Mohon tunggu...
Grassius Iskarjanto
Grassius Iskarjanto Mohon Tunggu... Spiritualis, Penulis Buku-Buku Rohani -

dari seorang lulusan Seminari Menengah Garum Blitar lalu menjadi karyawan Bank Dhaha Ekonomi Kediri, TU SKKPN Madiun, Guru SMPK Gamaliel Madiun, Guru SMA K St Bonaventura Magetan, Guru SMPN 1 Magetan, Guru SPGN Ngawi, Guru SMA K St Thomas Ngawi, Guru Agama Katolik SMAN 3 Madiun, Ketua DPC Partai Kebangsaan Merdeka Madiun, lalu menjadi Spiritualist dan penulis spiritual sampai sekarang ini ...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rengganis 28

7 Maret 2016   22:56 Diperbarui: 7 Maret 2016   23:41 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pesanggrahan Raden Bancolono terletak di tebing sungai yang berbatu-batu besar. Lantainya ditutupi karpet warna merah. Pengaturan ruang doa sangat rapi dan indah dengan warna orange yang cerah. Sekitarnya ditanami pepohonan hias yang artistik. Pesanggrahan itu tembus pandang karena dipenuhi jendela-jemdela kaca yang indah.

Rengganis berdiri menatap keluar jendela kaca. Batu-batu besar menghiasi sungai itu seperti seribu patung abstrak yang menampilkan sosok alam yang indah yang tak terselami kedalamannya. Pohon-pohon cemara tinggi menjulang di tebing tepian sungai berbatu-batu itu. Gelap perlahan mulai turun. Kabut tebal perlahan mulai turun menyelinap di antara pepohonan cemara. Lampu-lampu jalanan sudah mulai menyala terang. 

Di dalam pesanggrahan Raden Bancolono itu mulai gelap. Lampu di pesanggrahan itu tidak menyala. Ada tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab yang merusak aliran listrik di Pesanggrahan itu. Udara dingin mulai terasa menusuk-nusuk kulit Rengganis. Bunyi tonggeret di pepohonan besar di sekitar Pesanggrahan Raden Bancolono membawa keheningan di dalam hati Rengganis. Rengganis menyalakan sebatang lilin untuk penerang di ruang itu. Nyala api lilin membawa suasana ruang sedikit terasa lebih hangat.

Tiba-tiba Rengganis mendengar suara krincingan panjang di teras Pesanggrahan Raden Bancolono itu .... krincingkrincingkrincingkrincingkrincingkrincingkrincingkrincingkrincingkrinciiiiiiiiiing ......... kemudian terdengar suara krincingan pendek-pendek teratur  krinciing .... krinciing .... krinciiing .... krinciiing ....  krinciiing .... krinciiing .... krinciiing ...... 

Rengganis melihat ke teras namun tidak dapat melihat apa-apa sementara bunyi krincingan itu terus berbunyi ........ tetap ....  krinciiing ....  krinciiing .... krinciiing ..... krinciiing ......

Rengganis hanya diam terus sambil menyebut ALLAH di dalam hatinya seiring dengan keluar masuknya napasnya di dalam dada .......

Rengganis semakin masuk ke dalam hening ..... suwung amengku ana ....  kesadarannya masih tetap tegak walaupun Rengganis sudah tidak memperhatikan lagi di mana dia sedang berada sekarang ini ..... Jiwa Raga Rengganis semakin dibimbing masuk ke dalam sumarah kepada TUHAN oleh Cahaya TUHAN .....

Tiba-tiba Rengganis melihat uang kertas pecahan ratusan ribu berpak-pak, perhiasan emas berkilauan seperti bukit di hadapannya, batu permata yang indah-indah, berlian yang berkilauan, dan emas lantakan bersap=sap menggunuing di hadapannya ....... Rengganis semakin berserah diri sumarah kepada TUHAN ....  tidak memperhatikan sama sekali harta karun dan uang yang entah berapa triliun nilainya itu ...... Rengganis tetap terus berserah diri sumarah kepada TUHAN saja ...... Setelah aliran Bimbingan CAHAYA TUHAN di dalam Sanubarinya sudah terasa berhenti, Rengganis pu kemudian berdiri perlahan-lahan dari duduknya ......

"Aku hanya mengikuti saja apa pun yang ENGKAU kehendaki aku jalani, TUHAN .....," bisiknya lirih.

Tidak ada keinginan apa pun di dalam hatinya di dalam Sanubarinya. Rengganis sudah percaya sepenuhnya kepada TUHAN dan mempercayakan dirinya sepenuhnya kepada TUHAN ......

"Aku percaya sepenuhnya pada-MU, TUHAN .....  ENGKAU yang mengatakan kepadaku bahwa hidupku sepenuhnya berada di dalam TANGANMU bahwa hidup anak-anakku sepenuhnya berada di dalam TANGANMU bahwa hidup seluruh keturunanku sepenuhnya berada di dalam TANGANMU ......," bisik Rengganis lirih. Hati Rengganis tidak tergetar melihat tumpukan harta yang tidak terkirakan nilainya itu. Hati Rengganis tidak tertarik sedikit pun pada tumpukan harta yang tidak ternilai harganya itu.

Hati Rengganis Damai sejahtera. Tidak ada rasa takut sedikit pun. Tidak ada rasa khawatie sedikit pun akan kehidupannya sendiri akan kehidupan anak-anaknya akan kehidupan seluruh keturunannya di kelak kemudian hari.

Rengganis kemudian merebahkan dirinya ke atas hamparan karpet berwarna merah di ruang itu. Dipakainya selimutnya untuk mengurangi rasa dingin yang semakin menusuk kulitnya. Perlahan-lahan dipejamkannya kedua belah matanya. Tidak seberapa waktu lamanya Rengganis pun masuk ke dalam tidur yang lelap.

Serasa hidupnya sudah menyatu dengan seluruh alam semesta dengan TUHAN sendiri.

 

BERSAMBUNG .......

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun