Darurat Covid-19 memaksa pemerintah Indonesia meliburkan sekolah-sekolah dan mengimbau penerapan pembelajaran online (belajar bersama tanpa bertatap muka), demi membendung penularan virus corona yang dikuatirkan akan menjadi tak terkendali jika sekolah-sekolah tetap menggelar pembelajaran di kelas yang menghimpun murid dalam kelas.
Terkait dengan penerapan pembelajaran online tersebut setidaknya ada tiga hal yang menghalangi maksimalisasi pembelajaran secara online di di rumah-rumah.
Pertama, masalah yang paling menonjol yang muncul enghalangi penerapan pembelajaran online adalah terkait kesiapan guru. Banyak guru mengalami kegagapan melaksanakan pembelajaran online, selain karena penguasaan teknologi yang masih kurang memadai, ditambah lagi kondisi minimnya fasilitas sekolah atau tenaga ahli yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran online.
Pemerintah memang menyediakan situs-situs pembelajaran online, demikian juga dengan pihak swasta seperti ruang guru misalnya. Tapi, tetap saja guru harus bisa menguasai materi yang diampunya, dan juga guru perlu pandai-pandai menggunakan fasilitas online untuk terciptanya diskusi antarmurid dalam jaringanm serta menolong siswa untuk dapat menguasai materi yang disampaikan dalam bentuk online. Disamping itu guru juga harus tahu bagaimana membuat instrumen evaluasi untuk mengukur, menilai dan menentukan kelulusan siswa.
Terkait pembatalan Ujian Nasional, Permerintah memang mengijinkan sekolah-sekolah melaksanakan USBN secara Daring (dalam jaringan), tetapi tidak semua sekolah mampu melaksnakan USBN secara Daring. Menteri Nadiem Makariem sendiri pernah menyidir bahwa kedaulatan kelulusan siswa ada pada sekolah, maka sekolah harus mampu menetapkan standar kelulusan bagi siswanya. Tapi, masih banyak guru yang mengatkan belum sanggup untuk memegang kedaulatan menentukan standar kelulusan siswa.
Kedua, bukan hanya guru yang tidak siap menjalankan pembelajaran online, pemerintah sesungguhnya juga masih gagap dalam menerapkan pembelajaran online ini. Pemerintah memang sudah sejak lama menginjinkan hadirnya Universitas Terbuka, tapi pembelajaran online seperti itu masih belum jamak di negeri ini. Selain memang perangkat yang diperlukan untuk maksimalisasi pembelajaran online itu terbilang mahal, fasilitas internet di negeri ini juga belum merata, bahkan masih banyak daerah-daerah yang jauh dari fasilitas internet yang memadai.
Ketiga, yang paling panik pada penerapan pembelajaran online ini mungkin orang tua, atau keluarga-keluaraga. Memang sudah banyak orang tua yang memilih sekolah home schoolling untuk anak-anak mereka, dan dalam penerapannya tidak sedikit yang menggunakan pembelajaran online. Tapi, karena orang tua pada umumnya menyerahkan segala sesuatu tentang pendidikan anak kesekolah, maka ketika terjadi penerapan pembelajaran online banyak dari antara mereka yang gagap.
Sebenarnya, jika orang tua memahami kewajiban bahwa merekalah yang paling bertanggungjawab dalam pendidikan anak mereka, demikian juga terkait pendidikan karakter, maka Work From Home (WFH) bisa memaksimalkan belajar online yang diterapkan sekolah-sekolah sebagai pelaksanaan social distancing.
Sejatinya yang bertanggung jawab dalam pendidikan anak adalah orang tua. Sebelum ada sekolah orang tua adalah guru dari segala hal yang anak-anak perlu dapatkan. Dengan kemajuan jaman, orang tua yang menyadari keterbatasannya bekerjasama dengan keluarga-keluarga dalam komunitas yang sama untuk mendidik anak-anak mereka untuk dapat hidup dalam komunitas mereka, menjadi generasi penerus bagi pengembangan komunitas terbatas itu. Selanjutnya dengan adanya negara maka, tanggung jawab negara untuk menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan kepada generasi selanjutnya, pendidikan menjadi tanggung jawab negara. Meskipun demikian keterlibatan institusi pendidikan swasta tetap mendapat dukungan negara.
Dengan perkembangan dunia yang amat cepat demikian juga dengan keterbatasan pendidikan sebagian orang tua, maka banyak keluarga-keluarga yang tidak lagi sanggup mendampingi pendidikan anak, dan kemudian menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak mereka kepada sekolah. Untuk yang punya banyak uang mereka juga memanfaatkan bimbingan belaja untuk memastikan keberhasilan pendidikan anak-anak mereka. Tidak jarang, Â orang tua menjadi melupakn tanggungjawabnya yang utama dalam pendidikan anak, dan menyerahkan pendidikan anaknya kesekolah, termasuk dalam hal pendidikan karakter.
Pembelajaran online pada masa WFH merupakan kesempatan untuk orang tua memeriksa diri sampai sejauh mana keterlibatannya dengan pendidikan anak-anak mereka. Pembelajaran online oleh banyak pihak dikuatirkan akan meminggirkan pendidikan karakter, tapi apabila keluarga-keluarga menyadari tanggungjawabnya dalam pendidikan karakter, justru saat inilah keluarga-keluarga mengambil alih kedaulatan mereka  untuk melaksanakan pendidikan karakter bagi anak-anak mereka.
Indonesia memang perlu mempersiapkan diri untuk memaksimalkan pembelajaran online, apalagi dengan luasnya Negara Kesatua Republik Indonesia. Pembelajaran online bisa menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan SDM Indonesia, Pada saat yang sama, keluarga-keluarga di indonesia dapat kembali memerhatikan pendidikan karakter bagi anak-anak mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H