dalam kehidupan beragama, nabi cenderung selalu menjadi panutan, karena nabi diimani memiliki sifat dan kelakuan yang teladan, keteladanan nabi mencakup kebijakan dalam menjalani kehidupan, kesantunan dalam bersikap, dan kebaikan dalam bersifat. semua itu merupakan keteladanan positif yang dapat membawa kedamaian dunia, dan keteladanannya diharapkan dapat menjadi panutan umatnya, keteladanannya juga diharapkan menjadi panduan dalam menjalani kehidupan bagi umatnya.
sebagai bagian dari sejarah, jejak hidup seseorang dapat dikenang terus menandakan prestasi dan kontribusinya dalam sejarah semasa hidup, terlebih-lebih seseorang yang sampai menjadi pelopor ajaran yang kemudian berkembang menjadi suatu agama, tentu memiliki keteladanan yang layak diingat. keteladanan tersebut ibarat suatu simbol, dan simbol tidak mengenal waktu, biarpun nabi sendirinya sudah tiada ribuan tahun lalu, tetapi simbol keteladanannya tetap eksis, dan simbol tersebut eksis melalui umat yang mengikuti keteladanannya, sebagai respek atas peninggalannya, sebuah legacy.
tetapi kenyataan tidaklah seideal itu, kenyataannya tidak semua umat dapat mengikuti keteladanan nabi yang diikutinya, kadang-kadang ada sekelompok umat yang lebih cenderung memperlihatkan keberingasan daripada mengikuti keteladanan nabi mereka, dan parahnya keberingasan diperlihatkan dengan dalil membela nabi.
ketika mereka merasa nabi mereka dihina, mereka berubah menjadi beringas, entah karena mereka memang bermental beringas, atau gak cukup mental meneladani nabi, atau selama ini hanya berpura-pura meneladani nabi, atau hanya mencari-cari alasan untuk berlaku beringas, atau memiliki kepentingan tertentu.
keberingasan membutakan mata hati, sehingga mereka lupa, bahwa simbol tidak dapat dirusak, karena simbol tidak eksis secara nyata, tetapi eksis di hati. biarpun dihina sedemikian rupa, dicaci semena-mena, dicerca di mana-mana, simbol tetap tidak akan berubah, tetap murni.
ketika keteladanan nabi identik dengan kedamaian, kebaikan, kejujuran, ketulusan, dan segala hal yang bersifat positif. keberingasan umat identik dengan kekerasan, kejahatan, kelicikan, dan segala hal yang bersifat negatif. mereka yang beringas menklaim sebagai umat dari nabi, tetapi tindakan keberingasan mereka berbanding terbalik dengan keteladanan nabi, dengan dalil membela nabi, keberingasan mereka justru menodai keteladanan nabi, gara-gara keberingasan mereka, simbol keteladanan tersebut menjadi lebih kotor. dampak yang dihasilkan juga menjadi kontra-produktif, karena keberingasan sebagian umat, sesama umat lain yang mau meneladani menjadi bimbang dan takut, di luar umat, mereka yang tidak ada hubungan menjadi skeptis dan curiga, dan yang paling mendapatkan hasil adalah mereka yang menghina, mereka tertawa terbahak-bahak, karena hanya sedikit menyentil "korek api", yang tersentil justru bakar-bakaran sendiri.
padahal hinaan itu sendiri adalah hal yang bersifat negatif, tetapi bukannya dihadapi dengan sikap positif sesuai keteladanan nabi, justru disikapi dengan aksi beringas yang sama-sama bersifat negatif, apakah itu artinya "membela" nabi? tidak, itu sama saja dengan mereka yang menghina nabi, bedanya yang satu menghina dengan kata-kata atau karya mengada-ngada, yang satu lagi menghina dengan bereaksi beringas, bertindak biadab.
salah satu tujuan agama adalah membawa kedamaian, umat yang mampu membesarkan nama agama, adalah umat yang mampu mengikuti teladan nabi untuk membawa perdamaian terhadap semua makhluk hidup, termasuk keteladanan kebesaran hati dalam menghadapi cacian dan hinaan yang mengada-ngada. umat yang beringas selamanya tidak akan pernah mampu membesarkan nama agama, mereka hanya akan merusak nama agama yang dianut mereka, merusak teladan nabi yang di"bela" mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H