Mohon tunggu...
Grace Mutiarasandy
Grace Mutiarasandy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hello!

Mahasiswi Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Trip

The Hidden Paradise of Borneo: Bercermin di Danau Labuan Cermin

7 Januari 2022   08:02 Diperbarui: 7 Januari 2022   08:05 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah anda mendengar dan menyaksikan danau dua rasa perpaduan air tawar dan asin? Bila belum, Labuan Cermin jawabannya. Pada 2016 silam saya berkunjung ke Kabupaten Berau. 

Tak lengkap rasanya kalau sudah ke Berau tidak mampir ke Biduk-Biduk untuk berpetualang di  hidden paradise nya Kaltim yang sering juga  disebut sebagai danau ajaib. 

Seperti nasihat orang tua , 'nama adalah doa' begitupun harapan Sang Pencipta  menamakan lokasi geografis ini sebagai Labuan Cermin dengan harapan bila kita berlabuh disana kita bisa bercermin.

Untuk mencapai Kecamatan Biduk diperlukan persiapan fisik dan mental karena lokasinya yang cukup jauh dan medan perjalanannya yang melintasi hutan. Terdapat beberapa kecamatan yang jalur lintasnya masih kurang memadai sehingga terasa gradak-gruduk. 

Oleh karena itu, kebanyakan masyarakat Kalimantan menggunakan mobil bak / ranger karena medan nya yang masih berpadu ceria bersama alam. Saya pergi bersama 3 orang yakni kakak, kakak ipar, dan satu supir.

Rasanya seperti menjadi Bella dalam film Twilight yang punya mobil bak dan melewati hutan-hutan (hutan lindung sehingga jalannya sudah bagus seperti jalan tol yang dikelilingi Alas). 

Saya menyetok banyak kaset cd lagu karena sinyal radio dan internet kurang bagus, itung-itung hiburan ala-ala tempo dulu. Kami berangkat dari pukul tujuh pagi dan beberapa kali berhenti di beberapa kecamatan untuk mengisi bensin, beristirahat, makan, dan menumpang ke toilet. Pada tahun itu wisata Labuan Cermin masih awam dan belum banyak turis.

Sepanjang perjalanan melewati hutan lain, ada hal menarik yang kami temukan.

"itu pohon tinggi pak dan mbak, disebutnya pohon madu karna ada madunya diatas yang bulet-bulet."

"tinggi begitu gimana manjatnya ya?" tanya kakak melihat pohon lebih dari 4 meter tersebut.

"ya orang manjat tapi suka minta bantuan monyet juga suruh naik trus ambilin," jelasnya sambal tertawa. Begitulah alasan mengapa madu Kalimantan harganya lumayan mahal karena proses mengambilnya penuh resiko pada pohon yang sangat tinggi.

Sore hari kami tiba di kecamatan Biduk-biduk disambut banyak sapi liar dan lautan yang indah. Sapi dibiarkan berkelana kesana kemari di Biduk, bahkan terkadang kami harus menunggu mereka menyebrang jalan supaya ga nabrak.  

Kami pun cek-in di penginapan yang harganya tidak sampai Rp. 300.000 permalam. Penginapan disini murah-murah karena modelan losmen dan belum ada hotel terkenal / instansi. Penginapan di biduk masih di urus oleh warga local sebagai mata pencaharian.

Kami melanjutkan makan malam ikan segar yang baru ditangkap.

"senang kah ke Biduk? Kalau di Biduk ikannya baru ditangkap baru dimasak. Mau tambah sambal kah?" tanya pemilik rumah makan

"senang kami bu... wah pantes rasanya beda. Ikan bakar nya aja tambah 1 bu sama buras," imbuh saya.

Pagi-pagi kami pun bangun dan bersiap-siap keliling pakai boot dan ke Danau Labuan Cermin. Pagi hari disambut angin sejuk dan nyiur yang melambai-lambai ditambah sekumpulan ibu-ibu yang merumpi di pedagang sayur depan losmen. Sungguh pemandangan healing kalau Bahasa jakselnya.

"Ehhh tadi udah isi air kah Pak, buk,mbak?" tanya ibu losmen dengan nada 'kah' khas orang Kalimantan

Kami menggeleng, "Isi dulu mbak pak, buk soalnya di Biduk listrik cuma nyala dari sore sampe pagi kalo siang gaada listrik... Oh iya ntar pulang mau dimasakin sotong kah? Suka kah?"

"Ohhh pln cuma setengah hari? Oke oke. Boleh Bu, sotong sambel ijo kayak tadi."

Kalau pergi ke Biduk saya sarankan mencharger segala benda elektronik pada malam hari dan selalu mengisi bak air karena pada siang sampai sore hari listrik padam. Dari dermaga kami naik speed dan berlayar selama kurang lebih 15 menit sudah sampai pada danau Labuan Cermin. 

Kami melintasi panorama pepohonan lebat dan laut jernih serta nyiur yang lihai melambai. Kami berlabuh pada dermaga kecil buatan dan mengagumi keindahan Labuan Cermin. Seperti  julukannya, saking jernih airnya kami bisa bercermin.

Danau ini merupakan danau dua rasa air asin dan air tawar. Pada permukaanya air terasa tawar, tetapi bila menyelam lebih dalam air terasa asin. Perbedaan biota nya pun terlihat jelas bahwa ikan-ikan asin berenang di air yang lebih gelap dan dalam. Suasana danau amat hening dan airnya juga tenang. 

Sejujurnya, saya sempat merasa takut berenang disini karena airnya yang terlalu tenang. Kami pun memilih enjoy the moment dan snorkling sepuasnya. Sinar matahari siang mempercantik foto-foto kami, menyinari gurat bahagia kami yang bergaya ceria. 

Bagi saya, mengunjungi Labuan Cermin merupakan kesempatan luar biasa dalam perjalanan seumur hidup untuk menyaksikan keajaiban geografis yang ada di tanah air sendiri. Bersyukur betapa indahnya bisa menjadi orang Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun