Mohon tunggu...
Grace Santia Maria Hoedojo
Grace Santia Maria Hoedojo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saat ini saya menjadi Mahasiswa Matematika Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) Bandung. Saya suka menonton film, mendengarkan musik, mengelilingi kota serta kulineran. Akun ini sebagai tempat saya menyimpan kenangan manis selama kuliah.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskriminasi dan Kekerasan terhadap Perempuan di Zimbabwe

27 Oktober 2022   22:36 Diperbarui: 27 Oktober 2022   22:38 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

BAB I PENDAHULUAN

 

Semenjak mencapai kemerdekaannya di tahun 1980, pemerintahan Zimbabwe telah mencoba berbagai macam cara untuk mencapai sebuah kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan. Mulai dari kebijakan, deklarasi, sampai ke tingkat konvensi gender internasional dilakukan guna untuk menghapus diskriminasi yang terjadi di Zimbabwe. Tumbuh menjadi seorang perempuan bukanlah hal yang mudah, terutama menjadi perempuan di Afrika. 

Perempuan di Afrika, terutama di Zimbabwe harus terbiasa menerima diskriminasi dan perlakuan tidak setara serta tekanan yang diberikan oleh masyarakat kepada mereka. Perempuan di Afrika bahkan dianggap sebagai kaum yang paling tidak beruntung di dunia, terlebih lagi karena perbedaan warna kulit, mereka kerap diremehkan dan bahkan menerima kekerasan secara fisik. 

Bagi kaum perempuan, Zimbabwe dapat dikatakan sebagai tempat yang tidak layak tinggal. Studi menunjukkan bahwa perempuan di Zimbabwe kerap menjadi korban dari kekerasan rumah tangga, terutama karena budaya patriarki yang masih sangat tinggi.

Dalam dunia perpolitikan pun, hak-hak perempuan di Zimbabwe kerap kali terpinggirkan. Walaupun memiliki perempuan dalam kepengurusan badan pemerintah, namun suara-suara perempuan kerap kali sengaja dibungkam. Pengintimidasian ini dilakukan juga dengan tujuan agar wanita tidak dapat menyampaikan bentuk protes kepada pemerintahan yang ada. 

Untuk mengatasi permasalahan ini, Zimbabwe bekerja sama organisasi internasional seperti United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) dengan cara mengubah persepsi masyarakat dan menormalisasikan laki-laki untuk mengerjakan kegiatan rumah tangga yang biasanya dianggap feminim, serta memajukan hak-hak perempuan secara umum. Istilah feminisme bukan lagi istilah yang asing saat ini. 

Feminisme berhasil merebut perhatian kalangan muda masyarakat dan sekarang ini cukup mudah untuk menemukan gerakan- gerakan feminisme dimana-mana. Istilah ini pertama kali dicetuskan oleh Charles Fourier (1837), sosialis Perancis yang memiliki visi untuk membebaskan manusia, baik laki-laki maupun perempuan dari represi dan frustasi atas tatanan sosial yang ada. 

Walaupun begitu, Fourier menekankan bahwa menurutnya kaum perempuan memiliki potensi dan peranan yang besar, namun karena keberadaan laki-laki yang seringkali menindas perempuan, perempuan menjadi tidak dapat memaksimalkan dan mengaktualisasikan diri mereka secara real. 

Feminisme sendiri dapat didefinisikan sebagai sebuah teori atau gerakan sosial yang berkaitan dengan upaya peningkatan posisi kaum perempuan melalui cara-cara tertentu untuk mendapatkan hak-hak politik, hukum, dan ekonomi sebagaimana yang didapatkan oleh kaum laki-laki (Karen Offen, 1988).

BAB II PEMBAHASAN

 Fakta bahwa Zimbabwe merupakan salah satu negara termiskin di dunia memberikan sedikit banyak kontribusi pada ketidaksetaraan gender yang terjadi. Menurut Kabeer (2015), kemiskinan dianggap sebagai sebuah proses yang menyebabkan kesenjangan dalam pendistribusian sarana kepada masyarakat, dimana proses ini sangat erat kaitannya dengan negara karena proses ini kedepannya akan menciptakan strata dan tatanan sosial dalam masyarakat. 

Diskriminasi pada perempuan memang sudah lazim terjadi di negara manapun, namun perempuan berkulit hitam dianggap lebih tidak beruntung, terutama pada sektor pendidikan, pendapatan, dan perlakuan yang layak. Muncul banyak pertanyaan mengapa kaum perempuan berkulit hitam tetap mendapat perlakuan diskriminasi walaupun berada di negara sendiri. Hal itu dikarenakan posisi kaum perempuan di Zimbabwe menempati posisi inferior, dimana artinya perempuan dalam tatanan keluarga ditempatkan di bawah laki-laki dan memiliki kewajiban untuk terus berada di rumah (Dorsey, 1996:30).

Budaya patriarki yang sangat tinggi di Zimbabwe membuat kaum perempuan secara alami terbawa menjadi kaum yang inferior dan memiliki pola pikir bahwa laki-laki lah yang layak menjadi pemimpin. Kondisi ini juga didukung oleh minimnya kaum perempuan di Zimbabwe yang menerima pendidikan formal. Angka siswa perempuan di Zimbabwe berada jauh di bawah jumlah siswa laki-laki, hal ini juga menyebabkan kaum perempuan menjadi kurang terwakilkan di sektor pendidikan. Partisipasi perempuan yang rendah di tingkat pendidikan mengakibatkan kaum perempuan juga kesusahan untuk berpartisipasi dalam dunia kerja. Ditambah lagi dengan budaya patriarki, kebanyakan sektor ekonomi di Zimbabwe dipimpin oleh laki-laki, dan hanya sedikit sekali perempuan yang dapat menduduki jabatan sebagai pemimpin.

Walaupun mengalami diskriminasi, bukan berarti kaum perempuan di Zimbabwe tidak mencoba untuk mendapatkan hak mereka. Kritik-kritik dan gerakan feminisme sudah sejak lama diperjuangkan oleh kaum perempuan di Zimbabwe. Namun untuk mencapai kesetaraan memang bukanlah hal yang mudah. Budaya patriarki yang sudah berakar sejak zaman kolonial membuat sikap superioritas laki-laki terus mendominasi segala praktik di Zimbabwe. Terlebih lagi hal ini (patriarki) juga mempengaruhi hukum dan institusi yang dirancang untuk meningkatkan status perempuan. Lemahnya pengetahuan perempuan terkait dengan hukum formal juga membuat mereka tidak dapat menggunakan kesempatan dan kekuatan mereka untuk terus melangsungkan gerakan untuk memperjuangkan kesetaraan gender bagi mereka (Maboreke 1987; Shenje 1992; Stewart 1992).

BAB III KESIMPULAN

Sebagai kesimpulan, ketidaksetaraan gender di Zimbabwe memang merupakan suatu hal yang sangat memprihatinkan. Perlakuan diskriminasi yang diterima oleh kaum perempuan di Zimbabwe membuat mereka dilabeli sebagai perempuan yang paling tidak beruntung di dunia. Dianalisis melalui kacamata teori feminisme empiris, esai ini menyajikan fakta terkait dengan perlakuan tidak adil yang diterima oleh perempuan di Zimbabwe di berbagai sektor, mulai dari pendidikan, politik, sampai ke sektor ekonomi. Tidak hanya itu, perempuan di Zimbabwe juga kerap menerima kekerasan fisik karena kurangnya pengetahuan mereka terkait dengan hukum formal yang ada. Ditambah lagi dengan kuatnya hukum adat yang masih berlaku di Zimbabwe, kaum perempuan tidak dapat secara bebas untuk melayangkan kritik dan gerakan yang dapat memperjuangkan hak mereka. Dengan adanya para pemikir feminis, para perempuan di Zimbabwe pun memiliki harapan untuk mengurangi dominasi maskulinitas di Zimbabwe.

DAFTAR PUSTAKA

  

Borgen Project. "Gender Inequality in Zimbabwe." The Borgen Project, June 23, 2018. https://borgenproject.org/tag/gender-inequality-in-zimbabwe/.

Chabaya, Owence, Symphorosa Rembe, and Newman Wadesango. "The Persistence of Gender Inequality in Zimbabwe: Factors That Impede the Advancement of Women into Leadership Positions in Primary Schools." South African Journal of Education 29, no. 2 (July 8, 2009): 235--51. https://doi.org/10.15700/saje.v29n2a259.

Givetash, Linda. "Laporan: Perempuan Afrika Selatan Peroleh Pukulan Terberat Di Negara Paling Tidak Setara Di Dunia." VOA Indonesia, April 1, 2022. https://www.voaindonesia.com/a/laporan-perempuan-afrika-selatan-peroleh-pukulan-terb erat-di-negara-paling-tidak-setara-di-dunia/6509452.html.

Kambarami, Maureen. "Femininity, Sexuality and Culture: Patriarchy and Female Subordination in Zimbabwe," 2006. http://www.arsrc.org/downloads/uhsss/kmabarami.pdf.

L Parpart, Jane. "Gender , Patriarchy and Development in Africa: The Zimbabwean Case," 1995. https://gencen.isp.msu.edu/files/6914/5202/7078/WP254.pdf.

Tekwa, Newman, and Jimi Adesina. "Gender, Poverty and Inequality in the Aftermath of Zimbabwe's Land Reform: A Transformative Social Policy Perspective." Journal of International Women's Studies 19, no. 5 (May 22, 2018): 45--62. http://vc.bridgew.edu/jiws/vol19/iss5/4.

UNAIR News. "Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Perempuan Di Harare, Zimbabwe." UnairNews,April23,2020.

http://news.unair.ac.id/2020/04/23/kekerasan-terhadap-perempuan-dan-anak-perempuan- di-harare-zimbabwe/.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun