Mohon tunggu...
Grace Paramitha
Grace Paramitha Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Hi! Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Siapkah Psikologi Anda Dipermainkan Saat Menonton "Hereditary"?

11 Desember 2020   14:20 Diperbarui: 11 Desember 2020   14:41 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://snacksafely.com/2018/06/advisory-disturbing-food-allergy-scene-in-heredity/

Hereditary merupakan film horor yang berasal dari Amerika Serikat. Film ini disutradarai dan ditulis oleh Ari Aster. Film Hereditary tayang perdana di Festival Film Sundance pada 21 Januari 2018. Film ini baru dirilis di bioskop yang ada di Amerika Serikat pada 8 Juni 2018, kemudian film ini baru ditayangkan di Indonesia pada 27 Juni 2018.

Film ini bercerita mengenai kisah keluarga Graham yang penuh misteri. Keluarga Graham diperankan oleh Toni Collette sebagai Annie Graham, Alex Wolff sebagai Peter Graham, Gabriel Byrne sebagai Steve Graham, dan Milly Shapiro sebagai Charlie Graham.

Para pemeran film Hereditary benar-benar mampu menunjukkan ekspresi yang dingin dengan apik sehingga suasana horor dalam sebuah keluarga dapat tergambarkan dengan baik dan sukses membuat penonton ikut merinding.

Sama seperti film-film horor yang sudah saya tonton sebelumnya, film Hereditary sukses membuat saya takut dan merinding saat menontonnya. Untungnya, saya tidak menonton film ini sendirian, saya menonton film Herditary bersama teman-teman saya, mungkin sekitar 8-10 orang.

Hal yang menarik adalah, saya dan teman-teman saya berebut untuk duduk di kursi bagian tengah. Tidak ada yang mau duduk di kursi bagian pojok atau pinggir karena merasa takut. Sebelum menonton film ini, memang kami sudah menonton trailernya terlebih dahulu.

Film Hereditary memang tidak terlalu banyak menampilkan jumpscare, tetapi ada satu adegan yang benar-benar membuat saya shock dan terus saya ingat. Jika membicarakan Hereditary, saya akan langsung teringat dengan adegan tersebut.

Tokoh Charlie diceritakan memiliki alergi kacang. Pada suatu malam, Charlie dan kakaknya, Peter sedang naik mobil bersama. Peter yang menyetir dan Charlie duduk di kursi penumpang di bagian belakang.

Saat di perjalanan tersebut, tiba-tiba alergi Charlie kambuh. Charlie langsung membuka kaca mobil dan bergegas mengeluarkan kepalanya untuk menghirup udara segar, berharap alerginya akan mereda.

Namun, nasib nahas menghampiri Charlie. Saat sedang melewati sebuah tiang tiba-tiba kepalanya terbentur tiang tersebut hingga putus. Hal yang mengejutkan adalah ketika terdapat adegan di mana ke esokan paginya kepala Charlie yang sudah putus dipenuhi dengan lalat, adegan tersebut dishoot dengan jelas dalam film ini.

https://snacksafely.com/2018/06/advisory-disturbing-food-allergy-scene-in-heredity/
https://snacksafely.com/2018/06/advisory-disturbing-food-allergy-scene-in-heredity/
Saya sedikit terkejut saat melihat adegan tersebut dan berpikir bagaimana mungkin adegan tersebut lulus sensor, mengingat Indonesia memiliki aturan penyensoran film yang cukup ketat. Film-film bioskop Indonesia maupun film luar negeri yang tayang di bioskop Indonesia harus melewati penyensoran terlebih dahulu sebelum ditayangkan di bioskop.

Penyensoran film-film tersebut dilakukan oleh Lembaga Sensor Film (LSF). Lembaga Sensor Film (LSF) merupakan lembaga yang memiliki tugas untuk menetapkan status edar sebuah film bioskop, film televisi, sinetron, acara televisi, dan iklan-iklan yang tayang di Indonesia.

Lembaga Sensor Film (LSF) juga menetapkan status edar untuk reklame-reklame film seperti poster. Film bioskop atau acara televisi hanya dapat ditayangkan apabila sudah dinyatakan "lulus sensor" oleh Lembaga Sensor Film.

Salah satu pedoman yang digunakan Lembaga Sensor Film dalam menyensor film adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2019.

Pada Pasal 8 huruf a tertulis bahwa penyensoran meliputi isi film yang mengandung unsur kekerasan, perjudian, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. Lalu pada Pasal 9 huruf b tertulis bahwa film dikategorikan mengandung kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a apabila film menampilkan adegan yang berisi manusia atau hewan yang bagian tubuh berdarah-darah, terpotong-potong, kondisi yang mengenaskan, atau adegan lain yang sejenis.

Meskipun putusnya kepala Charlie bukan karena kekerasan yang dilakukan secara langsung, tetapi adegan tersebut tetap saja menampilkan bagian tubuh yang terpotong dan seharusnya adegan tersebut disensor. Namun nyatanya, adegan tersebut tidak disensor dan tetap ditayangkan.

Bagi sebagian penonton, adegan tersebut dianggap biasa saja dan tidak memberikan efek apapun. Namun, bagi beberapa penonton lain, adegan tersebut dapat sangat mengganggu dan terus terbayang-bayang di dalam pikiran hingga menyebabkan mual.

Mungkin, Lembaga Sensor Film memiliki berbagai pertimbangan lain ketika akan tetap menampilkan adegan tersebut dalam film. Rating film juga bisa turut serta memengaruhi penyensoran adegan suatu film.

Lebih baik, untuk ke depannya terdapat keterangan-keterangan yang lebih jelas lagi dalam Permendikbud No. 14 Tahun 2019. Diperlukan juga ketegasan dari pihak Lembaga Sensor Film agar pedoman yang ada tersebut tidak bersifat abu-abu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun