Tidak Ada Kamu Hari Ini
Lalu saya rindu menjadi sangat udik. Saat tidak tahu siapa itu Foucault, siapa itu Baudirillard, Sartre, atau mungkin Ben. Sangat udik sehingga ada ruang yang teramat lebar, ada telinga yang teramat mendengar untuk cerita-cerita sebelum kami akan turun tidur. “Ada baiknya kita punya papan tulis sehingga kamu bisa menerangkan konstelasi itu,” kataku...
Saya rindu memiliki gawai beresolusi rendah sehingga tidak ada gambar lain yang lebih samar dibandingkan senyumnya. Sudah jarang sekali ia tersenyum. Sudah jarang sekali saya menggigiti jarinya yang lentik, yang mriyayeni...yang jika dipadu dengan senyumnya itu mebuatku merasa seperti finger board. Diayun, dihentakkan ke atas, ke bawah, dilepaskan, ditangkap lagi, terus dan terus.
Pada akhirnya kami tidak menjanjikan apa-apa. Tidak ada bunga, tidak ada kejutan ulang tahun, tidak ada parfum mahal, tidak ada. Tidak pernah ada yang terwujud diantara kami kecuali sempat saling mencintai. Berengsek!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H