Mohon tunggu...
Viride
Viride Mohon Tunggu... Buruh - penulis

Penulis tidak dapat menulis secepat pemerintah membuat perang; karena menulis membutuhkan pemikiran. - Bertolt Brecht (Penulis dari Jerman-Australia)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Berwarna Hitam (Part - 3)

3 April 2019   07:34 Diperbarui: 3 April 2019   07:49 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mungkin awalnya tidak mudah, tapi please bersabarlah menghadapiku."

Cinta dan sayang ini masih terasa, kutarik kembali kata putus yang sudah terucapkan, maka pembicaraan di siang nan cerah itu berakhir dengan bahagia.

****

Masa indah kembali memberi warna pada cinta yang sempat memudar. Rasa itu tercap dengan nikmat yang kini lebih menyenangkan. hubungan kami sangat baik-baik saja dan aku bersyukur tidak ada kendala yang begitu parah sampai harus bertengkar hebat dengan Vanita.

Perhatian dan rasa sayang perempuan itu kembali mengusap hatiku yang pernah kecewa. Setelah hubungan kami membaik, perasaanku pun semakin besar padanya, untuk sebuah cinta yang tiada tara.

****

Siang di hari kerja adalah waktu yang telah aku dan Vanita setuju sebagai jam makan siang bersama, tapi tiga puluh menit sebelum keluar dari kantor. Atasanku menghimbau kepada beberapa karyawan termasuk diriku untuk ikut bersamanya bertemu klien di salah satu restoran.

Dalam perputarannya, jarum pada menit jam bergerak cepat. Kini aku dan atasan serta beberapa teman kantor telah berada di restoran yang telah ditentukan. Sejak dari kantor, aku berusaha menghubungi Vanita melalui ponsel. Berniat  mengatakan padanya, kalau siang itu kami tidak bisa makan bersama, tapi entah mengapa ponsel milik kekasihku itu tidak aktif.

Selama dalam pertemuan, perasaanku sedikit khawatir mengingat kekasihku tidak bisa dihubungi. Sesekali sambil mencuri waktu, aku berusaha melakukan panggilan pada nomor ponselnya dan beberapa kali mengirim pesan agar ia tak menunggu, lalu terpaksa makan sendiri di depan meja kafe.

Sialnya. Begitu kembali ke kantor, baterai ponselku melemah dan tak lama mati. Ternyata, pertemuan di restoran tadi belum usai, karena si klien meminta pada atasanku untuk mengajak karyawannya melanjutkan urusan kerja sama di rumah.

Si klien memberikan alamat dan kami terpaksa ikut permintaan itu, demi kelancaran urusan kedua belah pihak. Di rumahnya yang ternyata megah dan mewah kami diterima dan dijamu dengan baik, hingga aku lupa meminta ijin untuk mengisi baterai ponsel.

Hari sudah gelap, ketika kami telah selesai berkunjung. Di halaman parkir kulirik jam di tangan kiri, saat itu waktu menunjukkan pukul delapan lewat  dua puluh menit dan aku terlupa menghubungi Vanita.

Atasanku yang terlihat akan memasuki mobil dengan beberapa karyawan memberikan insrtuksi.

"Ernest," panggilnya.

"Ya, Pak." Aku menoleh dan kemudian mendekat.

"Kau bilang, beberapa data kantor ada di rumahmu. Malam ini juga ajak Rosa ke rumahmu dan berikan data itu padanya. Biar dia yang memberikannya pada saya malam ini," katanya sambil menatap Rosa yang telah siap dengan kunci motor di tangan.

"Biar saya saja yang mengantar datanya ke rumah bapak."

"Jangan, jaraknya cukup jauh. Kebetulan rumah Rosa hanya satu blok dari rumah saya. Jadi begitu data itu sudah ada di tangannya, dia bisa sekalian mampir sebentar. Saya memerlukan berkas itu malam ini."

Permintaan itu memang tidak bisa ditolak, karena data yang ada padaku memang sangat penting. Selesai berpamitan singkat, aku lalu menuju motor yang terpakir dan tak lama dengan motor masing-masing aku dan Rosa melaju ke arah jalan pulang.

Kurang lebih tiga puluh menit, kami sampai di depan rumahku. Tempat yang kutinggali sendirian di Kota Samarinda, karena orang tua dan dua saudaraku berada di kota lain yang jaraknya cukup jauh.

Kubuka pintu dan mempersilakan Rosa masuk. Perempuan itu menurut dan duduk di kursi tamu sementara aku ke dalam untuk mengambil data yang sudah dipesan. Setelah kertas-kertas itu ada di tangan, aku bergegas mendatanginya.

"Ini datanya," kataku, mengulurkannya di depan perempuan itu.

Rosa berdiri dan menerima. "Oh ya, maaf, aku boleh numpang ke kamar mandi?" tanyanya sambil meletakkan tas dan data itu di atas meja.

"Ya, silakan, tempatnya ada di ujung sebelah kanan." Aku lalu duduk menunggu.

Beberapa menit kemudian, terdengar Rosa memanggil. Refleks aku bergegas dan kemudian mendapati perempuan itu berdiri dengan susah payah sambil berpegangan pada pintu toilet.

"Tolong, lantainya licin, aku terpeleset."

Tanpa pikir panjang, aku langsung membantu. "Kau bisa berjalan?" tanyaku memegangi lengannya.

"Ya, kurasa begitu ...." Tapi baru beberapa langkah tubuhnya hampir roboh. Kutahan agar ia tak tersungkur dan bergerak cepat memapahnya menuju ruang tamu.

Sebelum mendudukkan Rosa di sofa, tiba-tiba Vanita sudah berdiri di depan pintu. Ia mengawasi kami dengan kening berkerut.

"Hai, Ernest," sapanya melangkah pelan.

Kubantu Rosa duduk dan membalas sapaannya. "Hai, Vani. Ini Rosa, teman kantorku, tadi dia terpeleset di kamar mandi," kataku memberi penjelasan.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Vanita, mendekat dan memeriksa keadaan Rosa.

"Tidak apa-apa, sepertinya hanya sedikit keseleo," jawabnya memperlihatkan wajah yang sedikit kesakitan seraya memegangi kakinya.

Aku dan Vanita berusaha membantu Rosa agar rasa sakit pada pergelangan kakinya berkurang. Berharap perempuan itu bisa pulang dan mengantar data penting ke rumah atasan.

Keinginan itu terkabul, walaupun terlihat masih berjalan pincang, paling tidak, Rosa mampu mengendarai motor maticnya dan berhasil meninggalkan rumahku dengan aman.

BERSAMBUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun