Mohon tunggu...
Graciano KoreshSinaga
Graciano KoreshSinaga Mohon Tunggu... Aktor - cah seminari merto

hobi olahraga

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Publikasi Politik Indonesia Lewat Pemilu 2024 Untuk Pemilih Perdana

24 Februari 2023   08:50 Diperbarui: 24 Februari 2023   09:15 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia sebuah negara bangsa yang  plural ini butuh pemimpin yang besar untuk menampung keberagaman sekaligus  kecacatan yang saling berdampingan. Sejarah telah mencatat cerita pergulatan  yang panjang tentang demokrasi dan gotong royong dalam alam pancasila yang dijunjung tinggi bangsa Indonesia, tetapi tetap berimplikasi dan memunculkan pro serta kontra. Berkenaan dengan itu, partai politik berperan besar melukiskan cerita pada kanvas besar konstitusil UUD 1945  dan hidup berbangsa. Tetapi, seringkali lukisan itu kurang menarik perhatian generasi muda.

Kurang dari setahun lagi, Indonesia akan menyelenggarakan pemilu. Kegiatan politik tersebut akan mempengaruhi tindakan masyarakat dan memenuhi setiap sudut dalam ruang publik dengan kampanye yang gamblang dipertontonkan. Kondisi yang memprihatinkan akan terpampang semakin jelas ketika partai politik di Indonesia yang diisi oleh orang-orang intelektual bukannya memicu semangat dan dukungan  rakyat, tetapi malahan bergerak tanpa diketahui dengan instrument masanya. Apalagi, koalisi-koalisi yang terbentuk malah menunjukkan tindakan saling jegal karena partai yang cendrung menyerahkan popularitas pada kader-kadernya yang haus popularitas. Bubuk mesiu emosi bertebaran seketika orang membuka sosial media mereka dan seketika bisa meledak dan menghebohkan masyarakat. Maka partai politik punya peran penting untuk kaderisasi yang matang untuk kemajuan bangsa.

Koalisi atas suara rakyat?

Menurut Dirjen Zudan, Dirjen Dukcapil, mengungkapkan perkiraan jumlah DP4 pemilu pada tahun 2024 kurang lebih 206.689.516 jiwa dan sekitar 107 juta jiwa atau 53-55 persen dari total jumlah pemilih adalah generasi Z. Dengan jumlah pemilih muda sebanyak itu, KPU bersama-sama dengan partai politik mesti menarik dukungan orang muda dengan manuver politiknya. 

Pertanyaan yang timbul ialah, apakah rakyat sipil terkhusus generasi muda, mengerti tentang maksud dari manuver politik yang dilakukan oleh intelek-intelek partai politik?

Sebagai rakyat Indonesia yang taat hukum dan memiliki hak untuk memilih, rakyat mesti tahu benar siapa, bahkan apa yang dipilihnya. Tak dapat dipungkiri bila rakyat beranggapan ada sebuah tembok penghalang besar yang dibuat elite politik demi menjaga eksklusivitas politik. Akibatnya, calon yang diusung bisa saja tidak demokratis karena intervensi bisnis. Bahkan secara legislatif, tembok itu dijaga ketat oleh Undang-undang yang mengatur tentang presidential threshold sebesar 20 persen. Rakyat sejatinya belum terlalu mengerti karena penghalang-penghalang yang dibuat sebagai tansparansi politik yang semu. Lantas , landasan bagi seorang generasi muda memilih di pemilu 2024 adalah emosi dan kebencian yang telah digencarkan.

Peraturan yang diusung dari zaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden ke-6 RI, bertujuan untuk menjaga kemayoritasannya di parlemen dan secara jelas pula, menjegal partai lain dalam menyalonkan nama capres maupun cawapres. Peraturan presidential threeshold didasari dari elektabilitas partai dan kader-kadernya pada pemilu sebelumnya atau jumlah kursi perolehan di DPR yang dianggap sama dengan aspirasi rakyat. Padahal dalam gerak-geriknya, partai politik tidak lagi terlalu jelas dalam  mengartikulasikan suara rakyat lewat fraksi-fraksi di DPR maupun DPRD. Presidential threshold menggiring partai politik pada pembentukan koalisi-koalisi demi memenuhi persentasi 20 persen ambang batas suara nasional di parlemen atau 25 persen pada pemilu sebelumnya, demi kekuasaan. 

Belakangan ini koalisi yang terbentuk adalah koalisi perubahan (NasDem, Pks, dan Demokrat), Koalisi Indonesia Bersatu (PAN, Golkar, PPP), dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (Gerindra dan PKB). Pada setiap koalisi, terdapat nama yang akan diusung buat maju menjadi capres dan cawapres. Tetapi lewat koalisi ini, rakyat seperti pihak yang mengikut saja kemana partai yang dipilihnya memilih. Kesempatan koalisi mesti diikuti dengan sikap parpol yang terbuka tentang nama yang akan diusung dan terlebih memperhatikan sosok-sosok yang benar-benar dinginkan rakyat, supaya rakyat benar-benar bisa  percaya pada partai politik

Pencegahan Dari Pemerintah

Persaingan yang terjadi antar partai politik di Indonesia, ditangkap jelas oleh Presiden RI ke-7, Joko Widodo. Melalui pidatonya pada Rapat Konsolidasi Nasional, Presiden berkomitmen besar buat mendukung KPU dan jajarannya untuk mencegah dan memperbaiki kelemahan demi kesiapan pemilu. Pemerintah menunjukkan sinyalnya agar partai politik lebih siap dan berperan dengan seharusnya, menjaga perdamaian. Masalah-masalah yang sudah diidentifikasi oleh KPU ialah berbagai masalah intern seperti beban tugas yang berat bagi anggota KPPS, Penyediaan protocol kesehatan untuk mencegah peningkatan penyebaran Covid-19, dan kekurangan tenaga buat proses pemilihan di tempat. Persiapan oleh pemerintah diharapkan lebih matang supaya proses pemilu yang akan dilaksanakan di tingkat kabupaten sampai pusat bagi calon legislative dan eksekutif buat capres dan cawaper bisa berjalan secara luberjurdil.

Politik di Indonesia mulai memanas karena pernyataan sebagian elite politik yang kontroversial.  Sebagai contoh, Susilo Bambang Yudhoyono, mantan presiden ke 6 RI yang menjadi majelis tinggi partai Demokrat menyatakan akan "turun gunung" karena mendapat informasi akan adanaya kecurangan dan ketidakadilan yang dirasakan partai Demokrat (Ancaman). Pernyataan seperti ini memancing para politisi terkhusus  PDIP yang merasa dituduh dan fitnah. Kondisi ini jelas terungkap di media sosial dan bisa diakses masyarakat luas. Pernyataan yang merupakan salah satu manuver politik, politik fitnah atau bahkan politik jahat?. Dengan informasi yang kabur, SBY menyatakan pernyataan yang kabur pula, entah sebuah indikasi nyata atau gimmick belaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun