalu banyak egoisme, apatisme dan kebanyakan mementingkan diri mereka sendiri. Terlalu lama tangisan akan keterpurukkan dibandingkan kebangkitan untuk masa depan, bahkan terlalu girang untuk mengiba ditengah kesusahan tanpa berusaha lebih keras, bercerminlah.
Tulisan-tulisan mengkritisi keadaan negara yang sedang diambang batas, entah batas kearah yang lebih baik atau lebih buruk. Kenapa tidak menyuguhkan tulisan-tulisan positif, inspiratif dari orang-orang yang telah membawa nama baik bangsa ini. Hey Bung ! Kita sudah tidak jaman lagi membakar semangat dengan keburukan diri sendiri bahkan negara sendiri. Secara tidak sadar terkadang kita memiskinkan diri kita dan orang disekitar kita, memutuskan harapan hidup orang banyak dan menjatuhkan harga diri bangsa sendiri. Biarkanlah mereka yang diatas berkoar-koar akan janji dan segala tingkah laku busuknya. Bukan karena kita apatis dan tidak menerima fakta atas apa yang terjadi di negara ini, tapi bisakah kita melihat ke arah positif dan membanggakan dari bangsa ini yang jarang sekali ditengok. Kita terlalu banyak mengurus hal-hal yang belum tentu bisa menimbulkan banyak perubahan. Waktu kita terlalu pendek untuk sekedar mengkritisi para pemimpin, sekedar bertindak besar dengan hasil yang nihil.
Sadarkah ? Satu orang yang berpendidikan dari kita sudah kehilangan dan menghilangkan harapan hidup masyarakat banyak ? Satu orang dari kita telah merugikan orang lain, satu orang dari kita telah menyiksa batin orang lain. Banyak hal yang bisa kita banggakan dari negara kita, dari sumberdaya manusianya yang tak kalah saing dengan negara luar. Banyak sekali pemuda-pemudi negara kita yang membawa nama baik negara ini ke luar negeri. Banyak sekali yang mencetak prestasi internasional berulang kali. Namun, itu semua tertutupi dengan banyak hal negatif yang lebih sering ditampilkan di berbagai media. Siaran-siaran di Televisi dapat dipastikan lebih banyak berita tentang kejelekan negara sendiri dibandingkan apa yang membanggakan, tanpa disadari media-media seperti itu sangat berpengaruh dalam membentuk pola pikir masyarakat, membentuk opini-opini tak berdasar dan sikap apatis yang lebih tinggi lagi.
Kemana keyakinan kita akan Indonesia yang pasti ‘merdeka’ jika masyarakatnya sendiri secara tidak sadar memutuskan harapan terhadap negaranya sendiri. Kita memang penting untuk tahu keadaan negara kita sesungguhnya tapi terus menerus menggerutu akan kebobrokkannya itu buang-buang waktu. Belajarlah mencintai negeri ini, menyayanginya dan menuntunnya pelan-pelan dengan kalimat “Kita Pasti Bisa”. Bukan saatnya kita mencaci dan membiarkannya belajar sendiri. Jangan terlalu terpaku akan hal-hal yang membuat kita dan negara kita terpuruk yang akan mengakibatkan hilangnya kesempatan kita untuk mengajak orang lain belajar mencintai dan membanggakan negerinya sendiri.
Saya pernah membaca sebuah cerita tentang Saád bin Abi Waqash yang pada usia 16 tahun sudah turut serta dalam perang uhud, dia tercatat sebagai darah pertama yang mengalir dalam perang itu. Atau Zaid bin Tsabit, anak kecil ini merengek ingin ikut dalam perang badar, namun tidak diizinkan oleh Rasulullah SAW karena usianya waktu itu masih 12 tahun. Atau lihat juga kisah Muhammad Al-Fatih, kisah yang melegenda ini adalah contoh dari seorang pemuda berusia 23 tahun, namun berhasil menaklukkan negara adidaya waktu itu yaitu Konstantinopel. Itu beberapa contoh dari kisah pemuda yang mengguncang.
Kita akan bertindak begitu juga sekarang, tidak! Jangan merasa kamu telah mencintai negerimu dan menyombongkannya dengan hal yang sudah tidak jamannya lagi. Sungguh rasa memiliki diantara kita dan negeri ini pun sudah mulai merenggang ibaratkan seorang kekasih yang tak bisa percaya dengan kekasihnya lagi. Jadilah kekasih yang terhebat untuk negeri ini.
Dengan kondisi negeri seperti ini, aku masih mencintainya, aku masih menyayanginya dan belajar untuk menjadi yang terbaik untuknya dan akupun harap kalian semua seperti itu tidak kalah semangat kalian tertelan jaman, menua seiring menuanya umur negeri ini, impikan hal yang menyenangkan tentang kita dan negeri ini, tentang alam yang indah tanpa kekerasan, teruslah bermimpi dan wujudkan. Ini Rumah kita, tempat dimana kita bisa menjadi baik dan buruk dengan sendirinya, jangan salahkan negeri ini jika dia menjadi tidak nyaman untuk kita, itu karena lingkungan yang membentuknya seperti itu, yaitu kita sendiri. Jangan ambil pusing terhadap apa yang telah dilakukan para pemimpin, yang penting kalian tunjukkan diantara mereka yang menyakiti ibu pertiwi ini masih ada kita yang menjadikannya sahabat yang bisa menjadi tumpuan harapan untuk masa depan yang baik, yang masih memiliki keyakinan dan kekuatan bahwa satu pemuda bisa mengguncang dunia. Negeri ini tidak perlu tindakan besar yang nihil, dia hanya perlu tindakan konkret walaupun itu kecil.
‘Setiap bedil yang kau genggam adalah kematian,Kematian rasa bersalahmu diantara lukisan Idealisme yang ada karena diperjuangkan’- ASL
~ Alberta Shendy Lamandau
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H