Mohon tunggu...
Gradieni Siti Husnul Khotimah
Gradieni Siti Husnul Khotimah Mohon Tunggu... -

"I'm keep walking with my pure mind, keep walking with my soul"

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pregnancy Project!

25 Februari 2013   10:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:43 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Apa yang pertama terlintas ketika anda melihat sebuah film berjudul 'Pregnancy Project'?

Orang yang hanya mendengar akan berfikir ke arah "situ"( ah, coba saya tebak, dalam tanda kutip ini pasti anda tau maksud saya), orang yang takut terkontaminasi akan tiba-tiba menjauhi kerumunan tetapi orang yang mendengar kemudian mencoba melihat sinopsis pada kaset akan mencoba untuk memfilter ini film "okay" atau "nggak sih"? nah  ini baru tipe penikmat seni, mencoba mencari makna dibalik rangkaian episode.

Kembali ke judul, kenapa sih saya mau menulis artikel dengan tema seperti ini? Karena saya suka film ini, dan film ini sarat pesan yang saya sendiri sebenarnya bingung harus menyampaikannya seperti apa dan bagaimana memulainya. Saya sedang memikirkan hal itu, tapi cuma otak saya yang mengerti secara gamblang.

Sebuah Film yang ditunjukan untuk Remaja, Orang tua dan seluruh Komponen bersosial

Sedikit akan coba mendeskripsikan tentang isi film ini, terlepas dari atribut apapun coba membaca ini dengan fikiran yang murni saya harapkan.

Seorang siswi perempuan disebuah Sekolah Menengah mengajukan sebuah judul "Pregnancy Project" kepada guru pembimbing untuk karya tulisnya di akhir tahun pendidikan. Tentu saja sontak sebagian guru menolak dengan alasan akan mencemari nama sekolah dan bahkan akan merusak nama baik keluarga jika ia bersikeras tetapi ingin mengambil judul ini. Tentu saja tak ingin judulnya ini ditolak ia mencoba mengemukakan argumennya bahwa karya tulis ini penuh misi sosial, cara bersikap terhadap seorang siswi yang hamil diluar nikah harus dirubah, semua orang layak mendapatkan tempat yang layak untuk masa depan tidak terkecuali siswa MBA (married by accident). Semua tentang kuatnya Stereotipe menentukan hidup seseorang.

Gadis yang hamil diluar nikah tidak saja mendapati dirinya pada sebuah penyesalan yang besar tetapi ada berada pada kotak yang isinya merupakan lontaran-lontaran cemooh, sumpah serapah dengan segala kutukan. Mari kita coba sesuai kan ya dengan kenyataan. Apa yang mereka katakan ketika menjumpai gadis hamil diluar nikah?

-Seorang guru berkata, "hidupnya sia-sia, tak akan bisa dia masuk universitas!"

-Seorang teman berkata, "seperti sampah!"

-Keluarga akan lekas mengucilkan, bahkan mungkin ada yang mencoba menyarankan untuk digugurkan.

-Kalo saya difilm itu mungkin akan bilang, "habislah sudah, hidupnya"

Saya pernah menjumpai diri saya seperti itu persis seperti kebanyakan orang mencoba berpendapat (lebih tepatnya memaki) bermonolog kepada diri sendiri ketika menjumpai banyak teman saya yang seperti itu. Ya, itu cerita masalalu. Kini saya mulai tersadarkan betapa perkataan itu -streotipe- andil besar dalam kehidupan teman saya -mungkin- pada saat itu. Saya tidak tau kalau andai diposisi itu maka akan berkata apa, coba simpan saja untuk diri sendiri. Mari kita lanjutkan.

Pada waktu itu sang siswi mengutarakan bahwa ia akan berpura-pura untuk hamil untuk mengetahui bagaimana perkataan dan sikap orang-orang disekitarnya ketika menjumpai dirinya berada dalam kesalahan fatal. Dengan menutupi project ini dari beberapa guru, semua teman disekolah, kakak, dan orang tua pacarnya maka misi inipun ia lakukan selama 9 bulan. Ada satu lagi yang dia wajib lakukan ketika melakukan projectnya yaitu berteman dengan siswi yang mengalami hamil diluar nikah yang merupakan salah satu temannya disekolah. Dengan mendengar keluh kesah dan memperhatikan keadaan yang tiba-tiba berbalik 360 derajat dimana ketika dulu dia dipuja-puji dengan seluruh doa atas kecermelangan masa depan karena prestasinya kini semua orang hanya melihat dia sebagai gadis yang ceroboh tanpa melihat kemampuan dirinya sebagai siswa yang cerdas. Semua orang menyudutkan dirinya ke suatu tempat gelap, tidak ada lagi kepedulian, tidak ada lagi sifat manusiawi, musnahnya orang-orang bersosialis dan betapa mentalnya jatuh dan turun sedalam keinginannya untuk mengahiri kehidupan, membuang jauh-jauh keinginan bercita-cita. Yap, itulah kuatnya stereotipe seperti Tuhan, mentakdirkan ketentuan manusia.

Sebenarnya masih butuh penguraian yang panjang untuk mendeskripsikan bagaimana jalan cerita film ini. Diluar dugaan, sulit ditebak. Lebih baik menonton langsung, silahkan. Saya hanya ingin membatasi isi artikel ini kepada stereotipe. Apa sih stereotipe?

Stereotipe

Sander Gilman menekankan bahwa stereotipe secara definisi tidak pernah akurat, namun merupakan penonjolan ketakutan seseorang kepada orang lainnya, tanpa mempedulikan kenyataan yang sebenarnya. Dalam kamus besar bahasa indonesia juga terdapat definisi stereotipe sebagai berikut, "konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka subjektif dan tidak tepat".

Terlepas dari masalahnya apapun, stereotipe sungguh begitu kuat mempengaruhi mental seseorang. Setelah tau ini, entah siapa yang lebih bersalah ketika seseorang melalukan hal bodoh dan orang sekeliling mencemooh bukannya membangun solusi dan seluruh hidupnya berada dalam keterpurukan. Harga diri hilang, keluarga hilang, masa depan hilang, harga kemurahan hati sudah dihapuskan dari daftar kepedulian. Adakah sedikit masa depan yang bisa kita berikan? adakah saran sebagai solusi? adakah sedikit saja untuk menjaga perkataan jika tidak bisa melakukan apa-apa, karena itu lebih dari cukup untuk mewakili perhatian menjaga hati orang lain, lebih dari itu mempagari masa depannya untuk mempertahankan cita-citanya setidaknya menguatkan dirinya untuk menganggap semua sebagai "side effect" yang harus diterima tanpa harus mengucilkan dirinya sendiri dari dunia berkemajuan.

Saya bisa merasakan betapa rindunya insan terhadap kemajuan, ketika masalahnya bertubi-tubi dan dikotak-kotakan oleh streotipe. Kenyataannya pahit, dan tak ada yang bisa dilakukan. Kita tak pernah tau perasaan hati seseorang, tapi kita semua tau bagaimana caranya mengetahui itu. Bagaimana jika kita diposisi itu? ketika semua orang pergi dengan hanya meninggalkan kutukan-kutukan.

Selamat sore,

salam bagi manusia yang berfikir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun