Teori digunakan sebagai sebuah piranti dalam memberikan interpretasi atas fakta yang masih bersifat sama. Seperti ilmu kedokteran, pasti memiliki teori tentang bagaimana melakukan pemeriksaan suatu penyakit pada pasiennya.Â
Begitu pula dengan sosiologi, sosiologi memiliki teori untuk bisa menjelaskan beragam hal yang terjadi di masyarakat. sebelum mempelajari teori dalam sosiologi lebih mendalam, kamu juga perlu mengetahui lebih dulu pengertian sosiologi.
Menurut ahli Sosiologi modern James L Gibson, teori merupakan kumpulan dari pernyataan atau statement yang mempunyai kaitan logis, menjadi cermin dari sebuah kenyataan yang ada tentang sifat atau ciri-ciri kelas, peristiwa, dan benda.
Suatu teori setidaknya mempunyai beberapa unsur di dalamnya, yakni (1) konsep, definisi, dan proposisi; (2) hubungan logis minimal dari dua konsep atau lebih; (3) hubungan tersebut cerminan fenomena sosial; dan (4) teori dapat dipakai untuk memprediksi ataupun eksplanasi.
Dalam sosiologi, ada dua hal mendasar yang mendukung kemunculan teori-teori dalam sosiologi. Dua hal tersebut di antaranya adanya kekuatan sosial serta kekuatan intelektual yang muncul dalam kurun waktu tertentu.
Dalam perkembangannya, ilmu sosiologi memiliki 2 jenis teori, yaitu teori klasik dan teori modern. Teori klasik merupakan teori yang berisikan analisa serta pemikiran dari para tokoh-tokoh sosiologi di awal perkembangannya. Sedangkan, teori sosiologi modern mengacu pada aliran pemikiran dalam sosiologi yang muncul setelah awal perkembangan ilmu sosiologi.
Dasar teori dari sosiologi sendiri terdiri dari 4 teori, berikut penjelasannya.
Teori-teori Sosiologi
1. Teori Interaksionisme Simbolik
Teori interaksionisme simbolik merupakan gabungan dari pemikiran George Herbert Mead, Herbert Blumer, dan Max Weber. Teori yang pertama ini menganalisa masyarakat berdasarkan pada makna subjektif dari seorang individu di dalam interaksi sosial.
Teori ini juga mengasumsikan adanya tindakan individu yang cenderung berlandaskan pada hal-hal yang diyakini, bukan yang benar secara objektif. Keyakinan tersebutlah yang disebut dengan produk konstruksi sosial yang direpresentasikan. Hasil dari interpretasi ini kemudian yang dikenal dengan istilah situasi.
Interaksionisme simbolik adalah bagian dari teori mikro sosiologi, karena analisisnya yang berdasarkan pada aspek individu. Konsep teori ini juga cenderung memiliki tendensi dengan urusan identitas seseorang.
2. Teori Fungsionalisme Struktural
Teori ini muncul dari sosok Emile Durkheim yang mengimajinasikan bahwa masyarakat sebagai suatu organisme yang tersusun dari berbagai komponen yang saling mempengaruhi untuk bisa terus berfungsi.
Teori fungsionalisme ini mengajarkan bahwa masyarakat terdiri dari sebuah sistem yang tersusun secara struktural dengan perannya masing-masing. Sehingga, hasil dari sistem secara keseluruhan bisa menciptakan tatanan dan stabilitas sosial.
Durkheim juga menaruh perhatian pada tatanan sosial yang mampu membawa perspektif fungsionalisme ini kepada struktur sosial di level makro sebagai fokusnya dengan institusi sosial yang merupakan komponen dari sistem tersebut.
Dalam kacamata pada teori ini, lembaga sosial akan bertahan saat fungsinya bisa dijalankan dengan baik. Saat terjadi malfungsi, maka lembaga sosial ini secara perlahan akan menghilang.
Antar institusi sosial pun juga harus terjalin kerjasama yang baik, kalau tidak sistem sosialnya akan menjadi kacau. Institusi sosial yang dimaksud adalah keluarga, pemerintah, pendidikan, ekonomi, agama, dan sebagainya.
3. Teori Konflik
Teori konflik ini mengasumsikan pada perbedaan dalam kepentingan yang dimiliki oleh kelas-kelas sosial, sehingga menghasilkan sebuah relasi sosial yang bersifat konfliktual. Teori ini digagas oleh Karl Marx.
Kesenjangan sosial bisa tercipta karena adanya pendistribusian kekayaan yang tidak merata. Sehingga saat kesenjangan tersebut bertambah parah, maka potensi timbulnya konflik menjadi semakin besar.
Kelas sosial yang dimaksud adalah kelompok proletar dan borjuis. Kelompok pertama adalah kelas pekerja atau orang-orang yang tidak mempunyai kontrol atas sumber daya. Sedangkan kelompok kedua adalah yang memegang kontrol terhadap sumber daya karena mempunyai modal yang besar.
Dari dua kelas tersebut, bisa dilihat dengan jelas bahwa adanya kepentingan dan tujuan keduanya yang berbeda. Kaum proletar ini menginginkan kekayaan didistribusikan dengan cara merata. Sedangkan kaum borjuis, malah ingin penambahan kekuasaan atau mempertahankan kekuasaan yang sudah dimilikinya.
Pergesekan antara dua kelompok inilah yang bisa memicu terjadinya revolusi. Apalagi, jika ditambah dengan kesadaran kelas yang membuat kelompok proletar mengetahui kalau mereka telah dieksploitasi.
Itulah teori-teori dasar dalam sosiologi yang perlu kamu ketahui. Untuk memahami teori-teori sosiologi lainnya, kamu bisa membaca buku yang berkaitan dengan teori dalam sosiologi.
Penulis: Nurul Ismi Humairoh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H