Mohon tunggu...
W. Suyanto
W. Suyanto Mohon Tunggu... -

just another warga negara indonesia...guk...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Organisasi...Oknum...dan Common Sense…

5 Juli 2011   07:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:55 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah organisasi, baik itu resmi atau gak resmi, kecil atau besar, profit atau nonprofit, pemerintah atau swasta, umumnya menpunyai banyak anggota, semua orang tahu itu...well, strictly speaking, ada juga organisasi yang cuman beranggotakan 1 atau 2 orang, but that's not the main point anyway...

ketika seseorang bergabung dalam suatu organisasi, dan melakukan sesuatu atas nama organisasi, maka nama organisasi itu pun otomatis menjadi taruhan, apa yang dilakukan anggota tersebut akan menjadi cerminan citra organisasi yang disandangnya, perilaku anggota akan mempengaruhi penilaian umum pada organisasi bersangkuan...

seorang customer service yang melakukan tugasnya dengan baik, maka otomatis nama perusahaan akan ikut terangkat, sebaliknya apabila customer service tersebut memberi kesan pelayanan buruk, maka siap-siap juga perusahaan dinilai gak kredibel, terlebih-lebih perusahaan besar, siap-siap juga menghadapi resiko penurunan profit.

ini adalah logika yang sangat umum, sebuah common sense dalam berorganisasi, dan umumnya perusahaan sadar akan hal tersebut, karena ada kepentingan profit taruhannya. jadi mereka selalu berupaya mendisiplin anggotanya sebisa mungkin mengurangi kesan buruk, meningkatkan citra, begitu juga partai politik, tanpa jauh-jauh, kita dapat melihat sendiri bagaimana seorang nazarruddin mengguncang kredibilitas partainya dengan segala perilakunya...

tapi lain lagi halnya dengan dengan organisasi pemerintahan, ataupun segelintir organisasi masyarakat picisan, aparat hukum misalnya, kepolisian atau tni. semua orang tahu seperti apa reputasi polisi/tni di mata masyarakat umum, rakyat kecil yang terkena masalah cenderung enggan berurusan dengan polisi/tni, karena selain masalah gak teratasi, cenderung hanya menambah masalah baru, resiko dipalak polisi/tni. sebuah fakta lapangan yang tidak pernah berani diakui oleh kepolisian ataupun tni, ataupun pemerintah. instead, ketika kebobrokan mereka terbongkar di media, biasanya mereka bereaksi dengan memakai alasan paling umum...oknum...

"seorang atau sekelompok oknum polisi/tni begini begitu, dan sudah diproses begini begitu blablabla..." topik yang juga sangat umum di media massa indo, padahal kalau di luar negeri, 1 saja kasus begini terjadi, seluruh jajaran aparat harus menanggung kecaman, masyarakat meminta pertanggungjawaban, dan petingginya harus buru-buru melakukan klarifikasi, membuka konferensi pers, meminta maaf, menjamin hal seperti ini tidak terjadi lagi, karena reputasi dan kredibilitas taruhannya. tapi lain halnya dengan indonesia, begitu ada kasus seperti ini, reaksinya hanya, "itu kan cuman oknum, gak usah menilai seluruh aparat seperti itu, blablabla..." case closed.

oknum...kata yang sangat sering terdengar di media massa, kata yang selalu dipakai ketika sebuah organisasi pemerintahan mengalami skandal, dan reaksi gak berbobot dan terbaik yang dapat terpikirkan oleh organisasi pemerintah bersangkutan.

tampaknya mungkin para petinggi di organisasi pemerintahan gak punya common sense, entah gak pernah tahu atau gak pernah belajar, bahwa kelakuan buruk seorang anggota saja, dapat membawa dampak terhadap seluruh organisasi, dan juga dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan dan citra pada organisasi bersangkutan. jadi reaksi organisasi bersangkutan tidak bisa selalu hanya menyalahkan oknum. memang pada kenyataannya mungkin cuman oknum, tapi itu saja gak cukup, tapi juga perlu dicari tahu mengapa sampai ada oknum seperti itu? apa yang menyebabkan adanya oknum tersebut, apa langkah untuk membasmi oknum seperti itu? terlebih-lebih organisasi kesatuan berdisiplin, seharusnya lebih harus memperhatikan hal tersebut, karena seorang anggota yang gak disiplin, mencerminkan ketidakbecusan organisasi tersebut mengontrol anggotanya.

selama ini begitu terjadi kasus, organisasi pemerintah selalu bersembunyi di bawah kata "oknum" tetapi tidak berbuat apa-apa, tidak ada langkah nyata untuk setidaknya mengurangi oknum seperti itu...sebuah fakta yang juga gak akan pernah diakui pemerintah, sebagian besar dari seluruh jajaran pemerintahan, mulai dari pns kecil sampai presiden, dari polisi sampai tni, dpr sampai semua departemen, dipenuhi dengan berbagai macam oknum, kita sendiri dapat melihat napa sampai ada kasus cicak buaya, napa kewenangan kpk terusik terus, napa sampai ada perseteruan kpk dpr? itu semua karena ada kepentingan oknum yang terusik, krn kpk mengancam kepentingan mereka. hanya saja karena belum tercium seperti kasus nunun dan nazaruddin saja...

kasus nunun dan nazaruddin mungkin masih bisa dibilang termasuk kasus high-profile, yang sudah melibatkan elit politik, perseteruan elit seperti itu sebenarnya berdampak kecil sekali dalam kehidupan rakyat, mau partai mana yang berkuasa, harapan masyarakat sangatlah sederhana, yaitu hidup aman, damai, tenteram, dan sejahtera. tapi di lapangan entah rakyat sudah mengalami beribu-ribu kasus yang dilakukan oknum setiap harinya, pedagang kecil dipalak, tilang atau damai, tni mengacau, biaya proteksi, pungutan liar, pajak palsu, dll, dll. dan sebagian besar dilakukan oleh aparat bersenjata, karena mereka yang paling galak menggonggong, karena punya "kewenangan" (baca:senjata). dan bagi rakyat kecil solusi instan yang ada hanya 1 kata, yaitu bayar, karena pertama, rakyat kecil gak punya effort untuk melakukan perlawanan sama sekali, karena pihak yang seharusnya membantu dan melindungi mereka, justru pihak itulah yang melakukan pemerasan, ketika polisi rampok, kepada siapa rakyat melapor? lapor polisi? kedua, rakyat kecil juga simply gak punya segitu banyak waktu luang dan duit lebih untuk melawan, surely, masyarakat bisa melapor apabila ada aparat semena-mena, tapi itu juga berarti menyita waktunya yang sudah sedikit karena pekerjaan demi sesuap nasi, masih harus repot pusing memikirkan kasus pelaporan aparat, unless terekpos media dan ga perlu biaya. ketiga, resiko aksi "pembalasan dendam" oleh aparat yang dilaporkan. perlu diketahui bahwa kelakuan buruk dan sifat buruk adalah berbanding lurus, dan biasanya yang menjadi oknum itu cenderung sangat-sangat picik, dan ketika kelakuan buruk oknum dilaporkan, emang oknum tersebut akan diam saja?

ini baru aparat bersenjata, belum lagi satpol pp, petugas pajak, petugas custom, petugas imigrasi, dan layanan publik lainnya yang berhubungan langsung dengan masyarakat, semua dipenuhi oknum-oknum yang menghalalkan segala cara memanfaatkan wewenang dan hukum yang ada demi mendapat "keuntungan", hanya saja tidak pernah terekspos saja...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun