Atau saat Bapakku yang bekerja menjadi kuli panggul di pelabuhan, tiba-tiba pulang babak belur dipapah beberapa temannya.
Barang-barang yang berniat diangkat oleh beliau di pelabuhan disalah artikan hingga terjadi kesalah pahaman dan laki-laki kesayanganku itu dikira pencuri lalu berakhir dengan beberapa injakan dan pukulan yang berhasil membuatnya tidak bisa pulang dalam keadaan normal. Oh, ya Tuhan.
Ucap syukur masih terkomat-kamit dari mulutku, saat memerhatikan keadaan ibu yang tidak menghadapi kendala dengan para langganan jasa mencucinya.
Aku hanya ingin tidak ada lagi pemandangan sedih tentang keadaan keluarga. Aku juga tak ingin terus-terussan menikmati nasi yang hanya bertemankan krupuk dan sambel terasi, kadang itu bisa berlangsung selama berhari-hari demi menabung untuk membayar uang sekolah.
Berharap kau tidak memprotes atau sinis padaku, karena semua lintasan-lintasan bayangan itu semakin menebalkan keinginanku untuk melanggar aturan Tuhan. Aku sudah membulatkan terkad untuk mengikuti cara kerja Adriana dengan jalan menjual diri. Maaf. Â
****
Beberapa hari kemudian setelah memberikan jawaban 'ya' pada Adriana. Aku berakhir di kamar kost miliknya. Luar biasa, mataku berputar ke sana kemari dengan kepala yang elastis mengikuti hampir 180 derajat jarak pandang.
Kamar itu cukup luas dengan berbagai fasilitas lengkap di dalamnya. Di sana Adriana bercerita kalau pekerjaan yang dia "lakukan" sudah lama, sejak SMP. Selama bersama Adriana, kau akan tahu kalau gadis itu tidak pernah melepas senyumnya.
Selain profesinya yang menjajakan diri, ternyata Adriana juga menambah pekerjaannya yang beresiko dengan menjadi mucikari.
Aku sangat terkejut, tapi sebisa mungkin tak kuperlihatkan. Semuda itu Adriana sudah melakukan "double dosa" dalam hidupnya. Bahkan ia menjamin kalau pekerjaan yang dia geluti selama ini terbilang aman.
Ia tidak pernah sekali pun menerima tamu laki-laki walaupun tidak ada larangan dari penjaga kost tentang hal itu, kalau pun harus bertemu, Adriana akan bertemu pelanggannya di luar.