Selain photojournalism, terdapat pula visual storytelling. Dalam hal ini, visual storytelling menjadi pelengkap dalam reportase jurnalisme dalam video, dokumenter, dan film.
Sedangkan Stevens (2014), lebih mengacu pada multimedia storytelling. Stevens mengemukakan bahwa multimedia storytelling merupakan kombinasi antara teks, video, dan audio yang ditampilkan pada website nonlinear. Nonlinear yang dimaksud adalah audies dapat memilih element yang diakses. Elemen tersebut memiliki sifat komplenter atau saling melengkapi.
Salah satu contoh visual storytelling dari Visual Interaktif Kompas (Sumber: VIK Kompas)
Web berbasis jurnalisme multimedia dengan storytelling memiliki fungsi tersendiri. Pada web tersebut sudah dicantumkan judul, subjudul, quotes, foto, caption, infografis hingga polling. Hal ini membuat audiens dapat memperoleh informasi dalam bentuk media yang berbeda.
Dua tipe Dalam Multimedia Storytelling
Â
Stevens (2013) menjelaskan bahwa terdapat dua tipe mendasar dari multimedia storytelling. Tipe pertama adalah jurnalis mengumpulkan berita dan kemudia jurnalis tersebut turun ke lapangan untuk merekam video, audio, maupun mengambil foto. Jurnalis akan menyampaikan berita yang dikampulkan ke dalam berbagai bentuk multimedia dan disatukan dalam packaging berita.
Kedua, jurnalis melakukan kerjasama dengan edior maupun produser dalam peliputan berita. Editor atau produser dapat berperan untuk mengorganisasi jurnalis agar meliput berita sesuai dengan jobdesk nya masing-masing. Fotografer dapat terjun untuk mengambil foto, reporter juga bisa bekerjasama dengan videografir untuk mengambil video. Selain itu, terdapat pula content creator yang membuat illustrasi.
Setelah peliputan berita, editor dan prodiser akan menyatukan berita tersebut dalam bentuk storytelling multimedia.