Once upon a time, pada pilkada suatu daerah, saking panasnya pemilihan pada kali itu menjadi perhatian nasional, padahal pemilihan untuk satu daerah bersangkutan saja, tetapi bahkan warga yang non-daerah tersebut pun ikut antusias mengikuti perkembangan pemiihan kali ini. Pemilihan putaran pertama sudah selesai, dan akan dilanjutkan pada pemilihan putaran kedua yang menyisakan 2 pasang calon dengan suara tertinggi.
Yang paling seru dari pilihan kali ini adalah bermunculannya sederetan kampanye negatif dan over-reaksi salah satu pasangan calon terhadap lawannya, yang mana kemungkinan karena calon tersebut sangat-sangat khawatir akan kekalahan pada putaran kedua nanti, mengingat lawannya merupakan calon yang begitu merakyat yang memiliki “image” jauh melebihi pasangan calon yang melakukan kampanye negatif tersebut, karena itu dia menghalalkan segala cara demi menjatuhkan “image” lawan dan berusaha mempertahankan suaranya.
Apabila pada saat kampanye aja udah menghalalkan segala cara, apalagi saat pemilihan nanti? Karena itu akan terdapat kemungkinan kecurangan paling klasik dalam pemilu pada saat aktual pemilihan nanti, yaitu manipulasi suara.
Pada saat putaran pertama tidak terdapat isu manipulasi suara karena saat sebelum pemilihan ramai-ramai survei yang mengunggulkan calon tertentu, sehingga tercipta optimisme dan dirasa tidak perlu adanya manipulasi pun tetap akan terpilih. Tetapi ternyata hasil aktual mengatakan lain, pasangan tertentu hanya menempati urutan ketiga, urutan pertama direbut oleh pasangan calon yang terkenal lebih merakyat, dan yang ternyata berasal dari luar daerah. Dan bahkan suara golput (urutan kedua) pun melebihi suaranya.
Hal tersebut mungkin gak pernah diantisipasi dan membuat pasangan calon tersebut kalang kabut, tetapi nasi sudah menjadi bubur, dan mereka juga tidak punya dasar apapun untuk menolak hasil tersebut, dan karena masih memungkinkan membalikkan situasi pada putaran kedua, sehingga mau tidak mau sementara harus menerima kenyataan pahit itu.
Tetapi pada putaran kedua mereka sudah memiliki persiapan, segala jenis cara dengan kampanye negatif ditempuh, termasuk kampanye penyerangan terhadap persona, etnis, agama lawan, tetapi bukannya berdampak positif, tetapi justru malah semakin meningkatkan popularitas lawan.
Kemudian mulai merangkul partai-partai untuk mendapatkan suara, dengan teknik jual beli kepentingan seperti budaya politik pada biasanya. Tetapi walaupun begitu tetap saja ada kekhawatiran atas kekalahan nanti, mengingat yang memilih tetap adalah rakyat, bukanlah partai. Partai bisa saja menuntut simpatisan untuk memilih berdasarkan pilihan partai, tetapi pilihan tetap berada di tangan pemilih, sehingga belum tentu mampu menjamin kemenangan total.
Tetapi masih terdapat cara menang pada pemilihan putaran kedua nanti, yaitu dengan memanipulasi suara saat pemilihan nanti, apalagi dengan dukungan barisan partai besar di belakang calon, akan semakin memudahkan manipulasi nanti. dengan adanya dukungan partai besar, tidaklah susah untuk men”yakin”kan panitia untuk meng”unggul”kannya, namanya juga politik, apalagi calon tersebut terkenal dengan politik “bagi-bagi”nya, dan budaya mental politik yang lemah integritas, panitia yang ingin bersikap obyektif pun belum tentu mampu menahan godaan “bagi-bagi”, kecuali panitianya semua adalah malaikat agung keadilan dengan iman keadilan, kejujuran dan integritas yang tak tergoyahkan…
Tapi bagaimana cara memanipulasinya? Sistem pemilihan tidak memungkinkan kertas suara yang sudah tercoblos untuk dimanipulasi, karena akan terlalu jelas. Tetapi lain halnya dengan kertas suara baru yang masih belum terpakai, alias kertas suara para golput yang sama sekali tidak memilih. suara golput yang sudah tercoblos akan susah dipakai untuk manipulasi, tetapi suara “bersih” dari yang golput akan gampang di"setir" menjadi suara tercoblos dan sah.
Suara golput yang menduduki urutan kedua pada putaran pertama lumayan besar, mencapai 1/3 dari total pemilih. Umumnya mereka yang memilih golput bahkan tidak mau repot-repot menuju tempat pemilihan suara hanya untuk mencoblos golput. mereka memilih golput dengan tidak berpartisipasi sama sekali, dan cara tersebut amat sangat disayangkan. Mengapa? Karena mereka memilih cara golput seperti itu bukan berarti kertas suara yang seharusnya milik mereka itu juga ikut dihitung golput, kecuali petugas yang menghitung suara itu adalah (sekali lagi) malaikat agung keadilan dengan iman keadilan, kejujuran dan integritas yang tak tergoyahkan, sayang sekali kenyataan tidaklah seideal itu.
Sekarang calon yang kalah pada putaran pertama, udah menghalalkan segala cara dalam kampanye untuk memenangkan putaran kedua, apalah artinya ditambah lagi menghalalkan manipulasi suara putaran kedua nanti? apabila saat kampanye aja udah gak bermain cantik, kampanye negatif dan sebagainya, apalagi saat pemilihan nanti, malah justru mengagetkan apabila gak ada manipulasi suara. Dan suara golput tentu merupakan target paling empuk yang paling sarat dimanipulasi.
Golput juga punya tanggung jawab, dan tanggung jawabnya adalah memastikan hak suara sendiri benar-benar sesuai dengan pilihan sendiri. Satu-satunya cara untuk menghindari manipulasi suara seperti itu adalah memastikan bahwa kertas suaranya tidak dapat dimanipulasi, dengan sengaja mendatangi tempat pemilihan suara, ambil hak kertas suaranya dan pastikan kertas suara tersebut terpakai, entah itu dengan dicoblos muka calon berlubang-lubang sampai hancur, atau ditulis besar-besar pada kertas, “SAYA GOLPUT!!!”, atau digambar aneh-aneh, atau disobek-sobek gambar calon yang dibenci, atau malah diganti sekalian kertas suaranya dengan kertas palsu yang bergambarkan lady gaga, pokoknya kreatif sendiri, yang penting pastikan kertas suara tidak dapat dimanipulasi lagi, dengan begitu tidak hanya menjamin hak suara tidak dapat dimanipulasi, juga mencegah para manipulator mendapat kesempatan untuk memanipulasi suara.
Dalam pemikiran optimis, semua berharap pemilihan putaran kedua dapat berlangsung dengan jujur tanpa manipulasi, tetapi dengan maraknya cara-cara menjijikan yang nyata-nyata beredar saat kampanye membuat optimisme tersebut ibarat mimpi kosong. dan yang melakukan manipulasi tentu akan sangat berhati-hati supaya tidak ketahuan, sehingga akan susah membuktikan adanya manipulasi. Oleh karena itu demi hak suaranya tidak sampai dimanipulasi, ada baiknya para yang memang golput sedikit berepot-repot mengunjungi tempat pemilihan untuk menklaim keabsahan suaranya, walaupun itu adalah suara golput.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H