"I believe journalism or news will migrate to the online medium. - Raghav Bahl"
Jurnalisme membawa kita ke peradaban yang mementingkan informasi. Namun, teknologi yang semakin berkembang juga membuat konsep 'jurnalisme' itu berubah. Khususnya ke arah jurnalisme masa depan.
Jurnalisme Masa Lalu
Konsep jurnalisme di zaman dahulu adalah sesuatu yang sulit dilakukan, ditambah minimnya teknologi yang membuat proses pengumpulan teknologi sulit dilakukan. Jurnalisme masa lalu sering kita kenal dengan koran berbentuk tulisan, radio yang hanya memiliki suara, dan televisi yang memiliki unsur audio dan visual. Hal-hal ini sangat konvensional yang berbeda dengan zaman sekarang, serba internet dan digital.
Jurnalisme di masa lampau juga dapat dikatakan sebagai jurnalisme tradisional. Selayaknya sesuatu yang tradisional dan kuno, pengumpulan informasi jurnalisme di zaman dahulu masih membutuhkan tata cara yang rumit. Tidak seperti di zaman sekarang, yang sudah mulai teknologi dalam prosesnya. Â
Lepore (2019)Â dalam artikelnya di The New Yorker, mengemukakan bahwa salah satu teknologi yang menjadi 'hits' di abad ke 18 untuk mengakses informasi secara cepat. Seiring perkembang zaman, di abad ke-19, telegram menjadi alat yang digunakan untuk hal jurnalisme, termasuk media massa New York Times.Â
Jurnalisme di masa lampau juga dibuktikan dengan teori jarum suntik atau hypodermic theory. Teori yang digagas oleh Harold Laswell ini, menjelaskan bahwa media massa memiliki efek. Jurnalisme yang juga merupakan salah satu media massa, memiliki efek yang kuat bagi audiens. Audiens memiliki sifat yang pasif.
Di sisi lain, jurnalisme di masa lampau juga erat kaitannya dengan jurnalisme pembangunan. Jurnalisme pembangunan dilakukan untuk pelaporan ekonomi di masa lampau yang juga menjadi indikator pembangunan. Selain dalam hal ekonomi, jurnalisme dilakukan untuk mempromosikan ideologi dan kampanye dari suatu negara.
Jurnalisme masa lampau juga memiliki gaya penyampaian yang menjadi ciri khas pada masanya, yaitu jurnalisme investigasi dan jurnalisme kuning. Jurnalisme investigasi membuat seorang jurnalis harus pandai menyampaikan informasi secara dalam dan lengkap, dan dapat menjadi watchdog.
Sedangkan jurnalisme kuning merupakan gaya penulisan yang membuat jurnalisme sangat minim dengan fakta dan mengedepankan sensasi.Â
Konsep Jurnalisme Masa Depan
Jurnalisme masa depan pasti sudah sering Anda jumpai di kehidupan sehari-hari. Koran yang dulunya hanya berbentuk kertas, sekarang sudah bisa diakses melalui gadget yang kita punya dengan menggunakan internet. Begitu pula halnya dengan radio dan televisi. Dalam istilah lain, perubahan pada media kita rasakan pada perpindahan media konvensional ke media digital.Â
Konsep multimedia juga tidak lepas dari jurnalisme masa depan. Teknologi bisa menghadirkan berbagai bentuk media dalam satu halaman. Hal ini juga bisa membuat audiens memiliki banyak pilihan terhadap informasi.
Keberadaan jurnalisme di zaman ini juga sudah melibatkan audiens. Di masa yang lampau, jurnalisme hanya bisa dibuat oleh jurnalis itu sendiri, sedangkan di masa sekarang, siapa saja bisa menjadi jurnalis. Audiens yang dulunya hanya mengkonsumsi informasi dari media massa, sekarang sudah bisa membuat berita layaknya seorang jurnalis.Â
Hal ini juga diungkapkan oleh Tom Rosenstiel (2013). Ia mengungkapkan bahwa di jurnalisme masa lampau memiliki sekelompok gatekeeper yang menjaga kualitas berita yang ditampilkan pada massa. Hal ini membuat audiens 'dipaksa' untuk percaya dengan informasi yang ada di media massa. Namun, sekarang audiens sudah bisa mencari dan memilih berita yang ingin kita dapat.Â
Bentuk jurnalisme masa depan juga ditandai dengan adanya long-form journalism. Jurnalisme ini memiliki bentuk yang panjang. Berbeda dengan produk jurnalisme lama, biasa long-form journalism terdiri dari 1000 hingga 20.000 kata.
Perkembangan jurnalisme ini juga menggerakkan jurnalisme sastrawi. Dengan model in-depth reporting, long form journalism membawa informasi pada audiens dengan lebih dalam, sehingga informasi yang disajikan pun lebih lengkap.Â
Gaya penulisan pada jurnalisme masa depan sangat memengaruhi isinya. Cara penyampaian berita dapat dilakukan dengan jurnalisme kuratif, dan hyperlocation. Jurnalisme kuratif merupakan konsep yang mengumpulkan berbagai informasi dan mengumpulkannya pada suatu tempat.
Sedangkan hyperlocation merupakan berita yang dibuat oleh sebuah komunitas dan dikonsumsi oleh komunitas itu sendiri, misalnya blog.Â
Dampak Jurnalisme Masa Depan
Kemampuan jurnalisme masa depan membawa beberapa perubahan. Mr. Paul Jones (2007) mengatakan bahwa jurnalisme modern dapat membuat profesi jurnalis hilang. Bentuk-bentuk jurnalisme baru seperti citizen journalism, memiliki resiko yang besar terhadap masa depan kehidupan jurnalis.Â
Pernyataan Jones juga diperkuat dengan pernyataan Remotivi, bahwa wartawan khususnya di Amerika memiliki penurunan jumlah wartawan hingga penurunan upah mereka.
Hal ini dikarenakan masyarakat memilih jurnalisme digital sebagai sumber informasi mereka, dan inilah yang membuat pemasukan lebih banyak ke platform Facebook dan Google. Hal ini membuat para wartawan, harus bertahan hidup dengan memperbanyak konten hingga membuat berita yang dapat diklik oleh audiens (clickbait).
Kehadiran jurnalisme masa depan membuat kita menyadari bahwa segala sesuatu yang bersifat tradisional sudah mulai ditinggalkan. Alangkah baiknya kita lebih bijak sebagai jurnalis dan audiens sebagai pelaku di jurnalis masa depan.Â
PODCAST KLIK DI SINI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H