Mohon tunggu...
Gravitasi
Gravitasi Mohon Tunggu... -

- Memunguti keping demi keping kebahagiaan -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penguji Kejujuran: di Sebuah Pojok Rumah Sakit Umum

25 Agustus 2015   21:20 Diperbarui: 25 Agustus 2015   21:24 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adalah sebuah rumah sakit umum yang sedang menuju akreditasi nasional dan internasional di kota Jakarta. Di situlah sebuah benda menarik perhatian saya - di salah satu pojok aulanya yang luas dan apik. Ia begitu menarik perhatian saya dan mampu menghentikan langkah. Terpaku di hadapannya untuk sekian menit sebelum mengambil keputusan.

Ah. Di tengah berita tentang ketidakjujuran yang hingar bingar, kontroversial hukuman mati bagi pelaku-pelaku pengkhianat amanat (baca: koruptor), tiba-tiba saja benda itu berdiri kokoh di depan saya, begitu percaya diri.

KONTER KEJUJURAN

 

 

Gambar 1.

 

Ia adalah sebuah rak buku. Di atasnya tertera jelas papan namanya: Konter Kejujuran. Di baris berikutnya, line tagnya bertuliskan:

"Silakan masukkan uang dan ambil media yang anda pilih. Mau jujur aja? Ya harus jujur."

Gambar 2.

Terdiri atas sekitar tiga rak tersusun bertingkat, setiap raknya masing-masing terisi dengan beberapa eksemplar majalah dan tabloid. Rak pertama atau teratas berisi tabloid Nakita.

Sedangkan majalah tabloid wanita Nova tersaji pada rak kedua, tergeletak bersama dengan majalah anak-anak kenamaan Bobo.

Dua buah kotak kaca transparan dengan gembog terkunci terletak di kiri kanannya, seperti layaknya dua buah daun telinga yang setia mendengarkan kata hati orang di depannya. Sesuatu yang transparan(si) memang kunci atas pertanyaan kejujuran.

Ada beberapa lembar uang sepuluhan ribuan dan lima ribuan tergeletak di dalamnya. Ambigu akan terhapus dengan melihat lipatan-lipatan uang yang terlihat jelas di dalamnya.

Baiklah sebelum terpana kelamaan, saya coba mengupasnya dari dua sudut pandang:

1. Sisi Produsen (dari majalah/ tabloid yang bersangkutan)

Opini pribadi saya adalah bahwa Rak Majalah Konter Kejujuran tersebut sejatinya sebuah ide cemerlang, terlepas dari motivasi produsen yang sesungguhnya). Karena ia berani gamblang ‘menyodorkan’ sebuah nampan, berisikan pilihan: Jujur atau Tak Mujur tersebut.

Honest/dishonest vs Lucky/ unlucky. (Ditambah-tambahin sendiri).

Catatan penting: mujur ini berlaku di dunia dan/atau akhirat. Maksud saya mujur di dunia belum tentu di alam nanti, vice versa, dan sebaliknya.

Namun bisa juga, ini merupakan sebuah etalase promosi yang bermoral. Bukankah promosi atau advertisement bisa saja mengambil berbagai bentuk: membagi-bagi secara gratis total; atau memberi potongan harga; atau bahkan memberi bonus?

Namun benda ini terpisah, menjadi istimewa, karena menjelma sebagai promosi yang tricky : boleh gratis, boleh bayar.

Dengan catatan: gratis berarti tidak jujur, bayar berarti meluruskan hati.

Aha, sederhana numun juga pelik.

2. Sisi Konsumen (Pembeli atau bisa juga Pengutil majalah/ tabloid tersebut)

Password dari transaksi disini adalah: tanpa hukuman.

Ya, memang tak ada sanksi bagi siapa saja yang melanggarnya. Keniscayaan tak berlaku.

Jadilah benda ini lebih cenderung sebagai alat pengasah nurani hati terdalam yang bernama kejujuran. Bukan alat tes kejujuran. Sebab menguji berarti ada yang lulus dan gagal. Mengasah berarti membentuk atau membangun karakter.

 

Adalah dua benang merah yang bisa ditarik dari ‘mekanisme kerja’ benda ini:

i. Konsistensi

Dari sudut konsumen: andai saja sistem penjualan ini bisa dipertahankan terus dan bukan hanya berlaku untuk sekian bulan saja. Sesungguhnya, masyarakat (khususnya: pembacanya) akan memperhatikan dan mempertanyakan keberlangsungannya - walau mungkin hanya dalam hati saja.

Saya rasa, demikian pula yang terjadi pada pihak produsen.

Mereka pun tentu ‘diam-diam’ memperhatikan ‘oplah’nya disini. Adakan jumlah majalah yang terambil sama dengan jumlah uang dalam kotak terkunci yang disediakan? Jika “ya’’ maka bisa saja program ini akan dilanjutkan untuk waktu yang lebih panjang.

ii. Keindahan

Rak ini menyajikan keindahan – sebuah kesejukan oase di tengah sahara huru-hara bauran politik dan ekonomi di negara tercinta.

Ya, sebuah kepercayaan sekaligus sebuah godaan. Bahkan saya sesaat sempat bertanya dalam kalbu,”Mau apa saya? Mengambilnya begitu saja? Toh tak ada yang marah-marah? Atau meletakkan uang di kotak kaca?”

Anehnya, pada saat yang bersamaan, saya juga merasakan pandangan orang-orang di sekitar. Bukan ge-er lho.

Seakan saya membaca benak mereka yang dipenuhi pertanyaan,” Hei, apakah ia akan mencomotnya begitu saja? Atau bayar sesuai bandrol harga yang tertera? Atau jangan-jangan ia sedang merekayasa ‘special discount’ buat dirinya sendiri?”

Hmm, suatu sinkronisasi segi tiga: Produsen, Konsumen, dan Pihak Ketiga (yang bukan produsen, juga bukan konsumen, alias pengamat saja).

Mampukah benda itu menepis semua kegagapan mengutil atau tidak mengutil?

Ah, konter ini.. 'sesuatu' yang benar-benar tidak membutuhkan KPK.

Jujur jangan terkikis, walau di tengah krisis. Rupiah terdepresiasi hebat, jangan membuat lupa darat.

Cegah degradasi moral, jangan berbuat asal.

Keterangan:

KPK : Komisi Pemberantasan Korupsi



Gambar 1 dan 2 : Koleksi Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun