Mohon tunggu...
Grace Kristanto
Grace Kristanto Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Mother of a daughter with Congenital Rubella Syndrome. Founder of Rumah Ramah Rubella.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengapa Pungky Prayitno?

20 Mei 2015   09:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:48 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah sejak kapan, image perempuan cantik di Indonesia adalah perempuan-perempuan yang memiliki rambut panjang dan halus selembut sutra, jari jemari lentik menggelitik, atau kulit putih seputih mutiara. Dangkal sekali sepertinya, ya?

Adalah Pungky Prayitno. Gadis kelahiran tahun 1990. Kulitnya jauh dari slogan putih seputih mutiara atau pualam. Rambutnya pendek ngebob tomboi. Bohong sekali kalau saya bilang dia anggun. Langsing? Ah, bagaimana ya. Rasanya kata kurus lebih tepat menggambarkan bodi tipisnya. Tapi, buat saya, ia cantik sekali. Buat saya, kata inspiratif sangat layak disandangnya. Dalam hemat saya, Citra Cantik Indonesia ya Pungky Prayitno!

Mengapa Pungky?

Izinkan saya mengawali kisah Pungky dengan kehamilan di usia mudanya. Tepatnya, di usia dua-dua, saat bangku kuliah belum selesai ia tamatkan. Dalam sinetron picisan, rasanya adegan selanjutnya dalam skenario ini adalah: Pungky tidak melanjutkan kuliah karena terbentur biaya atau sudah tidak bisa fokus belajar sambil membawa buntelan bayi di tubuh mungilnya. Atau mungkin juga, Pungky tetap menyelesaikan kuliah dengan jumawa, namun buah cintanya entah diasuh oleh siapa.

Pungky berani berbeda. Pungky berani menantang dirinya sendiri karena ia punya mimpi. Mimpi pertama yang saya kenali dari Pungky Prayitno adalah ia ingin menghadirkan dongeng untuk anak-anak di seluruh penjuru negri. Bacaan yang penuh imaji tapi jauh dari bumbu cinta dan bully. Bacaan ramah anak itu, ia cita-citakan, bisa menjangkau banyak insan kecil bahkan yang kurang beruntung dari segi ekonomi. Yaelah! Hamil muda, kuliah belum tamat, ngapain sih mimpi muluk begini? Ya, itulah Pungky.

14320051361263764146
14320051361263764146

Mengapa Pungky?

Karena di tengah sempitnya ruang gerak dan waktunya untuk pelbagai tanggung jawab, akhirnya ia bisa mewujudkan mimpinya dengan menyatukan 10 Kompasianer untuk bersama-sama menelurkan Peri-Peri Bersayap Pelangi.

14320051683634763
14320051683634763

Begitulah ia menamai buku dongengnya. Ternyata ada misi lain di balik Peri-Peri Bersayap Pelangi itu. Pungky ingin mengobarkan semangat membaca pada anak negri di tengah keranjingan nonton tivi. Di tengah tontonan tivi yang minim pesan edukasi karena lagi-lagi cinta, bully, ibu tiri tak punya hati, dan jurus harimau terbang yang mendominasi. Pungky melakukan ini murni untuk anak negeri, bukan untuk dirinya sendiri. Seluruh pemasukan dari penjualan buku ini ia olah lagi untuk mencetak eksemplar-eksemplar lain. Ia tidak mengantongi apapun kecuali rasa syukur melihat dokumentasi ke mana Peri-Peri Bersayap Pelangi terbang melintasi bumi pertiwi.

[caption id="attachment_418408" align="aligncenter" width="300" caption="Terbang sampai ke tanah Papua"]

1432005314649798678
1432005314649798678
[/caption]

[caption id="attachment_418409" align="aligncenter" width="300" caption="Tiba di Brebes"]

1432005366848080028
1432005366848080028
[/caption]

[caption id="attachment_418411" align="aligncenter" width="300" caption="Dongeng untuk Desa Alangamba"]

14320054061175946545
14320054061175946545
[/caption]

[caption id="attachment_418412" align="aligncenter" width="300" caption="Sampai juga di Kota Pelajar, Yogyakarta"]

14320054631029725257
14320054631029725257
[/caption]

Mengapa Pungky?

Karena setelah berhasil mewujudkan mimpi sosialnya, Pungky tak lantas tenggelam keasyikan di dalamnya. Ia sadar, ia masih punya tanggung jawab lain -bahkan yang paling besar- yang ia beri nama Arkadievich Sujiwo. Singkatnya, Jiwo.

14320055811747505361
14320055811747505361

Jadi, mari kita daftar tanggung jawab Pungky. Memantau Peri-Peri Bersayap Pelangi agar tak sampai mati - Jiwo - suami - skripsi. Semua itu mau tak mau harus dilakukan bersamaan. Tapi, hebatnya, ia tak pernah kehilangan waktu bersama Jiwo. Ia tetap berusaha semampunya untuk jadi Ibu yang inovatif berdaya cipta untuk memberikan kegiatan-kegiatan menyenangkan sekaligus edukatif untuk kangmas cilik ini. Saya bangga melihat Jiwo tumbuh tanpa kurang suatu apa dengan tidak kehilangan figur ibu. Cerita keseharian Jiwo diabadikan Pungky di blog Sujiwo.

1432005905135962764
1432005905135962764


Mengapa Pungky?

Karena Pungky masih bisa menambah tanggung jawab lagi dan menjalankannya dengan hati. Usia pernikahan yang masih belia ditambah dengan adanya seorang anak membuat Pungky sadar, ia harus ikut memikirkan pemasukan. Bukan, bukannya Pungky kurang mensyukuri rezeki suaminya. Pungky hanya mencoba membantu. Ia tahu ia punya mimpi. Dan ia tahu, bermimpi pun (terkadang) butuh modal. Singkat kata, tanggung jawabnya bertambah menjadi: memantau Peri-Peri Bersayap Pelangi agar tak sampai mati - Jiwo - suami - skripsi - mencari rezeki.

Semesta mendukung mereka-mereka yang tahu dan mau bekerja keras. Gusti mempertemukannya dengan Bu Asanah, seorang asisten rumah tangga yang mengurus Jiwo bak cucunya sendiri sehingga Pungky punya sedikit waktu untuk bernafas di sela hari-harinya. Dengan adanya Bu Asanah, sayap Pungky makin mengembang. Dunia tulis-menulis yang memang menjadi passion nya, makin ia geluti. Termasuk dunia blogging. Kekhasan seorang Pungky, termasuk kreativitas dan konsistensi membuahkan gelar Srikandi Blogger 2014. Pungky makin berkibar dan dikenal.

[caption id="attachment_418760" align="aligncenter" width="452" caption="Pungky - Srikandi Blogger 2014"]

1432089875638562103
1432089875638562103
[/caption]

[caption id="attachment_418761" align="aligncenter" width="459" caption="Pungky dan Kepeduliannya pada Dunia Anak dengan Buku Dongeng"]

14320899252081875171
14320899252081875171
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun