Seperti yang kita tahu, peraturan tentang PPKM atau Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat telah dicabut oleh presiden kita pada akhir Desember 2022 lalu. Hal ini juga menandakan berakhirnya perang kita melawan pandemi covid-19 yang telah kita lalui selama kurang lebih 3 tahun, dan covid berubah dari pandemi menjadi endemi. Apa sih pengertian tentang pandemi dan endemic? Bagaimana kita membedakannya?
Berdasarkan informasi yang bisa kita lihat di laman online kemdikbud, pengertian pandemi adalah wabah yang terjadi serempak di mana-mana dengan wilayah geografis yang luas. Sedangkan endemi sendiri memiliki pengertian sebaliknya yaitu penyakit yang muncul secara konstan atau sudah biasa muncul dan dapat ditanggulangi yang berjangkit di suatu daerah tertentu dengan wilayah geografis tertentu.
Hal ini tentu tidak hanya terjadi di Indonesia saja, namun hampir di seluruh dunia. Banyak pemerintah negara lain yang telah mencabut dan melonggarkan peraturannya terkait pandemi dan sudah tidak mewajibkan masker di daerah-daerah tertentu. Dengan demikian, seluruh kegiatan masyarakat bisa kembali normal seperti sebelum pandemi. Hal ini tentu berimbas ke banyak hal, dan salah satu yang paling terlihat adalah kembali normalnya sektor bisnis dan kegiatan masyarakat seperti konser yang banyak dibuka kembali meski masih dalam beberapa pembatasan demi kenyamanan dan keamanan bersama.
Dalam sektor bisnis, khususnya perusahaan yang sebelumnya banyak menerapkan sistem WFH (Work From House) kini kembali menerapkan sistem WFO (Work From Office) dengan waktu yang lebih banyak dari WFH. Jika kita ingat kembali, diberlakukannya WFH dulu banyak tidak disukai sebagian besar pegawai karena WFH adalah hal baru yang tidak familiar bagi sebagian besar orang, dan diberlakukan secara mendadak. Banyak yang tidak siap karena gagap dengan kebiasaan baru, peraturan baru, harus kembali adaptasi dengan pola bekerja yang baru dengan teknologi yang sebelumnya asing, dibawah tekanan dari media massa tentang situasi Covid-19 yang genting di seluruh dunia dan berita duka yang bertebaran dari keluarga dan kerabat.
Dengan situasi dan kondisi yang seperti itu, tentu masyarakat merasa dikurung dan terkungkung dengan situasi yang menjepit. Beruntunglah orang-orang yang yang pola bekerjanya bisa diubah menjadi WFH karena banyak dari perusahaan yang memutus kontrak dan melakukan lay off terhadap sebagian besar pegawainya demi mempertahankan keberlangsungan perusahaan.
Banyak dari masyarakat yang kehilangan pekerjaannya harus memutar otak bagaimana cara untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan kondisi PPKM yang saat itu masih genting dan masih sangat terbatas pergerakannya. Mereka harus benar-benar bertaruh nyawa keluar rumah dan bertemu orang dengan risiko terpapar Covid agar bisa tetap bisa memenuhi kebutuhan harian mereka. Tidak hanya itu saja, di tengah kondisi yang tidak pasti, orang yang tetap memiliki pekerjaan lamanya pun harus siap memiliki tabungan ekstra agar jika ada sesuatu yang buruk terjadi; entah mereka terpapar covid atau kehilangan pekerjaan seperti yang dialami banyak orang, maka mereka akan siap menghadapinya.
Namun, manusia adalah makhluk adaptif yang mana naturalnya bisa menyesuaikan dengan keadaan lingkungan sekitar. Berdasarkan studi yang dikutip di kompas.com, rata-rata waktu yang dibutuhkan manusia untuk mengubah kebiasaan sesuai dengan lingkungannya adalah 2-3 bulan. Namun dalam beberapa kasus perubahan kondisi ekstreme seperti misalnya sakit keras secara mendadak, maka kebiasaan baru juga bisa langsung tercipta.
Di tengah kondisi yang tidak pasti, masyarakat di seluruh dunia dipaksa untuk mengubah kebiasaan lama dalam berbagai aspek baik itu dari keuangan, kesehatan, dan sosial ke bentu yang sesuai dengan peraturan dan kondisi dunia yang baru. Yang tadinya cuek dalam masalah keuangan karena merasa baik-baik saja, mendadak jadi gemar membaca dan mencari ilmu tentang financial planning, tabungan, dan investasi. Memang sebenarnya jasa financial planner, aktivitas menabung dan berinvestasi memang bukan hal baru lagi, namun peminatnya jadi lebih tinggi ketika pandemi. Mengapa? Karena hal ini bisa menjadi life jacket yang dibutuhkan ketika kondisi kesejahteraan tidak stabil. Dari dulu, manusia memang sudah familiar dengan kata menabung dan investasi, hanya saja bentuknya yang semakin meluas. Menabung uang di celengan, dan berinvestasi dengan membeli emas untuk disimpan dan dijual ketika dibutuhkan adalah jenis menabung jaman dahulu. Saat ini menabung dan berinvestasi sudah sangat meluas artinya. Anda bisa menabung di bank agar mendapatkan keuntungan dari bunda yang ditawarkan, dan untuk investasi juga bisa dilakukan dari rumah tidak hanya membeli emas secara fisik, namun kita juga bisa membeli emas di pegadaian secara online ataupun dari trading, bermain saham, memanfaatkan inovasi trading gaya baru seperti tradepay, atau bahkan membeli sukuk atau obligasi atau surat berharga terbitan negara.
Dalam segi kesehatan, yang dulu cuek terhadap kesehatan, maka sejak pandemi jadi gemar olahraga dan lebih memperhatikan asupan dan kesehatan tubuh. Dalam segi sosial, yang semula bisa gampang berkumpul bersama keluarga dan kerabat namun kurang mensyukuri dan agak menyia-nyiakannya, maka akan lebih memaknai kembali waktu berkumpul yang ternyata selama pandemi menjadi amat berharga.
Selain itu, masyarakat yang awalnya sangat kesulitan beradaptasi dengan aturan WFH ketika awal pandemi, saat ini malah mengajukan petisi untuk perusahaan mereka melanjutkan WFH atau paling tidak memberlakukan lingkungan kerja baru bergantian antara WFH dan WFO. Hal ini didukung dengan kenyataan bahwa WFH memang ternyata lebih hemat dan efektif untuk bekerja karena memangkas uang akomodasi dan konsumsi, juga menghemat waktu yang semula digunakan untuk transport bisa digunakan untuk berolahraga dan berkumpul lebih dekat dengan keluarga yang ada di rumah. Namun WFH juga pasti ada minusnya, seperti jaringan internet yang tidak stabil sehingga mengganggu komunikasi antar pegawai, jam kerja yang menjadi tidak pasti karena lebih banyak overtime-nya atau jam kerjanya melewati batas biasanya, jenuh dan tidak fokus, dll.
Apapun itu, WFO atau WFH tentu semua ada plus minusnya. Namun yang penting semua individu tetap harus bertanggung jawab dengan apa yang sudah menjadi pekerjaannya. Mau itu dilakukan di rumah, dari kantor, atau pekerja lapangan yang lokasi kerjanya tidak tentu juga harus bertanggung jawab dan bersungguh-sungguh mengerjakan pekerjaannya.
Semoga kita semua bisa mendapatkan keuntungan dan kedamaian hati dari hal yang kita lakukan dengan bersungguh-sungguh, ya! Tetap semangat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H