Presiden Prabowo Subianto, yang baru saja dilantik pada 20 Oktober 2024, telah menyatakan keterbukaan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS, sebuah kelompok ekonomi yang mencakup Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan. Pernyataan ini disampaikan melalui Menteri Luar Negeri Sugiono pada KTT-16 BRICS, di mana Indonesia  mendapat status sebagai interested country atau negara mitra, sebuah langkah yang bisa memudahkan Indonesia menjadi anggota tetap. Sugiono, Menteri LN mengatakan bahwa
" bukan berarti kita ikut kubu tertentu, melainkan kita berpartisipasi aktif di semua forum,". Pernyataan ini disampaikan pada Jumat 25 Oktober 2024.
Media nasional, termasuk Antara News, telah melaporkan perkembangan ini sejak Sabtu, 23 Oktober 2024. Sebagai salah satu portal berita independen dari Indonesia yang fokus pada topik politik, sosial, budaya, dan ekonomi baik internasional maupun nasional. Antara News telah banyak meliput sejumlah artikel yang menyoroti peluang dan keuntungan potensial bagi Indonesia dalam bergabung dengan BRICS.
BRICS: Peluang dan Ancaman Ekonomi dan Geopolitik
Beberapa artikel yang dirilis oleh Antara News antara lain "Sekilas Soal Bergabungnya Indonesia ke BRICS", "Pakar Nilai Positif RI Gabung BRICS Agar Tak Didominasi Negara OECD", dan "Potensi Bergabungnya Indonesia ke BRICS", dan "Apa itu Mata Uang BRICS dan Tujuannya? ". Melalui pemberitaan ini, Antara News menekankan potensi positif keanggotaan BRICS dalam memperkuat kepemimpinan Indonesia di dunia internasional.
Anggota BRICS yang terdiri dari negara-negara dengan ekonomi yang kuat diyakini dapat memberikan peluang bagi Indonesia untuk menjembatani perdagangan antara negara maju dan berkembang.
Secara spesifik, melalui lamannya Antara News melaporkan bahwa Indonesia bisa manfaatkan kemitraan BRICS untuk meningkatkan perdagangan dan investasi. Selain itu, Indonesia yang merupakan negara ekonomi terbesar di Asia Tenggara bisa menjadi jembatan antara negara-negara berkembang dan negara maju dan membuka peluang baru dalam perdagangan dan kerjasama multilateral.
Namun, keanggotaan Indonesia di BRICS juga tidak terlepas dari ancaman. Peneliti ekonomi dari Center for Economic and Law Studies (CELS), Yeta Purnama, berpendapat bahwa proses aksesi Indonesia ke BRICS bisa berdampak pada negosiasi dengan organisasi lain yang Indonesia incar, seperti Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Negara-negara OECD, yang terdiri dari negara-negara dengan ekonomi pasar maju seperti AS,Jepang, dan negara-negara Uni Eropa, cenderung memiliki pendekatan ekonomi dan politik yang berbeda dibandingkan dengan BRICS yang lebih fokus pada negara-negara berkembang.
Implikasi Ekonomi: Ketergantungan pada China dan Diversifikasi PasarÂ
Antara News juga memandang bahwa salah satu implikasi utama yang dihadapi Indonesia jika bergabung dengan BRICS adalah peningkatan ketergantungan pada China, yang merupakan anggota BRICS terbesar dalam hal ekonomi. Hal ini bisa membawa keuntungan berupa peningkatan akses pasar China yang sangat besar bagi produk Indonesia, namun juga berisiko memperburuk ketergantungan Indonesia pada satu pasar utama. Analis ekonomi lainnya, seperti Direktur Eksekutif Indonesia Economic Forum (IEF), Dwi Astuti, menyatakan,
"Keanggotaan di BRICS bisa meningkatkan ketergantungan Indonesia pada China, yang berpotensi menimbulkan ketegangan diplomatik, terutama jika terjadi perubahan dalam kebijakan luar negeri China yang bisa mempengaruhi stabilitas ekonomi Indonesia."