Mohon tunggu...
Viride
Viride Mohon Tunggu... Buruh - penulis

Penulis tidak dapat menulis secepat pemerintah membuat perang; karena menulis membutuhkan pemikiran. - Bertolt Brecht (Penulis dari Jerman-Australia)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Editor Oh Editor

7 September 2018   12:04 Diperbarui: 7 September 2018   14:54 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (foto:pixabay.com)

Itu namanya menunggu bintang jatuh! Saya cukup kasihan dengan pemikiran teman saya itu dan sebagian orang yang berpikir seperti dia. Mereka mengira semua penulis tidak memerlukan perjuangan untuk meraih gelar pengakuan.

Menurut mereka pekerjaan menulis itu hanya kesia-siaan dan membuang waktu, tidak ada manfat dengan jadi penulis.

Mereka juga berkesimpulan kalau seorang penulis hanya tinggal menulis saja, lalu pundi-pundi uang langsung turun dari langit. Huufftt, sungguh pemikiran yang dangkal.

Sebelum sebuah karya diterbitkan, penulis harus menghadapkan tulisannya pada seorang editor terlebih dahulu. Kalau Sang Editor menolak, berarti naskah itu tidak layak terbit dan tidak mungkin terjun ke pasaran.

Lalu siapakah editor ini? Editor dalam sebuah penerbitan buku adalah orang yang menilai naskah yang telah ditulis oleh seorang penulis. Orang yang mendapat kedudukan ini betul-betul harus mumpuni, ahli dan berkemampuan tingkat tinggi dalam menilai, karena tiap karya tulis harus punya nilai jual tinggi.

Kalau seorang editor asal-asalan menerima naskah tanpa menilai dan melihat dari segi bisnis, berarti dalam perumpamaannya ia sedang "menjual makanan" yang jelas-jelas rasanya tidak enak.

Seorang editor sama halnya seperti juri masak. Mereka yang memegang jabatan editor di mejanya adalah orang-orang yang "mencicipi makanan" tiap hari. Kalau naskah tulisan itu bagus, berarti "masakan" itu enak dan bisa dimakan bahkan bisa dijual.

Kalau naskah itu lumayan enak, berarti ada kemungkinan isi naskah bisa direvisi atau diperbaiki, artinya "masakan" itu masih bisa ditambah bumbu sebagai pelengkap nilai sempurna, tapi kalau isi naskahnya saja tidak bagus, berarti "masakan" itu tidak bisa dimakan, menyiksa lidah bahkan siapa pun yang memakannya akan segera memuntahkannya.

Memang benar, saat naskah penulis tidak diterima salah satu penerbit/editor, bisa jadi penulis itu lebih beruntung di penerbit/editor lain, tapi terlepas dari itu semua, siapa pun yang melihat profesi penulis, jangan meremehkan nilai juangnya.

Jangan pula mengabaikan peran seorang editor.
Kadang tiap editor selalu bisa memberikan masukan pada naskah yang ditolak, apa yang kurang dan apa yang harus diperbaiki. Tidak gampang jadi editor, setiap hari mereka selalu menghadapi naskah-naskah yang mengunung, tapi hebatnya, mereka ini sangat professional dalam menilai tiap tulisan yang masuk.

Mereka adalah sekumpulan orang-orang hebat yang tahu apakah suatu naskah layak diterima atau tidak. Mereka juga tahu mana naskah yang berbau bisnis atau tidak. Memang tidak gampang membuat para editor terpersona. Jadi jangan dikira setelah menulis lalu dengan mudahnya sang editor menerima naskah itu dengan serampangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun