Entah sejak kapan, image perempuan cantik di Indonesia adalah perempuan-perempuan yang memiliki rambut panjang dan halus selembut sutra, jari jemari lentik menggelitik, atau kulit putih seputih mutiara. Dangkal sekali sepertinya, ya?
Adalah Pungky Prayitno. Gadis kelahiran tahun 1990. Kulitnya jauh dari slogan putih seputih mutiara atau pualam. Rambutnya pendek ngebob tomboi. Bohong sekali kalau saya bilang dia anggun. Langsing? Ah, bagaimana ya. Rasanya kata kurus lebih tepat menggambarkan bodi tipisnya. Tapi, buat saya, ia cantik sekali. Buat saya, kata inspiratif sangat layak disandangnya. Dalam hemat saya, Citra Cantik Indonesia ya Pungky Prayitno!
Mengapa Pungky?
Izinkan saya mengawali kisah Pungky dengan kehamilan di usia mudanya. Tepatnya, di usia dua-dua, saat bangku kuliah belum selesai ia tamatkan. Dalam sinetron picisan, rasanya adegan selanjutnya dalam skenario ini adalah: Pungky tidak melanjutkan kuliah karena terbentur biaya atau sudah tidak bisa fokus belajar sambil membawa buntelan bayi di tubuh mungilnya. Atau mungkin juga, Pungky tetap menyelesaikan kuliah dengan jumawa, namun buah cintanya entah diasuh oleh siapa.
Pungky berani berbeda. Pungky berani menantang dirinya sendiri karena ia punya mimpi. Mimpi pertama yang saya kenali dari Pungky Prayitno adalah ia ingin menghadirkan dongeng untuk anak-anak di seluruh penjuru negri. Bacaan yang penuh imaji tapi jauh dari bumbu cinta dan bully. Bacaan ramah anak itu, ia cita-citakan, bisa menjangkau banyak insan kecil bahkan yang kurang beruntung dari segi ekonomi. Yaelah! Hamil muda, kuliah belum tamat, ngapain sih mimpi muluk begini? Ya, itulah Pungky.
Mengapa Pungky?
Karena di tengah sempitnya ruang gerak dan waktunya untuk pelbagai tanggung jawab, akhirnya ia bisa mewujudkan mimpinya dengan menyatukan 10 Kompasianer untuk bersama-sama menelurkan Peri-Peri Bersayap Pelangi.
Begitulah ia menamai buku dongengnya. Ternyata ada misi lain di balik Peri-Peri Bersayap Pelangi itu. Pungky ingin mengobarkan semangat membaca pada anak negri di tengah keranjingan nonton tivi. Di tengah tontonan tivi yang minim pesan edukasi karena lagi-lagi cinta, bully, ibu tiri tak punya hati, dan jurus harimau terbang yang mendominasi. Pungky melakukan ini murni untuk anak negeri, bukan untuk dirinya sendiri. Seluruh pemasukan dari penjualan buku ini ia olah lagi untuk mencetak eksemplar-eksemplar lain. Ia tidak mengantongi apapun kecuali rasa syukur melihat dokumentasi ke mana Peri-Peri Bersayap Pelangi terbang melintasi bumi pertiwi.
[caption id="attachment_418408" align="aligncenter" width="300" caption="Terbang sampai ke tanah Papua"]
[caption id="attachment_418409" align="aligncenter" width="300" caption="Tiba di Brebes"]
[caption id="attachment_418411" align="aligncenter" width="300" caption="Dongeng untuk Desa Alangamba"]
[caption id="attachment_418412" align="aligncenter" width="300" caption="Sampai juga di Kota Pelajar, Yogyakarta"]
Mengapa Pungky?
Karena setelah berhasil mewujudkan mimpi sosialnya, Pungky tak lantas tenggelam keasyikan di dalamnya. Ia sadar, ia masih punya tanggung jawab lain -bahkan yang paling besar- yang ia beri nama Arkadievich Sujiwo. Singkatnya, Jiwo.
Jadi, mari kita daftar tanggung jawab Pungky. Memantau Peri-Peri Bersayap Pelangi agar tak sampai mati - Jiwo - suami - skripsi. Semua itu mau tak mau harus dilakukan bersamaan. Tapi, hebatnya, ia tak pernah kehilangan waktu bersama Jiwo. Ia tetap berusaha semampunya untuk jadi Ibu yang inovatif berdaya cipta untuk memberikan kegiatan-kegiatan menyenangkan sekaligus edukatif untuk kangmas cilik ini. Saya bangga melihat Jiwo tumbuh tanpa kurang suatu apa dengan tidak kehilangan figur ibu. Cerita keseharian Jiwo diabadikan Pungky di blog Sujiwo.
Mengapa Pungky?
Karena Pungky masih bisa menambah tanggung jawab lagi dan menjalankannya dengan hati. Usia pernikahan yang masih belia ditambah dengan adanya seorang anak membuat Pungky sadar, ia harus ikut memikirkan pemasukan. Bukan, bukannya Pungky kurang mensyukuri rezeki suaminya. Pungky hanya mencoba membantu. Ia tahu ia punya mimpi. Dan ia tahu, bermimpi pun (terkadang) butuh modal. Singkat kata, tanggung jawabnya bertambah menjadi: memantau Peri-Peri Bersayap Pelangi agar tak sampai mati - Jiwo - suami - skripsi - mencari rezeki.
Semesta mendukung mereka-mereka yang tahu dan mau bekerja keras. Gusti mempertemukannya dengan Bu Asanah, seorang asisten rumah tangga yang mengurus Jiwo bak cucunya sendiri sehingga Pungky punya sedikit waktu untuk bernafas di sela hari-harinya. Dengan adanya Bu Asanah, sayap Pungky makin mengembang. Dunia tulis-menulis yang memang menjadi passion nya, makin ia geluti. Termasuk dunia blogging. Kekhasan seorang Pungky, termasuk kreativitas dan konsistensi membuahkan gelar Srikandi Blogger 2014. Pungky makin berkibar dan dikenal.
[caption id="attachment_418760" align="aligncenter" width="452" caption="Pungky - Srikandi Blogger 2014"]
[caption id="attachment_418761" align="aligncenter" width="459" caption="Pungky dan Kepeduliannya pada Dunia Anak dengan Buku Dongeng"]
Mengapa Pungky?
Karena Pungky, dengan segala pencapaian dan prestasinya, tetap rendah hati dan tak pernah melupakan orang lain yang membantunya. Berapa dari kita yang ketika mengecap manisnya pencapaian masih ingat untuk mensyukuri keberadaan asisten rumah tangga? Mungkin hanya segelintir orang, dan Pungky ialah salah satunya. Dengan rendah hati Pungky menyadari, apa yang ia raih tak lepas dari peran serta dan bantuan dari Bu Asanah. Pungky tak pernah sok menjadi ibu hebat -yang 24/7 selalu ada di samping anak-, ia mengakui Bu Asanah berjasa banyak dalam pengasuhan Jiwo. Berapa banyak dari kita yang mensyukuri keberadaan asisten tumah tangga sampai mendedikasikan tulisan khusus untuknya? Pungky salah satunya. Simak untaian kata manis dan terima kasihnya untuk Bu Asanah di Berkeluarga dengan Pembantu Rumah Tangga.
Sampai pada titik ini, sepertinya saya tak berlebihan jika saya menyebut Pungky tahu betul bagaimana menghargai orang lain. Orang-orang yang ada di belakangnya. Orang-orang yang mendukung tiap langkahnya. Buat saya, Pungky selalu memanusiakan manusia.
[caption id="attachment_418439" align="aligncenter" width="300" caption="Pungky, Jiwo, dan Bu Asanah"]
Mengapa Pungky?
Karena Pungky adalah perempuan yang tidak menaruh batasan terhadap dirinya sendiri. Satu mimpi terkejar, maka ia akan mengejar mimpi lain. Tak ada istilah ‘mimpi yang ketinggian’ untuk Pungky, karena ia percaya Gusti pasti memampukan. Hingga pada suatu hari, lahirlah mimpi lain yang ia namai FAITH. Food Always In The Home.
Dan karena konsisten menjalankan mimpi ini, sebuah prestasi lagi-lagi didulang oleh Pungky.
Mengapa Pungky?
Karena Pungky tahu bahwa mimpi yang bermanfaat bagi orang lain tak pernah boleh padam apalagi mati. Oleh karena itu, kini ia sedang memfokuskan diri pada mimpi besarnya: proses cetakan kedua buku dongengnya Peri-Peri Bersayap Pelangi. Berhubung semua didanai mandiri, Pungky membuat sebuah gerakan bernama Gerakan Sayap Peri. Gerakan ini ia harapkan bisa memudahkan pencarian sponsor, donatur, dan dukungan dalam bentuk apa pun. Saya optimis, buku dongeng ini akan naik cetak lagi. Tidak hanya berhenti sampai di cetakan kedua. Akan ada yang ketiga, kelima, kesepuluh, dan seterusnya. Semuanya untuk satu mimpi: menghadirkan buku dongeng ke seluruh penjuru Indonesia. Semuanya lahir karena Pungky, tidak pernah takut dan lelah untuk punya mimpi.
***
Perempuan cantik Indonesia jelas tidak hanya dinilai dari fisiknya belaka. It takes so much more than that. Dari seorang Pungky, saya belajar tentang keteguhannya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dengan mimpi yang lebih baik. Dari Pungky saya belajar untuk menyikapi tantangan dengan anggun dan berani, entah itu tantangan dari dirinya sendiri, keluarga, atau lingkungan sosial.
Hanya dalam 2 tahun saya mengenalnya, saya menyaksikan bahwa ia benar-benar bergerak maju ke depan.
Pungky tahu batasan. Ia tahu bagaimana hidupnya harus seimbang. Ia tahu bagaimana berdiri di tengah mimpi sosial, keluarga, dan pendidikan. Betapa blog Sujiwo menunjukkan ia tak pernah meninggalkan kewajibannya sebagai seorang ibu. Betapa Gerakan Sayap Peri menunjukkan ia hidup dengan rasa sosial yang tidak main-main. Betapa foto ini menunjukkan ia tetap menggarisbawahi pentingnya pendidikan karena perempuan lah yang menjadi pendidik dalam keluarga.
Jadi, sudah jelas kan, mengapa Pungky?
***
Sumber foto:
http://www.gerakansayapperi.com/
http://www.pungkyprayitno.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H